Manado (ANTARA) - Pandemi COVID-19 selain menelan ribuan korban jiwa juga memukul perekonomian Indonesia dari segala sisi baik demand maupun supply.Pertumbuhan ekonomi triwulanII 2020 yang mengalami kontraksi sebesar 5,32%year on year(yoy), dan masih mengalami kontraksi pada triwulan III sebesar 3,49% yoy dimana sebelumnya pada kuartal I 2020 masih tumbuh positif mencapai 2,97% menjadi bukti nyata dahsyatnya dampak COVID-19 terhadap perekonomian.
Untuk memperbaiki kondisi tersebut sekaligus menghindarkan dari jurang resesi, salah satu upaya pemerintah adalah dengan mendorong percepatan realisasi khususnya dari belanja APBN. Langkah tersebut dapat dimaklumi karena dalam beberapa tahun terakhir kontribusi government spending (G) memang cukup besar terhadap growth. Namun harus diperhatikan juga bahwa belanja yang dilakukan secara mendadak tanpa perencanaan dan perhitungan yang matang serta adanya berbagai hambatan akibat pandemi Covid-19 berpotensi menciptakan inefisiensi yang sangat besar.
Realisasi Belanja Kementerian/Lembaga Per Jenis Belanja s.d 11November 2020(miliar)
Sumber : AplikasiOM SPAN (1)
Realisasi belanja APBN secara keseluruhan hingga 11 November 2020 baru mencapai 80,3%. Realisasi belanja Kementerian/Lembaga (akun 51, 52, 53, dan 57) lebih rendah lagi yakni baru mencapai 73,9% yang artinya jika seluruh satuan kerja diminta mempercepat realisasinya mereka hanya punya waktu sekitar 40 hari untuk menghabiskan 26,1% sisa anggaran yang belum terserap.
Tidak dapat dipungkiri bahwa hingga kini ukuran utama keberhasilan suatu negara adalah dilihat dari seberapa besar growth yang mampu dihasilkan. Namun perlu ditekankan juga bahwa pada era paradigma baru growth tersebut juga harus berkualitas dan berkesinambungan. Beberapa indikator utama untuk mengukur bahwa pertumbuhan tersebut apakah sudah berkualitas dan berkesinambungan dilihat dari seberapa besar dampak growth tersebut terhadap pengurangan angka pengangguran dan angka kemiskinan serta tidak semata mengeksploitasi kekayaan alam yang berdampak pada kerusakan (sustainable).
Hambatan pelaksanaan anggaran pada masa Pandemi Covid-19
Untuk menjelaskan rendahnya realisasi APBN pada saat ini, maka terlebih dahulu kita harus memahami berbagai kendala yang dihadapi satuan kerja dalam pelaksanaan anggaran di masa pandemi Covid-19. Dari hasil wawancara maupun kuesioner yang telah dilakukan oleh penulis terhadap beberapa satuan kerja didapatkan beberapa kendala yang dihadapi satuan kerja antara lain:
#Proses revisi refocussing oleh eselon1 di DJA memakan waktu yang cukup lama,dimana selama proses revisi tersebut terdapat pembatasan beberapa jenis belanja;
#Beberapa kegiatan koordinasi tidak bisa berjalan lancar akibat penerapan kebijakan Work From Home maupun Flexible WorkingSpace;
#Adendum kontrak akibat pemotongan anggaran beberapa proyek yang sudah didaftarkan bahkan yang sudah berjalan;
#Berbagai aktifitas harus disesuaikan dengan protokol kesehatan;
#PSBB/Lockdown menghambat pekerjaan perjalanan dinas maupun pekerjaan yang butuh didukung dengan perjalanan dinas.
Permintaan Percepatan Realisasi
Setelah rilis data pertumbuhan ekonomi triwulan II 2020 yang mengalami kontraksi sebesar 5,32%year on year(yoy), Presiden Joko Widodo segera merespon dengan memberikan arahan tegas kepada Menteri dan pejabat eselon1 untuk segera mempercepat realisasi APBN. Arahan tersebut hingga saat ini belum ditindaklanjuti dengan penjelasan yang memadai mengenai belanja apa saja yang harus dipercepat dan diprioritaskan mengingat dalam kondisi Pandemi Covid-19 ini cukup banyak kendala dalam pelaksanaan anggaran. Untuk belanja yang sifatnya strategis seperti infrastruktur, serta program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) semua pihak pasti sepakat bahwa belanja tersebut merupakan prioritas utama yang harus segera direalisasikan secarapenuh.
