Manado (ANTARA) - Dalam mendukung pembangunan ekonomi masyarakat, kehadiran infrastruktur tertentu dalam tenaga listrik khususnya untuk daerah kepulauan dan terpencil merupakan salah satu alat penyokong penting bagi kesejahteraan masyarakat. Pembangunan PLTU Tarun dalam hal akan menjadi salah satu sumber energi listrik untuk mendukung keseharian aktivitas masyarakat.
Disisi lain tentunya memiliki pengaruh negatif dari pengoperasian PLTU terhadap Kesehatan masyarakat. Adapun dalam proses pembakaran pada PLTU produk yang dihasilkan terdapat limbah padat yaitu partikulat yang terbawa gas (fly ash) dan partikulat yang dikeluarkan dari bawah tungku (bottom ash).
Limbah gas dan padat yang dikeluarkan berukuran 0,1–25 mikron yang merupakan salah satu agen penyebab masalah Kesehatan masyarakat. Sehingga memerlukan pengelolaan lebih lanjut agar tidak menimbulkan masalah lingkungan, seperti pencemaran udara, atau perairan, dan penurunan kualitas dan produktivitas ekosistem.
Secara umum suatu PLTU tertentu dapat memproduksi emisi gas CO2, SOX, NOX, Polutan logam berat, termasuk polutan Radioaktif (Karbon, Kalium, Timbal, Radium, dsb) serta endapan dalam jumlah yang besar.
Kandungan emisi ini dikategorikan dalam limbah B3 karena terdapat kandungan oksida logam berat yang akan mengalami kelarutan maupun dapat melakukan perubahan struktur secara alami dan meningkatkan toksisitas bagi lingkungan.
Emisi gas CO2 secara langsung dapat mempengaruhi lingkungan atmosfir dimana membantu meningkatkan angka pemanasan global yang sedang terjadi. Distribusi partikulat dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung terhadap manusia. Secara langsung partikulat yang terbawa angin akan masuk dalam saluran respirasi dan berdampak infeksi terhadap jaringan dimana memiliki efek toksisitas, karsinogen hingga dapat menyebabkan gangguan pernapasan seperti ISPA.
Distribusi secara tidak langsung yaitu melalui pencemaran toksisitas lingkungan baik aquatic maupun terrestrial. Kandungan senyawa toksik akan terakumulasi dalam jaringan organisme hewan dan tumbuhan seiring dengan proses rantai makanan berlangsung. Hingga jumlah akumulasi senyawa toksik akan lebih besar ketika dikonsumsi oleh manusia. Efek toksik yang ditimbulkan terhadap lingkungan aquatic dapat mempengaruhi beberapa organisme dari tingkat trofik pertama dan kedua, intoleransi terhadap senyawa toksik yang ada dapat menyebabkan berkurangnya populasi organisme dan menggangu keseimbangan ekosistem setempat.
Polutan logam berat dan senyawa toksik yang telah memasuki tubuh melalui konsumsi dan pernapasan, dapat mengakibatkan inhibisi dan kerusakan pada jaringan dalam beberapa cara apabila melebihi batas toleransi tubuh.
(1) adanya pengikatan dengan gugus sulfhidril, sehingga dapat menyebabkan fungsi enzim pada jaringan tubuh akan terganggu, beberapa reaksi biokimia tidak dapat dilaksanakan.
(2) Adanya pengikatan dengan enzim siklus krebs, mengakibatkan proses oksidasi-fosforilasi tidak dapat dilanjutkan. Perolehan energi bagi tubuh tidak akan tercukupi sehingga dapat menimbulkan gejala letih lesuh.
(3) melalui efek langsung pada jaringan menyebabkan kematian sel (nekrosis) pada saluran digesti, kerusakan pada jaringan vascular, Adapun perubahan degenerasi pada hati dan ginjal. Menurut Wardhana, 2001 SO2 dapat mengakibatkan penyakit kronis Apabila waktu paparan dengan gas SO2 cukup yang lama maka akan terjadi peradangan jaringan pada selaput lendir yang diikuti oleh parlysis cilia (kelumpuhan sistem pernafasan), kerusakan lapisan epitalium yang pada akhirnya diikuti oleh kematian.
