Tomohon, Sulut (ANTARA) - Pelaksana Tugas Sekda Kota Tomohon, Provinsi Sulawesi Utara, Jemmy Ringkuangan menyatakan aktivitas vulkanik Gunung Lokon dan Gunung Mahawu yang mengapit Kota Tomohon, menjadi salah satu ancaman potensial bencana di kota berpenduduk lebih dari 100 ribu jiwa itu.
"Kota Tomohon merupakan salah satu kota di Indonesia yang diapit dua gunung berapi aktif yaitu Gunung Lokon dan Mahawu," katanya pada sosialisasi penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat terhadap kesiapsiagaan bencana di Tomohon, Kamis.
Ia menjelaskan aktivitas dua gunung api aktif tersebut secara geologis dapat menyebabkan bencana gempa bumi, erupsi gunung, gerakan tanah serta secara hidrologis dapat menimbulkan bencana banjir, kekeringan dan kebakaran hutan.
"Untuk mengatasi beragamnya tingkat risiko bencana tersebut menghendaki warga negara dan aparatur senantiasa waspada serta tanggap dalam penanggulangan bencana," katanya.
Karena itu, menurut dia, filosofi "living harmony with risk" atau hidup serasi dan selaras dengan risiko bencana dengan mengutamakan prinsip pencegahan dan kesiapsiagaan, penanganan kedaruratan dan penanganan pascabencana terus disosialisasikan.
Sosialisasi ini, menurut dia, merupakan kegiatan strategis karena kegiatan ini diarahkan untuk menjadikan Kota Tomohon sebagai kota siaga dan siap terhadap ancaman bencana.
Ia mengatakan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana adalah bagian dari revolusi mental sebagai upaya mengubah perilaku masyarakat menuju budaya aman bencana dengan melakukan edukasi publik melalui gerakan kesiapsiagaan dan meningkatkan peran seluruh komponen pemerintah, organisasi, masyarakat, komunitas, serta khususnya keluarga dan individu itu sendiri.
"Penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat terhadap kesiapsiagaan bencana adalah masyarakat yang memiliki kemampuan mandiri untuk beradaptasi dalam menghadapi potensi ancaman bencana," katanya.
Masyarakat juga diharapkan mampu memulihkan diri dengan segera dari dampak bencana serta mempunyai ketangguhan dan kemampuan mengenali ancaman di wilayahnya serta mampu mengorganisasikan sumber daya masyarakatnya mengurangi kerentanan sekaligus meningkatkan kapasitas demi mengurangi risiko bencana, demikian Jemmy Ringkuangan.
"Kota Tomohon merupakan salah satu kota di Indonesia yang diapit dua gunung berapi aktif yaitu Gunung Lokon dan Mahawu," katanya pada sosialisasi penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat terhadap kesiapsiagaan bencana di Tomohon, Kamis.
Ia menjelaskan aktivitas dua gunung api aktif tersebut secara geologis dapat menyebabkan bencana gempa bumi, erupsi gunung, gerakan tanah serta secara hidrologis dapat menimbulkan bencana banjir, kekeringan dan kebakaran hutan.
"Untuk mengatasi beragamnya tingkat risiko bencana tersebut menghendaki warga negara dan aparatur senantiasa waspada serta tanggap dalam penanggulangan bencana," katanya.
Karena itu, menurut dia, filosofi "living harmony with risk" atau hidup serasi dan selaras dengan risiko bencana dengan mengutamakan prinsip pencegahan dan kesiapsiagaan, penanganan kedaruratan dan penanganan pascabencana terus disosialisasikan.
Sosialisasi ini, menurut dia, merupakan kegiatan strategis karena kegiatan ini diarahkan untuk menjadikan Kota Tomohon sebagai kota siaga dan siap terhadap ancaman bencana.
Ia mengatakan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana adalah bagian dari revolusi mental sebagai upaya mengubah perilaku masyarakat menuju budaya aman bencana dengan melakukan edukasi publik melalui gerakan kesiapsiagaan dan meningkatkan peran seluruh komponen pemerintah, organisasi, masyarakat, komunitas, serta khususnya keluarga dan individu itu sendiri.
"Penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat terhadap kesiapsiagaan bencana adalah masyarakat yang memiliki kemampuan mandiri untuk beradaptasi dalam menghadapi potensi ancaman bencana," katanya.
Masyarakat juga diharapkan mampu memulihkan diri dengan segera dari dampak bencana serta mempunyai ketangguhan dan kemampuan mengenali ancaman di wilayahnya serta mampu mengorganisasikan sumber daya masyarakatnya mengurangi kerentanan sekaligus meningkatkan kapasitas demi mengurangi risiko bencana, demikian Jemmy Ringkuangan.