Manado, (Antara News) - Senior Public Relations PT Newmont Minahasa Raya, Pretty Debby Lestari Mamonto, belum lama ini berkesempatan menghadiri Konferensi Mine Closure 2011 di Alberta, Kanada.
Lawatan itu dimanfaatkan alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Sam Ratulangi itu untuk mengunjungi teman-temannya di New York, Amerika Serikat.
Menurut Pretty, kita tidak akan bisa menghargai Indonesia sepenuhnya sebelum kita mengunjungi tempat-tempat lain di luar negeri yang subur makmur dan mudah tersebut.
"Saya tertegun dan kagum ketika bertemu teman-teman orang Indonesia yang bekerja di luar negeri. Perjuangan mereka tidak gampang, keras dan sungguh-sungguh, banyak yang harus meninggalkan anak, istri dan suami," katanya.
Sebenarnya para WNI tersebut lebih mudah jika mereka memilih tinggal di Indonesia karena banyak saudara atau kenalan untuk dimintai tolong, tetapi mereka ingin masa depan yang lebih baik.
"Banyak diantara mereka yang berhasil, namun ada juga yang dideportasi. Banyak yang bertahan bahkan sukses," kata penggemar diving asal Kotamobagu ini.
Pretty bercerita di New York dirinya bertemu teman dari temannya, yang sudah 15 tahun tinggal di New York.
"Dia kasir di resto pizza, kepercayaan bos-nya. Ibu ini membiayai keluarganya di Jakarta. Saya kagum dia bisa hidup sendiri dan 'survive' di New York yang keras dan tak ramah. Sudah biasa katanya. Tetapi matanya basah ketika pisah. Dia kesepian," ujarnya.
Pretty menuturkan para WNI itu juga membayar pajak seperti penduduk asli sehingga mereka tidak diberlakukan beda.
"Satu hal yang saya ingat dan kagum, ketika mengunjungi Denver, Colorado, disana ada Islamic Center megah dan besar sekali. AS sangat toleran terhadap agama," katanya.
Lawatan itu dimanfaatkan alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Sam Ratulangi itu untuk mengunjungi teman-temannya di New York, Amerika Serikat.
Menurut Pretty, kita tidak akan bisa menghargai Indonesia sepenuhnya sebelum kita mengunjungi tempat-tempat lain di luar negeri yang subur makmur dan mudah tersebut.
"Saya tertegun dan kagum ketika bertemu teman-teman orang Indonesia yang bekerja di luar negeri. Perjuangan mereka tidak gampang, keras dan sungguh-sungguh, banyak yang harus meninggalkan anak, istri dan suami," katanya.
Sebenarnya para WNI tersebut lebih mudah jika mereka memilih tinggal di Indonesia karena banyak saudara atau kenalan untuk dimintai tolong, tetapi mereka ingin masa depan yang lebih baik.
"Banyak diantara mereka yang berhasil, namun ada juga yang dideportasi. Banyak yang bertahan bahkan sukses," kata penggemar diving asal Kotamobagu ini.
Pretty bercerita di New York dirinya bertemu teman dari temannya, yang sudah 15 tahun tinggal di New York.
"Dia kasir di resto pizza, kepercayaan bos-nya. Ibu ini membiayai keluarganya di Jakarta. Saya kagum dia bisa hidup sendiri dan 'survive' di New York yang keras dan tak ramah. Sudah biasa katanya. Tetapi matanya basah ketika pisah. Dia kesepian," ujarnya.
Pretty menuturkan para WNI itu juga membayar pajak seperti penduduk asli sehingga mereka tidak diberlakukan beda.
"Satu hal yang saya ingat dan kagum, ketika mengunjungi Denver, Colorado, disana ada Islamic Center megah dan besar sekali. AS sangat toleran terhadap agama," katanya.