Belanja Perjalanan Dinas
Bagamaimana dengan belanja lainnya? Tentu saja muncul perdebatan karena adanya multi persepsi atas arahan Presiden tersebut. Beberapa beranggapan semua jenis belanja harus dipercepat realisasinya dan beberapa lainnya beranggapan hanya untuk belanja tertentu yang sifatnya strategis. Untuk mempersempit pembahasan, dilakukan penekanan terhadap belanja perjalanan dinas (akun 524xxx) dimana akun tersebut menurut penulis merupakan belanja yang sangat sulit dan berisiko jika dipaksakan untuk direalisasikan secara optimal. Belanja perjalanan dinas memang bisa mendukung industri penerbangan hingga perhotelan yang cukup terpukul selama pandemi, namun perlu dipertimbangkan juga sisi negatifnya seperti hambatan terkait pemenuhan protokol kesehatan serta aturan keluar masuk daerah yang bisa berbeda-beda tiap daerah, dan yang paling harus diperhatikan bahwa aktifitas perjalanan dinas sangat berpotensi menambah jumlah kasus penderita COVID-19.
Perbandingan Realisasi Belanja Perjalanan Dinas dengan Belanja Lainnya (miliar)
Sumber : AplikasiOM SPAN (1)
Dengan adanya kebijakan pelonggaran PSBB hampir di seluruh wilayah sejak awal Oktober yang diikuti dengan dibukanya kembali penerbangan secara normal, serta adanya dorongan untuk percepatan realisasi berdampak signifikan terhadapak selerasi aktifitas perjalanan dinas. Hingga akhir September realisasi belanja perjalanan dinas oleh Kementerian/Lembaga baru mencapai 44,8%, jauh di bawah belanja non perjalanan dinas yang telah mencapai 61,8%. Namun, mulai Oktober hingga 11 November terlihat bahwa persentasi realisasi belanja perjalanan dinas sudah melebihi persentasi realisasi belanja non perjalanan dinas. Tren akselerasi belanja perjalanan dinas akan terus berlanjut dan bahkan meningkat hingga akhir tahun ini. Secara realistis belanja perjalanan dinas ini harusnya cukup diberikan target realisasi sebesar 70%kemudiansisa 30% atau sekitar Rp.7,8 triliun bisa dialokasikan untuk mendukung program PEN seperti padatkarya dan bantuan sosial mengingat masih cukup banyak masyarakat miskin yang belum mendapatkan bantuan secara memadai.
Dalam kondisi sekarang ini, harus terus diperbanyak bantuan untuk masyarakat seperti bantuan tunai serta program padat karya karena akan langsung berdampak pada meningkatnya daya bel isekaligus menyerap tenaga kerja dan tentunya mempunyai multipliereffect yang besar karena masyarakat golongan ekonomi bawah memilikimarginal propensity to consume(MPC) yang sangat besar sehingga turut mendukung terciptanya growth yang berkualitas.
Kesimpulan/Penutup
Percepatan realisasi anggaran memang harus dilaksanakan namun tetap dengan disertai target yang rasional karena keterbatasan waktu serta berbagai hambatan dalam kondisi pandemi Covid-19. Jikapun langkah tersebut tetap dipaksakan untuk mencapai target 100% maka akan berpotensi menimbulkan inefisiensi dalam jumlah yang tinggi.Pemerintah harus segera membuat semacam guidance terkait belanja apa saja yang harus diprioritaskan untuk segera direalisasikan untuk menghindari kegamangan maupun perdebatan. Percepatan realisasi harus difokuskan pada belanja – belanja yang bersifat strategis dan memiliki multipliereffect yang tinggi seperti bantuan sosial, belanja infrastruktur, belanja program pemulihan ekonomi nasional(PEN).
Belanja perjalanan dinas seharusnya menjadi alat atau sarana pendukung untuk mencapai sasaran output sehingga akan menjadi rancu jika belanja tersebut berubah menjadi sasaran atau target yang harus dipenuhi. Selama masa PSBB antara bulan Maret hingga September, berbagai kegiatan yang sebelumnya dilakukan secara tatap muka dan memerlukan perjalanan dinas bisa dilaksanakan secara daring baik melalui zoom atau media lainnya. Hal tersebut seharusnya menjadi salah satu bagian ‘Normal Baru’ yang harus dipertahankan. Oleh karena itu, belanja perjalanan dinas tersebut terlebih masih dalam masa pandemi COVID-19 idealnya direalokasikan untuk belanja yang lebih sensitif seperti bantuan sosial tunai, bantuan pemerintah, serta menambah alokasi untuk program PEN khususnya padat karya tunai. Belanja lain yang masih memiliki ruang cukup besar untuk direalokasikan seperti halnya belanja perjalanan dinas adalah belanja bahan, belanja honorarium serta belanja jasa. Kementerian Keuangan harus segera membuat kembali kebijakan penghematan atau refocussing anggaran untuk merealokasikan belanja – belanja yang sulit untuk direalisasikan secara optimal tersebut.
