Manado (ANTARA) - Destructive Fishing Watch (DFW) menginginkan adanya perluasan terhadap program konversi Liquefied Petroleum Gas (LPG) bagi nelayan yang merupakan tindak lanjut Peraturan Presiden Nomor 38/2019.

Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Moh Abdi Suhufan di Jakarta, Selasa, mengatakan bahwa program konversi LPG bagi nelayan yang dilaksanakan sejak tahun 2016 baru berhasil merealisasikan bantuan sebanyak 60.859 tabung LPG.

"Perkiraan kami sampai dengan akhir tahun 2021 dengan penambahan 28.000 paket, program ini baru berhasil menyasar 19,7 persen nelayan kecil," kata Abdi.

Menurut Koordinator Nasional DFW Indonesia, jumlah tersebut masih jauh dari target dan sasaran nelayan yang seharusnya menjadi penerima bantuan ini.

Ia mengingatkan bahwa nelayan di wilayah kepulauan, pesisir dan pulau terluar belum dapat mengakses bantuan tersebut.



Untuk itu, ujar dia, aspek pemerataan program dinilai perlu menjadi perhatian pemerintah.

"Beberapa wilayah pesisir yang merupakan kantong nelayan dan perikanan seperti Wakatobi, Bitung, Dobo, Muna Barat dan Buton justru belum mendapatkan alokasi dari program ini," kata Abdi.

Ia berpendapat bahwa hal itu terjadi kemungkinan karena belum adanya sinergi antar sektor antara KKP dan ESDM, padahal, sinergi antarsektor dalam kegiatan perikanan mutlak dibutuhkan.

Abdi menyarankan agar kedua kementerian dapat duduk bersama untuk menentukan sasaran, lokasi prioritas dan target pelaksanaan menyesuaikan dengan target peningkatan produksi perikanan.



"Ketersediaan bahan bakar bagi nelayan sangat vital dalam menopang operasional penangkapan ikan, yang bermuara pada peningkatan produksi tangkap. Ketersediaan LPG ini menjadi penting," kata Abdi.

Terkait dengan nelayan, sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono telah menginginkan masukan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) untuk dapat membuat semacam survei guna mengetahui kebutuhan nelayan di berbagai daerah di Tanah Air.

"Saya minta bantuan KNTI secara tidak langsung untuk melakukan survei apa yang dibutuhkan oleh nelayan tradisional Indonesia, spesifik berdasarkan wilayah," kata Menteri Trenggono saat membuka Diskusi Publik KNTI "Masa Depan Perikanan Budi Daya di Indonesia" yang digelar di Jakarta, Selasa (9/11).

Dengan demikian, lanjutnya, maka KNTI bisa memberikan masukan terkait misalnya apa saja yang dibutuhkan dari berbagai nelayan di beragam provinsi, misalnya kebutuhan nelayan di Nusa Tenggara Barat, apakah sama atau ada yang berbeda dengan kebutuhan nelayan di Nusa Tenggara Timur dan Sumatera Utara.

Bila data survei semacam tersebut ada dan hasilnya akurat, maka akan dapat menjadi bahan bagi pemerintah untuk mendorong kebijakan bagi nelayan tradisional.

Ia menegaskan bahwa tujuan dari kebijakan sektor kelautan dan perikanan adalah bagaimana agar dapat mengangkat harkat, martabat, dan kesejahteraan nelayan.

"Nelayan tradisional menjadi salah satu target utama dari KKP," kata Trenggono dan menambahkan, pihaknya juga sudah membuat cetak biru atau peta jalan dari pengelolaan perikanan di Indonesia, yang tentu saja terkait dengan nelayan.

Pewarta : M Razi Rahman
Editor : Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024