Manado (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi  Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) akan menguat 5,5 persen di tahun 2022 nanti.

Kepala BI Sulut Arbonas Hutabarat, di Manado, Kamis, mengatakan memperhatikan perkembangan data-data indikator perekonomian terkini, pihaknya memperkirakan pertumbuhan Ekonomi Sulut menguat pada tahun 2021 yaitu akan berada pada kisaran 4,2 lerseb hingga 5,0 persen secara (yoy)

"Akan terus menunjukkan perbaikan pada kisaran 4,5-5,5 persen (yoy) pada tahun 2022," kata Arbonas.

Menurut hematnya isu strategis yang perlu menjadi perhatian dalam mempercepat perbaikan perekonomian Sulawesi Utara tahun depan.

Pertama, katanya, di tengah tren peningkatan dan potensi kenaikan aktivitas masyarakat pada tahun 2022, inklusi ekonomi dan keuangan melalui pemberdayaan UMKM perlu terus didorong.

Penguatan inklusi keuangan pada UMKM di Sulut perlu didukung oleh perbaikan pada tiga pilar yaitu korporatisasi, digitalisasi serta kebijakan dan inovasi pembiayaan.

Pengembangan model bisnis korporatisasi UMKM diperkirakan akan mendorong daya tawar UMKM
dan dapat menjadi solusi untuk mengatasi keterbatasan skala usaha.

Proses digitalisasi UMKM perlu dipercepat untuk dapat mengikuti perkembangan zaman pada era digital.

Kebijakan pembiayaan perlu dilakukan dengan pengembangan instrumen pembiayaan inovatif dan
berfokus pada sektor-sektor yang menjadi unggulan daerah.

Dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara merekomendasikan komoditas, lroduk dan jenis usaha unggulan UMKM Provinsi Sulut pada tahun 2021.

Komoditas-komoditas strategis di berbagai kabupaten dan kota di Sulawesi Utara dimaksud berpotensi untuk dikembangkan dan mendukung perluasan lapangan kerja maupun peningkatan nilai tambah perekonomian.

Dukungan terhadap KPJU unggulan perlu dimobilisasi, antara lain dalam bentuk program atau
stimulus belanja pemerintah daerah, penyederhanaan akses pasar dan perizinan, serta tersedianya dukungan modal terutama dari perbankan.

Hal strategis kedua adalah optimalisasi belanja pemerintah di tengah risiko keterbatasan sumber pendanaan.

Stimulus fiskal pemerintah secara gradual akan berkurang sejalan dengan normalisasi ekonomi.

Kondisi tersebut berpotensi memberikan tekanan pada anggaran pemerintah daerah terutama yang bersumber dari dana transfer pemerintah pusat.

Oleh karena itu, katanya, perlu dicari alternatif pembiayaan belanja pemerintah yang bersumber dari luar APBD.

Identifikasi proyek-proyek strategis pemerintah perlu dilakukan untuk memperlancar pelaksanaan pembangunan dengan menggunakan
sumber alternatif pembiayaan salah satunya melalui implementasi Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).

Selain itu, terbatasnya anggaran diharapkan juga semakin meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemanfaatan anggaran pemerintah pada sektor-sektor yang memberikan dampak multiplier ekonomi yang tinggi.

Kemudian, katanya, layanan digital. Pentingnya terus mendorong perekonomian melalui adaptasi dan implementasi digitalisasi.


Pewarta : Nancy Lynda Tigauw
Editor : Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024