Polutan dengan sifat radioaktif yang paling dominan dihasilkan oleh limbah PLTU umumnya adalah seperti U-238, Th-232, dan K-40. Unsur ini memiliki waktu paruh yang sangat panjang hingga milyaran tahun dibutuhkan untuk meluruhkan 50 % atom dari isotop radioaktif ini. Polutan radioaktif akan berdampak buruk bagi Kesehatan manusia.
Paparan radiasi tipe partikel alfa (α), memiliki massa relative besar sehingga sangat berbahaya jika berbenturan dengan sel, sedangkan partikel beta β, memiliki kemampuan penetrasi lebih besar dibandingkan partikel alfa. Isotop radioaktif ini mengikuti jalur biokimia yang sama ditubuh dengan unsur stabilnya. 80 % total Iodine di tubuh disimpan dalam kelenjar thyroid, membentuk komponen penting dalam pertumbuhan hormone thyroxin, jika ada Iodine radioaktif terkonsumsi, akan terkonsentrasi atau terakumulasi di kelenjar thyroid yang menyebabkan kanker thyroid.
Beberapa risiko Kesehatan diatas merupakan hal yang sekiranya perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pembangunan dan pengoperasian PLTU, dimana Kesehatan masyarakat menjadi salah satu hal penting terhadap kesejahteraan. Tidak menutup kesempatan bagi masyarakat di lokasi PLTU setempat untuk berperan aktif dalam menganalisa risiko Kesehatan yang akan berdampak pada masa mendatang.
Pemerintah daerah ada baiknya memperkirakan risiko yang akan diterima serta menambahkan penambahan ataupun pengembangan teknologi tertentu dalam meminimalisir emisi polutan yang dihasilkan sehingga dampak yang diberikan terhadap lingkungan akan lebih kecil dan tidak membahayakan kesehatan masyarakat. Masyarakat tentunya tetap disarankan untuk mengonsumsi serat makanan seperti pektin, lignin, dan beberapa hemiselulosa dari polisakarida lain yang larut dalam air, adapun vitamin C, serta bioflavonid yang dapat menetralkan dan mengurangi penyerapan senyawa toksik melalui sistem pencernaan.
Jeremia F. Apitalau
Mahasiswa Bioteknologi, Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta
Disisi lain tentunya memiliki pengaruh negatif dari pengoperasian PLTU terhadap Kesehatan masyarakat. Adapun dalam proses pembakaran pada PLTU produk yang dihasilkan terdapat limbah padat yaitu partikulat yang terbawa gas (fly ash) dan partikulat yang dikeluarkan dari bawah tungku (bottom ash).
Limbah gas dan padat yang dikeluarkan berukuran 0,1–25 mikron yang merupakan salah satu agen penyebab masalah Kesehatan masyarakat. Sehingga memerlukan pengelolaan lebih lanjut agar tidak menimbulkan masalah lingkungan, seperti pencemaran udara, atau perairan, dan penurunan kualitas dan produktivitas ekosistem.
Secara umum suatu PLTU tertentu dapat memproduksi emisi gas CO2, SOX, NOX, Polutan logam berat, termasuk polutan Radioaktif (Karbon, Kalium, Timbal, Radium, dsb) serta endapan dalam jumlah yang besar.
Kandungan emisi ini dikategorikan dalam limbah B3 karena terdapat kandungan oksida logam berat yang akan mengalami kelarutan maupun dapat melakukan perubahan struktur secara alami dan meningkatkan toksisitas bagi lingkungan.
Emisi gas CO2 secara langsung dapat mempengaruhi lingkungan atmosfir dimana membantu meningkatkan angka pemanasan global yang sedang terjadi. Distribusi partikulat dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung terhadap manusia. Secara langsung partikulat yang terbawa angin akan masuk dalam saluran respirasi dan berdampak infeksi terhadap jaringan dimana memiliki efek toksisitas, karsinogen hingga dapat menyebabkan gangguan pernapasan seperti ISPA.
