Solo (ANTARA) - Dokter Spesialis Jantung dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Habibie Arifianto menyebut orang awam bisa membantu menangani kasus penghentian jantung.

"Apabila menyaksikan korban mengalami henti jantung mendadak, kita bisa meminta bantuan tim medis atau dibawakan alat automatic electrical defibrillator (AED)," katanya di Solo, Jumat.

Ia mengatakan alat AED sudah banyak tersedia di tempat umum, seperti bandara dan pusat perbelanjaan. Meski demikian, dikatakannya, orang tersebut bisa melakukan upaya lain sebagai bantuan pertama.

"Sambil menunggu bantuan datang, bisa memberikan bantuan hidup dasar dengan pijat jantung luar atau resusitasi jantung," katanya.

Menurut dia, cara tersebut memungkinkan korban dapat mengembalikan sirkulasi darah hingga sadar kembali. Namun, jika tidak ada yang membantu untuk melakukan pijat jantung luar tentu gangguan irama akan berlanjut hingga pasien ditemukan meninggal dunia.

Ia mengatakan langkah tersebut sangat penting bagi masyarakat untuk memahami cara-cara memberikan bantuan hidup dasar.

"Di sisi lain, diperlukan juga peran dari pemangku kepentingan untuk menyediakan AED sehingga dapat membantu korban yang mengalami henti jantung mendadak," katanya.

Untuk langkah pencegahan yang dapat dilakukan, dikatakannya, bagi yang memiliki riwayat keluarga yang meninggal mendadak di usia muda atau riwayat sering pingsan, sebaiknya segera memeriksakan diri ke dokter jantung.

"Tujuannya untuk dicari kemungkinan adanya gangguan irama atau struktur jantung yang dapat menyebabkan henti jantung di masa mendatang," katanya.

Sementara itu, dikatakannya, kasus henti jantung yang terbanyak adalah gangguan aktivitas listrik jantung. Menurut dia, kondisi tersebut bisa mengakibatkan gangguan irama fatal yang membuat seseorang pingsan hingga berujung kepada kematian.

"Kalau terminologi henti jantung jelas fatal, karena saat terjadi henti jantung otomatis fungsi jantung sebagai pompa darah keseluruhan tubuh akan terhenti," katanya.

Ia mengatakan saat pasokan oksigen terhenti maka nutrisi ke otak, organ tubuh lain, hingga ke otot jantung juga akan berhenti sehingga bisa berakibat fatal.

"Biasanya henti jantung disebut juga cardiac arrest atau sudden cardiac death. Saat terjadi gangguan irama jantung yang fatal, hanya membutuhkan beberapa detik hingga pasien akan bergejala, biasanya pingsan, kejang dan pasien akan kolaps," katanya.*
 

Pewarta : Aris Wasita
Editor : Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024