(Penulis Endra Wijaya / 198112012004121001, KepalaSeksiSupervisi Proses BisnisBidang SKKI, Kanwil DJPb Provinsi Sulut)
Untuk memperbaiki kondisi tersebut sekaligus menghindarkan dari jurang resesi, salah satu upaya pemerintah adalah dengan mendorong percepatan realisasi khususnya dari belanja APBN. Langkah tersebut dapat dimaklumi karena dalam beberapa tahun terakhir kontribusi government spending (G) memang cukup besar terhadap growth. Namun harus diperhatikan juga bahwa belanja yang dilakukan secara mendadak tanpa perencanaan dan perhitungan yang matang serta adanya berbagai hambatan akibat pandemi Covid-19 berpotensi menciptakan inefisiensi yang sangat besar.
Realisasi Belanja Kementerian/Lembaga Per Jenis Belanja s.d 11November 2020(miliar)
Realisasi belanja APBN secara keseluruhan hingga 11 November 2020 baru mencapai 80,3%. Realisasi belanja Kementerian/Lembaga (akun 51, 52, 53, dan 57) lebih rendah lagi yakni baru mencapai 73,9% yang artinya jika seluruh satuan kerja diminta mempercepat realisasinya mereka hanya punya waktu sekitar 40 hari untuk menghabiskan 26,1% sisa anggaran yang belum terserap.
Tidak dapat dipungkiri bahwa hingga kini ukuran utama keberhasilan suatu negara adalah dilihat dari seberapa besar growth yang mampu dihasilkan. Namun perlu ditekankan juga bahwa pada era paradigma baru growth tersebut juga harus berkualitas dan berkesinambungan. Beberapa indikator utama untuk mengukur bahwa pertumbuhan tersebut apakah sudah berkualitas dan berkesinambungan dilihat dari seberapa besar dampak growth tersebut terhadap pengurangan angka pengangguran dan angka kemiskinan serta tidak semata mengeksploitasi kekayaan alam yang berdampak pada kerusakan (sustainable).
Hambatan pelaksanaan anggaran pada masa Pandemi Covid-19
Untuk menjelaskan rendahnya realisasi APBN pada saat ini, maka terlebih dahulu kita harus memahami berbagai kendala yang dihadapi satuan kerja dalam pelaksanaan anggaran di masa pandemi Covid-19. Dari hasil wawancara maupun kuesioner yang telah dilakukan oleh penulis terhadap beberapa satuan kerja didapatkan beberapa kendala yang dihadapi satuan kerja antara lain:
#Proses revisi refocussing oleh eselon1 di DJA memakan waktu yang cukup lama,dimana selama proses revisi tersebut terdapat pembatasan beberapa jenis belanja;
#Beberapa kegiatan koordinasi tidak bisa berjalan lancar akibat penerapan kebijakan Work From Home maupun Flexible WorkingSpace;
#Adendum kontrak akibat pemotongan anggaran beberapa proyek yang sudah didaftarkan bahkan yang sudah berjalan;
#Berbagai aktifitas harus disesuaikan dengan protokol kesehatan;
#PSBB/Lockdown menghambat pekerjaan perjalanan dinas maupun pekerjaan yang butuh didukung dengan perjalanan dinas.
Permintaan Percepatan Realisasi
Setelah rilis data pertumbuhan ekonomi triwulan II 2020 yang mengalami kontraksi sebesar 5,32%year on year(yoy), Presiden Joko Widodo segera merespon dengan memberikan arahan tegas kepada Menteri dan pejabat eselon1 untuk segera mempercepat realisasi APBN. Arahan tersebut hingga saat ini belum ditindaklanjuti dengan penjelasan yang memadai mengenai belanja apa saja yang harus dipercepat dan diprioritaskan mengingat dalam kondisi Pandemi Covid-19 ini cukup banyak kendala dalam pelaksanaan anggaran. Untuk belanja yang sifatnya strategis seperti infrastruktur, serta program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) semua pihak pasti sepakat bahwa belanja tersebut merupakan prioritas utama yang harus segera direalisasikan secarapenuh.
