Surabaya (ANTARA) - Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya telah menerapkan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang SD dan SMP berbasis daring untuk mencegah adanya oknum yang melakukan jual beli bangku sekolah.
Pelaksana Tugas (Plt) Kabid Sekolah Menengah (Sekmen) Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya Tri Aji Nugroho di Surabaya, Jumat, mengatakan, PPDB di Surabaya telah berlangsung secara daring, sehingga apabila ada oknum yang menjanjikan dapat memasukkan anak ke sekolah negeri, maka itu dipastikan tidak benar.
"Karena prinsip dengan menggunakan PPDB daring ini sudah tidak memungkinkan adanya oknum yang jual beli bangku sekolah," kata Tri Aji Nugroho.
Untuk itu, Aji menyatakan, ketika ada informasi di media yang menyebut adanya oknum yang melakukan jual beli bangku di sekolah, maka itu dipastikan tidak benar. Bahkan, lanjut dia, untuk memastikan informasi itu, pihaknya mengaku telah melakukan cek silang ke sekolah tersebut.
"Kami sudah crosscheck ke sekolah tersebut dan tidak menemukan inisial orang yang dimaksud dalam berita itu. Sehingga adanya jual beli bangku sekolah itu tidak terbukti," ujarnya.
Terlebih pula, kata Aji, ketika ditelusuri ke sekolah, inisial oknum yang dimaksud dalam berita itu juga tidak ada. Artinya, inisial itu tidak ada di dalam lingkungan lembaga pendidikan yang dimaksud, baik itu tenaga pengajar, staf ataupun karyawan di sekolah.
"Karena memang inisial oknum itu tidak ada. Kita tidak tahu oknum yang diberitakan media itu siapa. Yang pasti bukan orang sekolah inisial itu," katanya.
Meski belum ada laporan yang diterima Dispendik, namun Aji memastikan telah melakukan pengecekan langsung ke lembaga pendidikan yang dimaksud. "Tidak ada laporan juga. Tapi, karena ada informasi di media, maka kemudian kami telusuri dan ternyata setelah ditelusuri tidak ada inisial itu," katanya.
Selain itu, Aji juga menjelaskan, bahwa ketika jadwal PPDB telah ditutup, otomatis sistem juga menutup pendaftaran. Selanjutnya, pihaknya akan mencocokkan daftar calon peserta didik yang telah masuk ke dalam sistem dengan pendataan yang dilakukan oleh pihak sekolah.
"Jadi setelah pendaftaran itu ditutup, lalu kita bandingkan dengan pendataan yang dilakukan oleh mereka (pihak sekolah) dengan PPDB-nya. Apakah ada orang (calon siswa) baru di situ," katanya.
Fraksi PDIP DPRD Surabaya sebelumnya menerima laporan adanya praktik jual beli bangku sekolah dari orang tua siswa di Surabaya pada Kamis (15/9). Salah seorang warga Eko Setiawan bersama Mat Arifin seorang tukang kebon yang mengungkapkan adanya oknum yang menjanjikan untuk masuk ke SMPN 9 Surabaya dengan biaya Rp7,5 juta.
Sekretaris Fraksi PDIP DPRD Surabaya Abdul Ghoni Muklas Niam mengatakan, pihaknya akan menindak lanjuti laporan itu supaya bisa jadi efek jera bagi oknum.
Sementara itu, Ketua Fraksi PDIP DPRD Surabaya Baktiono mengatakan pihaknya akan membantu korban agar bisa sekolah lagi meskipun itu di sekolah swasta, sebab anak tersebut belum sekolah selama 3 bulan.
"Saya usahakan anaknya untuk dimasukkan ke sekolah swasta, dikarenakan anak ini sudah 3 bulan tidak sekolah," katanya.
Pelaksana Tugas (Plt) Kabid Sekolah Menengah (Sekmen) Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya Tri Aji Nugroho di Surabaya, Jumat, mengatakan, PPDB di Surabaya telah berlangsung secara daring, sehingga apabila ada oknum yang menjanjikan dapat memasukkan anak ke sekolah negeri, maka itu dipastikan tidak benar.
"Karena prinsip dengan menggunakan PPDB daring ini sudah tidak memungkinkan adanya oknum yang jual beli bangku sekolah," kata Tri Aji Nugroho.
Untuk itu, Aji menyatakan, ketika ada informasi di media yang menyebut adanya oknum yang melakukan jual beli bangku di sekolah, maka itu dipastikan tidak benar. Bahkan, lanjut dia, untuk memastikan informasi itu, pihaknya mengaku telah melakukan cek silang ke sekolah tersebut.
"Kami sudah crosscheck ke sekolah tersebut dan tidak menemukan inisial orang yang dimaksud dalam berita itu. Sehingga adanya jual beli bangku sekolah itu tidak terbukti," ujarnya.
Terlebih pula, kata Aji, ketika ditelusuri ke sekolah, inisial oknum yang dimaksud dalam berita itu juga tidak ada. Artinya, inisial itu tidak ada di dalam lingkungan lembaga pendidikan yang dimaksud, baik itu tenaga pengajar, staf ataupun karyawan di sekolah.
"Karena memang inisial oknum itu tidak ada. Kita tidak tahu oknum yang diberitakan media itu siapa. Yang pasti bukan orang sekolah inisial itu," katanya.
Meski belum ada laporan yang diterima Dispendik, namun Aji memastikan telah melakukan pengecekan langsung ke lembaga pendidikan yang dimaksud. "Tidak ada laporan juga. Tapi, karena ada informasi di media, maka kemudian kami telusuri dan ternyata setelah ditelusuri tidak ada inisial itu," katanya.
Selain itu, Aji juga menjelaskan, bahwa ketika jadwal PPDB telah ditutup, otomatis sistem juga menutup pendaftaran. Selanjutnya, pihaknya akan mencocokkan daftar calon peserta didik yang telah masuk ke dalam sistem dengan pendataan yang dilakukan oleh pihak sekolah.
"Jadi setelah pendaftaran itu ditutup, lalu kita bandingkan dengan pendataan yang dilakukan oleh mereka (pihak sekolah) dengan PPDB-nya. Apakah ada orang (calon siswa) baru di situ," katanya.
Fraksi PDIP DPRD Surabaya sebelumnya menerima laporan adanya praktik jual beli bangku sekolah dari orang tua siswa di Surabaya pada Kamis (15/9). Salah seorang warga Eko Setiawan bersama Mat Arifin seorang tukang kebon yang mengungkapkan adanya oknum yang menjanjikan untuk masuk ke SMPN 9 Surabaya dengan biaya Rp7,5 juta.
Sekretaris Fraksi PDIP DPRD Surabaya Abdul Ghoni Muklas Niam mengatakan, pihaknya akan menindak lanjuti laporan itu supaya bisa jadi efek jera bagi oknum.
Sementara itu, Ketua Fraksi PDIP DPRD Surabaya Baktiono mengatakan pihaknya akan membantu korban agar bisa sekolah lagi meskipun itu di sekolah swasta, sebab anak tersebut belum sekolah selama 3 bulan.
"Saya usahakan anaknya untuk dimasukkan ke sekolah swasta, dikarenakan anak ini sudah 3 bulan tidak sekolah," katanya.