Manado (ANTARA) - Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta mengkaji masukan pelibatan masyarakat, khususnya warga komunitas Malioboro dalam pengendalian aksi demonstrasi jika digelar di kawasan sentra wisata belanja itu.
"Salah satu masukan dari masyarakat bagaimana mereka komunitas yang ada di Malioboro dilibatkan, jadi tidak hanya OPD pemda tapi komunitas-komunitas mereka itu dilibatkan, dan saya berterima kasih kalau mereka mau bantu," kata Asisten I Sekretaris Daerah DIY Sumadi seusai diskusi publik Peraturan Gubernur Nomor 1/2021 tentang Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum Pada Ruang Terbuka di Kantor Kepatihan, Yogyakarta, Rabu.
Menurut dia, usulan itu muncul dalam diskusi publik Peraturan Gubernur Nomor 1/2021 yang mengundang berbagai elemen masyarakat termasuk sejumlah komunitas yang ada di Malioboro.
Untuk memutuskan pelibatan masyarakat, khususnya anggota komunitas Malioboro masuk dalam ketentuan regulasi, kata Sumadi, masih diperlukan kajian bersama tim penyusun konsep peraturan gubernur (legal drafter).
"Kami harus berdiskusi dengan teman-teman yang di tim lain, misalnya teman-teman yang di 'legal drafter' apakah itu perlu dimasukkan," kata Sumadi.
"Tapi prinsipnya masyarakat itu ingin ada keterlibatan. Kami akan kaji," kata dia lagi.
Sebelumnya, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY-Jateng menyarankan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X meninjau ulang Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 1 Tahun 2021 yang melarang penyelenggaraan demonstrasi di sejumlah lokasi di Yogyakarta, termasuk kawasan Malioboro.
Saran tersebut mengacu temuan hasil investigasi ORI DIY-Jateng yang menyimpulkan adanya malaadministrasi dalam penyusunan pergub itu.
Hasil investigasi menyimpulkan tidak ditemukan aktivitas pelibatan masyarakat dalam proses penyusunan hingga pengesahan pergub tersebut meski hal itu sudah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 120 Tahun 2018.
"Ketika (ORI) saya tanya malaadministrasi itu apa. Itu hanya karena belum melibatkan masyarakat jadi kami lakukan langkah ini (diskusi publik) dengan meminta masukan masyarakat dalam hal ini komunitas masyarakat yang ada di Malioboro," kata Sumadi.
Meski Pergub Nomor 1/2021 tidak dicabut, menurut Sumadi, sejumlah ketentuan dalam beleid itu masih dimungkinkan berubah menyesuaikan masukan dari masyarakat.
"Jangankan pergub, undang-undang saja bisa diubah apabaila ada ketentuan-ketentuan hukum yang memang perlu dimasukkan," kata dia pula.
"Salah satu masukan dari masyarakat bagaimana mereka komunitas yang ada di Malioboro dilibatkan, jadi tidak hanya OPD pemda tapi komunitas-komunitas mereka itu dilibatkan, dan saya berterima kasih kalau mereka mau bantu," kata Asisten I Sekretaris Daerah DIY Sumadi seusai diskusi publik Peraturan Gubernur Nomor 1/2021 tentang Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum Pada Ruang Terbuka di Kantor Kepatihan, Yogyakarta, Rabu.
Menurut dia, usulan itu muncul dalam diskusi publik Peraturan Gubernur Nomor 1/2021 yang mengundang berbagai elemen masyarakat termasuk sejumlah komunitas yang ada di Malioboro.
Untuk memutuskan pelibatan masyarakat, khususnya anggota komunitas Malioboro masuk dalam ketentuan regulasi, kata Sumadi, masih diperlukan kajian bersama tim penyusun konsep peraturan gubernur (legal drafter).
"Kami harus berdiskusi dengan teman-teman yang di tim lain, misalnya teman-teman yang di 'legal drafter' apakah itu perlu dimasukkan," kata Sumadi.
"Tapi prinsipnya masyarakat itu ingin ada keterlibatan. Kami akan kaji," kata dia lagi.
Sebelumnya, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY-Jateng menyarankan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X meninjau ulang Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 1 Tahun 2021 yang melarang penyelenggaraan demonstrasi di sejumlah lokasi di Yogyakarta, termasuk kawasan Malioboro.
Saran tersebut mengacu temuan hasil investigasi ORI DIY-Jateng yang menyimpulkan adanya malaadministrasi dalam penyusunan pergub itu.
Hasil investigasi menyimpulkan tidak ditemukan aktivitas pelibatan masyarakat dalam proses penyusunan hingga pengesahan pergub tersebut meski hal itu sudah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 120 Tahun 2018.
"Ketika (ORI) saya tanya malaadministrasi itu apa. Itu hanya karena belum melibatkan masyarakat jadi kami lakukan langkah ini (diskusi publik) dengan meminta masukan masyarakat dalam hal ini komunitas masyarakat yang ada di Malioboro," kata Sumadi.
Meski Pergub Nomor 1/2021 tidak dicabut, menurut Sumadi, sejumlah ketentuan dalam beleid itu masih dimungkinkan berubah menyesuaikan masukan dari masyarakat.
"Jangankan pergub, undang-undang saja bisa diubah apabaila ada ketentuan-ketentuan hukum yang memang perlu dimasukkan," kata dia pula.