Manado (ANTARA) - Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Sidarto Danusubroto mengajak generasi muda Indonesia untuk lebih memahami empat pilar kebangsaan dalam mengatasi pengingkaran makna Sumpah Pemuda, seperti penggantian ideologi, pengubahan bentuk negara, dan penghilangan kebinekaan.
“Ada kelompok yang mencoba mengingkari makna Sumpah Pemuda dan melupakan sejarah berdirinya Republik Indonesia yang dibangun di atas keberagaman suku, etnis, dan agama,” ucap Sidarto Danusubroto saat menjadi pembicara kunci dalam diskusi publik memperingati Hari Sumpah Pemuda 2021 bertajuk “Harmoni Keberagaman Menuju Indonesia Tangguh, Indonesia Mandiri” yang diunggah di kanal YouTube Universitas Indonesia, dipantau dari Jakarta, Kamis.
Saat ini, lanjutnya, ancaman intoleransi, radikalisme, dan terorisme yang semakin tumbuh subur di kalangan pelajar dan mahasiswa dapat dilawan oleh generasi muda dengan memahami secara baik dan benar empat pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
“Empat pilar kebangsaan harus dipahami seperti sebuah bangunan yang masing-masing memiliki fungsi berbeda, namun merupakan satu bangunan utuh yang saling mendukung dan melengkapi,” tutur Sidarto Danusubroto.
Menurutnya bila Indonesia adalah sebuah rumah, Pancasila merupakan pondasi, UUD 1945 sebagai tiang penyangga, NKRI menjadi atap dan dinding, serta Bhinneka Tunggal Ika ialah penghuni bangunan yang beragam.
Sidarto Danusubroto pun memaparkan hasil penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada tahun 2016. Di dalamnya, tercatat 21 persen siswa dan guru yang menyatakan Pancasila tidak lagi relevan untuk digunakan oleh bangsa Indonesia.
Sementara itu, hasil survei nasional tentang keberagaman di sekolah dan universitas seluruh Indonesia yang dilakukan UIN Syarif Hidayatullah dari September hingga Oktober 2017 menunjukkan 91 persen responden menyetujui syariat Islam diterapkan dalam negara.
Dalam diskusi publik yang diselenggarakan atas kerja sama antara Universitas Indonesia dan Harmoni Indonesia itu, ia juga menambahkan hasil kajian Tim Laboratorium Indonesia 2045 (Lab 45) terhadap aksi-aksi teror sejak tahun 2000 sampai 2021.
Ditemukan aksi bom bunuh diri Gereja Katedral Makassar pada awal tahun 2021 merupakan aksi teror ke-552. Dengan demikian, sepanjang 21 tahun, tercatat jumlah rata-rata serangan teror yang mencapai 20 aksi di wilayah NKRI dan setiap bulannya terjadi lebih dari 2 serangan.
“Jika kondisi ini tidak segera diatasi, dikhawatirkan sikap intoleran dan radikalisme akan semakin meluas di kalangan masyarakat, khususnya generasi muda, milenial, dan mahasiswa,” kata Sidarto Danusubroto.
Saat ini, ia juga menilai bangsa Indonesia tengah dilanda perang opini antara kelompok anti-NKRI dan pembela NKRI.
Untuk itu di peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-93, Sidarto Danusubroto berharap generasi muda dan segenap bangsa Indonesia dapat pula saling bahu-membahu mengokohkan pondasi, membangun benteng persatuan dan kesatuan, serta memiliki jiwa nasionalisme yang kuat untuk menghalangi ancaman pengingkaran makna Sumpah Pemuda.