Belanja Perjalanan Dinas
Bagamaimana dengan belanja lainnya? Tentu saja muncul perdebatan karena adanya multi persepsi atas arahan Presiden tersebut. Beberapa beranggapan semua jenis belanja harus dipercepat realisasinya dan beberapa lainnya beranggapan hanya untuk belanja tertentu yang sifatnya strategis. Untuk mempersempit pembahasan, dilakukan penekanan terhadap belanja perjalanan dinas (akun 524xxx) dimana akun tersebut menurut penulis merupakan belanja yang sangat sulit dan berisiko jika dipaksakan untuk direalisasikan secara optimal. Belanja perjalanan dinas memang bisa mendukung industri penerbangan hingga perhotelan yang cukup terpukul selama pandemi, namun perlu dipertimbangkan juga sisi negatifnya seperti hambatan terkait pemenuhan protokol kesehatan serta aturan keluar masuk daerah yang bisa berbeda-beda tiap daerah, dan yang paling harus diperhatikan bahwa aktifitas perjalanan dinas sangat berpotensi menambah jumlah kasus penderita COVID-19.
Perbandingan Realisasi Belanja Perjalanan Dinas dengan Belanja Lainnya (miliar)
Dengan adanya kebijakan pelonggaran PSBB hampir di seluruh wilayah sejak awal Oktober yang diikuti dengan dibukanya kembali penerbangan secara normal, serta adanya dorongan untuk percepatan realisasi berdampak signifikan terhadapak selerasi aktifitas perjalanan dinas. Hingga akhir September realisasi belanja perjalanan dinas oleh Kementerian/Lembaga baru mencapai 44,8%, jauh di bawah belanja non perjalanan dinas yang telah mencapai 61,8%. Namun, mulai Oktober hingga 11 November terlihat bahwa persentasi realisasi belanja perjalanan dinas sudah melebihi persentasi realisasi belanja non perjalanan dinas. Tren akselerasi belanja perjalanan dinas akan terus berlanjut dan bahkan meningkat hingga akhir tahun ini. Secara realistis belanja perjalanan dinas ini harusnya cukup diberikan target realisasi sebesar 70%kemudiansisa 30% atau sekitar Rp.7,8 triliun bisa dialokasikan untuk mendukung program PEN seperti padatkarya dan bantuan sosial mengingat masih cukup banyak masyarakat miskin yang belum mendapatkan bantuan secara memadai.
Dalam kondisi sekarang ini, harus terus diperbanyak bantuan untuk masyarakat seperti bantuan tunai serta program padat karya karena akan langsung berdampak pada meningkatnya daya bel isekaligus menyerap tenaga kerja dan tentunya mempunyai multipliereffect yang besar karena masyarakat golongan ekonomi bawah memilikimarginal propensity to consume(MPC) yang sangat besar sehingga turut mendukung terciptanya growth yang berkualitas.
Kesimpulan/Penutup
Percepatan realisasi anggaran memang harus dilaksanakan namun tetap dengan disertai target yang rasional karena keterbatasan waktu serta berbagai hambatan dalam kondisi pandemi Covid-19. Jikapun langkah tersebut tetap dipaksakan untuk mencapai target 100% maka akan berpotensi menimbulkan inefisiensi dalam jumlah yang tinggi.Pemerintah harus segera membuat semacam guidance terkait belanja apa saja yang harus diprioritaskan untuk segera direalisasikan untuk menghindari kegamangan maupun perdebatan. Percepatan realisasi harus difokuskan pada belanja – belanja yang bersifat strategis dan memiliki multipliereffect yang tinggi seperti bantuan sosial, belanja infrastruktur, belanja program pemulihan ekonomi nasional(PEN).
Belanja perjalanan dinas seharusnya menjadi alat atau sarana pendukung untuk mencapai sasaran output sehingga akan menjadi rancu jika belanja tersebut berubah menjadi sasaran atau target yang harus dipenuhi. Selama masa PSBB antara bulan Maret hingga September, berbagai kegiatan yang sebelumnya dilakukan secara tatap muka dan memerlukan perjalanan dinas bisa dilaksanakan secara daring baik melalui zoom atau media lainnya. Hal tersebut seharusnya menjadi salah satu bagian ‘Normal Baru’ yang harus dipertahankan. Oleh karena itu, belanja perjalanan dinas tersebut terlebih masih dalam masa pandemi COVID-19 idealnya direalokasikan untuk belanja yang lebih sensitif seperti bantuan sosial tunai, bantuan pemerintah, serta menambah alokasi untuk program PEN khususnya padat karya tunai. Belanja lain yang masih memiliki ruang cukup besar untuk direalokasikan seperti halnya belanja perjalanan dinas adalah belanja bahan, belanja honorarium serta belanja jasa. Kementerian Keuangan harus segera membuat kembali kebijakan penghematan atau refocussing anggaran untuk merealokasikan belanja – belanja yang sulit untuk direalisasikan secara optimal tersebut.
(Penulis Endra Wijaya / 198112012004121001, KepalaSeksiSupervisi Proses BisnisBidang SKKI, Kanwil DJPb Provinsi Sulut)