Distribusi secara tidak langsung yaitu melalui pencemaran toksisitas lingkungan baik aquatic maupun terrestrial. Kandungan senyawa toksik akan terakumulasi dalam jaringan organisme hewan dan tumbuhan seiring dengan proses rantai makanan berlangsung. Hingga jumlah akumulasi senyawa toksik akan lebih besar ketika dikonsumsi oleh manusia. Efek toksik yang ditimbulkan terhadap lingkungan aquatic dapat mempengaruhi beberapa organisme dari tingkat trofik pertama dan kedua, intoleransi terhadap senyawa toksik yang ada dapat menyebabkan berkurangnya populasi organisme dan menggangu keseimbangan ekosistem setempat.
Polutan logam berat dan senyawa toksik yang telah memasuki tubuh melalui konsumsi dan pernapasan, dapat mengakibatkan inhibisi dan kerusakan pada jaringan dalam beberapa cara apabila melebihi batas toleransi tubuh.
(1) adanya pengikatan dengan gugus sulfhidril, sehingga dapat menyebabkan fungsi enzim pada jaringan tubuh akan terganggu, beberapa reaksi biokimia tidak dapat dilaksanakan.
(2) Adanya pengikatan dengan enzim siklus krebs, mengakibatkan proses oksidasi-fosforilasi tidak dapat dilanjutkan. Perolehan energi bagi tubuh tidak akan tercukupi sehingga dapat menimbulkan gejala letih lesuh.
(3) melalui efek langsung pada jaringan menyebabkan kematian sel (nekrosis) pada saluran digesti, kerusakan pada jaringan vascular, Adapun perubahan degenerasi pada hati dan ginjal. Menurut Wardhana, 2001 SO2 dapat mengakibatkan penyakit kronis Apabila waktu paparan dengan gas SO2 cukup yang lama maka akan terjadi peradangan jaringan pada selaput lendir yang diikuti oleh parlysis cilia (kelumpuhan sistem pernafasan), kerusakan lapisan epitalium yang pada akhirnya diikuti oleh kematian.
Polutan dengan sifat radioaktif yang paling dominan dihasilkan oleh limbah PLTU umumnya adalah seperti U-238, Th-232, dan K-40. Unsur ini memiliki waktu paruh yang sangat panjang hingga milyaran tahun dibutuhkan untuk meluruhkan 50 % atom dari isotop radioaktif ini. Polutan radioaktif akan berdampak buruk bagi Kesehatan manusia.
Paparan radiasi tipe partikel alfa (α), memiliki massa relative besar sehingga sangat berbahaya jika berbenturan dengan sel, sedangkan partikel beta β, memiliki kemampuan penetrasi lebih besar dibandingkan partikel alfa. Isotop radioaktif ini mengikuti jalur biokimia yang sama ditubuh dengan unsur stabilnya. 80 % total Iodine di tubuh disimpan dalam kelenjar thyroid, membentuk komponen penting dalam pertumbuhan hormone thyroxin, jika ada Iodine radioaktif terkonsumsi, akan terkonsentrasi atau terakumulasi di kelenjar thyroid yang menyebabkan kanker thyroid.
Beberapa risiko Kesehatan diatas merupakan hal yang sekiranya perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pembangunan dan pengoperasian PLTU, dimana Kesehatan masyarakat menjadi salah satu hal penting terhadap kesejahteraan. Tidak menutup kesempatan bagi masyarakat di lokasi PLTU setempat untuk berperan aktif dalam menganalisa risiko Kesehatan yang akan berdampak pada masa mendatang.
Pemerintah daerah ada baiknya memperkirakan risiko yang akan diterima serta menambahkan penambahan ataupun pengembangan teknologi tertentu dalam meminimalisir emisi polutan yang dihasilkan sehingga dampak yang diberikan terhadap lingkungan akan lebih kecil dan tidak membahayakan kesehatan masyarakat. Masyarakat tentunya tetap disarankan untuk mengonsumsi serat makanan seperti pektin, lignin, dan beberapa hemiselulosa dari polisakarida lain yang larut dalam air, adapun vitamin C, serta bioflavonid yang dapat menetralkan dan mengurangi penyerapan senyawa toksik melalui sistem pencernaan.
Jeremia F. Apitalau
Mahasiswa Bioteknologi, Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta