Manado (ANTARA) - Pakar kelautan dari Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, Dr. Rignolda Djamaludin, mengatakan, nelayan terpaksa harus mengambil langkah berbeda untuk bertahan diri dari dampak pandemi COVID-19. 

"Semenjak pandemi COVID-19 menghantam, banyak masyarakat nelayan putar otak, dan menjadi pedagang pagi sore untuk menghidupi keluarga," kata Djamaludin, dalam webinar kbr dari laut, ketahanan nelayan dalam menghadapi pandemi COVID-19, di Manado, Jumat.

Djamaludin mengatakan, memang ketahanan nelayan sangat jatuh akibat hantaman pandemi, karena daya beli masyarakat turun, sehingga suka tidak suka nelayan harus memutar otak dan menambah kerja. 

Pakar lulusan Australia itu mengatakan, para nelayan itu  juga menjadi bagian pedagang ikan, meskipun bukan di pasar dan hanya jualan di tepi jalan. 

"Saya memantau selama beberapa waktu ini, dan menemukan  para nelayan itu, juga menjadi pedagang itupun pagi dan sore," katanya. 

Jika dagangannya tidak laku di pagi hari, katanya, akan  dijual kembali sore sampai malam,  supaya bisa bertahan dari serangan pandemi COVID-19. 

Karena itu dia mengatakan yang paling penting adalah tindakan pemerintah untuk membantu nelayan agar tetap bisa bertahan, dari dampak pandemi COVID-19.

Karena itu, Djamaludin mengatakan, pemerintah harus terjun ke tengah nelayan supaya benar benar tahu, bukan hanya sekadar melihat dari luar tetapi harus benar-benar  masuk agar tahu apa yang dibutuhkan nelayan. 

Pewarta : Joyce Hestyawatie B
Editor : Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024