Jakarta (ANTARA) -
Aktivis perempuan Nury Sybli mengatakan Ketua DPR Puan Maharani memiliki momentum untuk segera mensahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) pada April 2022.
 
"Saya mengikuti diskursus mengenai pembahasan RUU TPKS sudah lama, dengan sekarang posisi Mbak Puan (Puan Maharani, red.) sebagai Ketua DPR sudah seharusnya segera mensahkan TPKS karena beliau memang sudah konsen terkait hal ini sejak masih menjadi Menko PMK," kata Nury dalam siaran pers, di Jakarta, Selasa.
 
Dengan demikian, lanjut dia, dari sisi substansi dan daftar inventarisasi masalah (DIM) serta urgensinya pasti sudah "clear".
 
 
RUU TPKS memang sudah hampir selesai dibahas di DPR sehingga diharapkan pengesahan RUU TPKS menjadi kado manis pada Hari Kartini.
 
"Sekarang inilah nomentum bagi Mbak Puan untuk segera mengetok palu sidang di Paripurna DPR guna pengesahan RUU TPKS, sekaligus menjadi kado spesial menjelang peringatan Hari Kartini tanggal 21 April nanti," kata Nury.
 
RUU TPKS ini, diyakini Nury, bisa memberi jawaban bagi permasalahan kekerasan seksual yang selama ini kerap dialami para perempuan. RUU ini mempermudah korban kekerasan seksual untuk mendapatkan keadilan di mata hukum. Jika disahkan nantinya, maka kepolisian tak bisa lagi menolak laporan korban kekerasan seksual.
 
 
Nury mengapresiasi langkah Puan yang turut serta mengajak para aktivis perempuan, Komnas Perempuan, hingga Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terlibat memberi masukan untuk isi RUU TPKS.
 
RUU TPKS sebelumnya telah disahkan sebagai RUU inisiatif DPR dalam rapat paripurna pada 18 Januari 2022. Dari 9 fraksi yang ada di DPR, hanya PKS yang menyatakan penolakan.
 
Saat ini DPR dan pihak pemerintah terus mengebut pembahasan RUU TPKS agar dapat rampung sebelum anggota dewan memasuki masa reses pada 15 April 2022.
 
RUU ini pada intinya mempermudah korban kekerasan seksual untuk mendapatkan keadilan di mata hukum. Jika disahkan nantinya, maka kepolisian tak bisa lagi menolak laporan korban kekerasan seksual.
 
 
Penyelesaian perkara tindak kekerasan seksual tak boleh lagi diselesaikan lewat mekanisme "restorative justice" yang menitikberatkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku dan korban.
 
Puan Maharani sempat menerima aspirasi dari sejumlah aktivis perempuan mengenai RUU TPKS pada 12 Januari 2022. Ada belasan aktivis perempuan yang datang ke DPR dari berbagai latar belakang mulai dari akademisi, "influencer", pejuang HAM, pekerja seni, hingga mahasiswa.
 
"Masukan yang sudah disampaikan memberikan saya kekuatan tambahan untuk melaksanakan ini sebaik-baiknya. Saya meminta masukan dari luar supaya warnanya itu beragam, bisa merangkul, dan mencakup semua kepentingan yang harus kita lindungi," kata Puan dalam pertemuan itu.
 
Puan merasa bangga karena banyak perempuan di Indonesia yang peduli dengan nasib sesama. Perjuangan kaum perempuan, kata Puan, terasa berbeda karena memiliki ikatan tersendiri.
 
Menurut dia, RUU TPKS harus hadir sebagai satu payung hukum untuk menjaga serta membuat aman masyarakat, khususnya kaum perempuan.
 
Kendati demikian, ia menilai pentingnya memperhatikan korban-korban kekerasan seksual dari kelompok masyarakat lainnya seperti kaum lelaki dan disabilitas.
 
"Karena ada laki-laki korban kekerasan seksual. Jadi harapannya adalah RUU TPKS ini nantinya dapat melindungi, memberikan rasa aman, dan nyaman, bukan hanya untuk perempuan dan anak, tetapi seluruh warga Indonesia," kata Puan.
 
 
 
 
 
 

Pewarta : Syaiful Hakim
Editor : Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024