Manado (ANTARA) - Fenomena kenaikan harga jual batubara di pasar internasional merupakan momentum untuk pemerintah dalam rangka meningkatkan royalti ekspor untuk komoditas tersebut, kata Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto.

"Pemerintah harus segera menerbitkan PP Minerba yang sudah lama ditunggu-tunggu, terutama terkait dengan besaran royalti batubara ini. Jangan sampai PP ini terlambat terbit dan kehilangan momentum," kata Mulyanto dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu.

Namun, ia mengemukakan bahwa agar pemerintah menaikkan royalti ekspor, tetapi besaran royalti batubara bagi kebutuhan domestik, baik untuk pembangkit listrik PLN maupun hilirisasi, diusulkan agar tetap tidak ada kenaikan.

Mulyanto berpendapat bahwa usulan tersebut adalah hal penting mengingat kondisi keuangan negara yang tertekan utang untuk pembiayaan dalam rangka mengatasi dampak pandemi COVID-19.



"Dengan peluang tingginya harga batubara internasional, semestinya negara dapat mengambil manfaat lebih untuk pembiayaan pembangunan, jangan hanya pengusaha yang happy," paparnya.

Mulyanto melanjutkan dalam kondisi seperti ini pengusaha batu bara wajib berbagi kebahagiaan dengan meringankan beban masyarakat melalui kenaikan besaran royalti batubara.

Dipaparkan, harga batubara pada sepanjang tahun 2021 meroket dari awalnya sebesar 80 dolar AS/ton menembus 300 dolar/ton dan diperkirakan akan terus meningkat.

Peningkatan tersebut dinilai seiring dengan naiknya permintaan batu bara sebagai efek rebound permintaan energi pascapandemi COVID-19 yang menimbulkan krisis energi di sejumlah negara seperti Inggris, China dan India.

Selain itu, disebutkan bahwa kontribusi komoditas batubara terhadap penerimaan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) mencapai 80 persen dari total penerimaan sektor minerba, sehingga batubara menjadi komoditas yang diandalkan.



Kemudian untuk mengoptimalkan penerimaan negara, seiring dengan meroketnya harga batubara internasional, Pemerintah telah meningkatkan kuota produksi tahun 2021 dari 550 menjadi 625 juta ton.

Namun, besarnya royalti masih tetap sebesar 13.5 persen untuk IUP (Izin Usaha Pertambangan) eks PKP2B generasi 1, 2 dan 3. Sementara untuk pemegang IUP bervariasi maksimum hanya 7 persen.

Sebelumnya, pengamat Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Tumiran berharap kenaikan harga batu bara tak mengganggu pasokan ke pembangkit listrik dalam negeri milik PT PLN (Persero).

"Pengusaha jangan hanya bicara untung, tetapi juga memastikan ketahanan pasokan batu bara Tanah Air. Harusnya ada pemahaman bersama untuk kepentingan dalam negeri," ujarnya dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Jumat.

Saat ini lonjakan harga batu bara dunia mencapai 200 dolar AS per ton, sehingga menimbulkan kekhawatiran banyak pihak terkait stabilitas listrik dalam negeri.

Tumiran menjelaskan lonjakan harga batu bara terjadi akibat adanya peningkatan pasokan komoditas. Terlebih beberapa negara, seperti China sempat susah payah menyeimbangkan pasokan listrik dengan permintaan seiring pulihnya perekonomian pascapandemi.

Pewarta : M Razi Rahman
Editor : Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024