Manado (ANTARA) - Direktorat Polisi Perairan (Ditpolair) Badan Pemelihara Keamanan Kepolisian Republik Indonesia (Baharkam Polri) menggagalkan penyelundupan 122.100 benih lobster atau benur yang bernilai sekitar Rp33,6 miliar.
"Tersangka IS yang pertama kami tangkap, setelah itu barang bukti kami hitung jumlahnya sekitar 122.100 ekor baby lobster," kata Dirpolair Korpolairud Polri Brigjen Pol Yassin Kosasih, di Mako Ditpolair Baharkam Polri, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat.
Yassin menjelaskan penangkapan terhadap tersangka IS beserta barang bukti benih lobster dilakukan pada Minggu (12/9). Tersangka IS mengemas benih lobster tersebut di dalam kantong plastik yang disamarkan di dalam koper.
Tim Sub Direktorat Penegakan Hukum dan Sub Direktorat Intelijen Perairan Ditpolair Polri kemudian melakukan pengembangan yang mengarah ke penangkapan tiga tersangka lain yang berinisial MH, BPS, dan LS pada Senin (13/9).
Lebih lanjut dia menjelaskan, sindikat ini mengumpulkan benih lobster dari wilayah Sukabumi yang kemudian dibawa ke Jakarta, kemudian dibawa menggunakan speed boat ke Banten, Jambi dan berakhir di Batam, setelah itu akan diseberangkan ke Singapura.
"Harganya setelah diseberangkan ke Singapura dari Rp10 ribu-Rp20 ribu ke pengepul itu menjadi Rp200 ribu, harganya fantastis kenaikannya, ada potensi kerugian, negara sangat dirugikan," ujar Yassin.
Adapun potensi kerugian negara apabila benih lobster tersebut berhasil diselundupkan adalah sebesar Rp33,6 miliar.
Lebih lanjut Yassin juga menyebut kasus penyelundupan benih lobster sebagai musuh negara yang telah menimbulkan kerugian yang sangat besar terhadap negara.
"Menteri KKP yang baru menyampaikan (penyelundupan) baby lobster ini sebagai musuh negara, sangat merugikan negara, hampir sama dengan narkoba yang kita ketahui sejak dulu menjadi musuh negara dan masyarakat," ujarnya.
Pihak Ditpolair kemudian melepaskan kembali benih lobster tersebut di perairan Kepulauan Seribu dengan disaksikan oleh Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKPIM), dengan sebagian kecil disisihkan untuk barang bukti di pengadilan.
Atas perbuatannya, para tersangka ini dijerat dengan Pasal 92 Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Pasal 88 Undang-Undang RI No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dengan ancaman hukuman maksimal delapan tahun penjara dan denda maksimal Rp1,5 miliar.
"Tersangka IS yang pertama kami tangkap, setelah itu barang bukti kami hitung jumlahnya sekitar 122.100 ekor baby lobster," kata Dirpolair Korpolairud Polri Brigjen Pol Yassin Kosasih, di Mako Ditpolair Baharkam Polri, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat.
Yassin menjelaskan penangkapan terhadap tersangka IS beserta barang bukti benih lobster dilakukan pada Minggu (12/9). Tersangka IS mengemas benih lobster tersebut di dalam kantong plastik yang disamarkan di dalam koper.
Tim Sub Direktorat Penegakan Hukum dan Sub Direktorat Intelijen Perairan Ditpolair Polri kemudian melakukan pengembangan yang mengarah ke penangkapan tiga tersangka lain yang berinisial MH, BPS, dan LS pada Senin (13/9).
Lebih lanjut dia menjelaskan, sindikat ini mengumpulkan benih lobster dari wilayah Sukabumi yang kemudian dibawa ke Jakarta, kemudian dibawa menggunakan speed boat ke Banten, Jambi dan berakhir di Batam, setelah itu akan diseberangkan ke Singapura.
"Harganya setelah diseberangkan ke Singapura dari Rp10 ribu-Rp20 ribu ke pengepul itu menjadi Rp200 ribu, harganya fantastis kenaikannya, ada potensi kerugian, negara sangat dirugikan," ujar Yassin.
Adapun potensi kerugian negara apabila benih lobster tersebut berhasil diselundupkan adalah sebesar Rp33,6 miliar.
Lebih lanjut Yassin juga menyebut kasus penyelundupan benih lobster sebagai musuh negara yang telah menimbulkan kerugian yang sangat besar terhadap negara.
"Menteri KKP yang baru menyampaikan (penyelundupan) baby lobster ini sebagai musuh negara, sangat merugikan negara, hampir sama dengan narkoba yang kita ketahui sejak dulu menjadi musuh negara dan masyarakat," ujarnya.
Pihak Ditpolair kemudian melepaskan kembali benih lobster tersebut di perairan Kepulauan Seribu dengan disaksikan oleh Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKPIM), dengan sebagian kecil disisihkan untuk barang bukti di pengadilan.
Atas perbuatannya, para tersangka ini dijerat dengan Pasal 92 Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Pasal 88 Undang-Undang RI No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dengan ancaman hukuman maksimal delapan tahun penjara dan denda maksimal Rp1,5 miliar.