Jakarta (ANTARA) - Sejak dulu kejahatan yang berkaitan dengan merkuri ini tidak terlalu jelas. Ini diperlukan keterlibatan dari influential leader atau aktor-aktor yang dapat membuat perubahan atau mempengaruhi kebijakan supaya lebih efektif dalam pengalokasiannya dan supaya merkuri yang disita itu bisa masuk ke tempat penyimpanan.

"Yang perlu dipastikan lagi adalah dimana ada bottleneck atau hambatannya supaya bisa dipecahkan," ujar senior analis Global Iniative against Transnational Organized Crime (GITOC), Marcena Hunter di Jakarta dalam lokakarya awal pengurangan pasokan dan ketersediaan merkuri di Indonesia, Senin.

Marcena mengatakan perlu diperhatikan bagaimana pemerintah mengatasi regulatory gap sebelum pemerintah melakukan kebijakan yang sesuai dengan konvensi minamata. Bagaimana cara yang harus dilakukan agar bisa mengimplementasikan konvensi minamata dengan baik.

Peneliti dari Center for Regulation, Policy, and Governance (CRPG), Dyah Paramita mengatakan temuan sementara adalah pemerintah masih mengizinkan pertambangan sinambar dan pemurnian sinambar selama memiliki izin sesuai UU Pertambangan Mineral Batubara Nomor 4 tahun 2009.

"Pada intinya, sinambar ini adalah sumber merkuri. Sebenarnya belum ada pelarangan terhadap sinambar yang notabene sumber dari merkuri," ujar Dyah di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Jakarta Pusat, Senin.

Selanjutnya, Dyah mengatakan senyawa merkuri dan merkuri merupakan senyawa Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang terbatas penggunaannya.

"Ini berdasarkan PP 74 tahun 2001, belum dilarang. Jadi selama ini memiliki izin dari pemerintah yang berwenang. Masih boleh digunakan," ujar Dyah.

Ketiga, merkuri klorida dan merkuri oksida merupakan B3 yang dapat dipergunakan tanpa perlu izin khusus. Selanjutnya, Merkuri (HS No. 2805.40.00) masih dapat diekspor selama ada notifikasi surat KLHK, sesuai Indonesia National Single Window (INSW) dan memenuhi prosedur ekspor.

Impor merkuri hanya dilarang untuk HS nomor 2805.40.40 dan bagi pemegang izin yang bergerak di bidang industri pertambangan emas. Implikasi atas hal ini, impor merkuri dengan nomor HS yang berbeda masih bisa dilakukan oleh pemegang izin non industri pertambangan.

Selanjutnya, distribusi merkuri hanya dilarang bagi HS nomor 2805.40.00 dan bagi pemegang izin industri pertambangan emas.

Perdagangan merkuri daring melalui internet masih marak. Kita masih bisa melihat pedagang-pedagang yang memiliki platform yang gratis melalui blog atau e-commerce dan membuat media sosial sendiri, dia bisa mempromosikan dagangan merkurinya.

Selanjutnya, di bidang kesehatan, izin edar alat kesehatan bermerkuri hanya sampai 31 Desember 2018. Setelah tanggal tersebut, alat kesehatan harus ditarik dan dimusnahkan sesuai ketentuan KLHK.

Selanjutnya menurut Dyah, Batas merkuri pada air minum maksimal 0,001 miligram per liter, Pada makanan dan minuman standar maksimal 0,001 miligram sampai 1,0 part per million (ppm).

Kementerian pertanian sudah melarang penggunaan merkuri dan senyawa merkuri pada pestisida sejak tahun 2015. Kemudian juga ada standar emisi merkuri yang diatur pada pembangkit tenaga listrik adalah PLTU Batubara, PLT Sampah.

Pemerintah juga belum mengatur standar dan pengelolaan merkuri pada industri migas. Menurut Dyah, Mungkin SKK Migas menunggu juga pedoman kebijakan dari pemerintah terkait bagaimana pengelolaan merkuri yang dihasilkan dari kegiatan mereka.

Kemudian juga batas waktu penyimpanan LB3 terbatas. 90, 180, dan 365 hari. Tergantung pada sifat kategori bahaya. Kategori semakin besar semakin lebih lama.

Rekomendasi awal atas temuan ini adalah pertama pertambangan sinambar dan pemurnian sinambar harus dilarang karena merupakan sumber dari merkuri.

"Mungkin nanti dari Kementerian ESDM bisa membuatkan instruksi khusus bahwa tambang dan pemurnian ini dilarang," ujar Dyah.

Kedua, merkuri dan senyawanya harus diatur sebagai B3 yang dilarang penggunaannya dan tidak terbatas pada nomor kode tertentu, harus dilarang ekspor dan impornya.

Kemudian perlu pencabutan atau revisi dari PermenLHK No. 23 tahun 2008 yang mengatur kegiatan pertambangan skala kecil.

"Disitu disebutkan bahwa perlu pengurangan emas dan sianida. Tapi kalau sekarang tidak bisa dikurangi lagi tapi harus dilarang," ujar Dyah.

Perlu diatur aturan khusus tentang rehabilitasi kontaminasi merkuri pada tanah dan lahan serta review atas PermenLHK No 33 tahun 2009 yang tidak khusus membahas soal merkuri

Diperlukan pedoman emisi dan pengelolaan merkuri pada kegiatan migas dan juga perlu pedoman atau standar seperti SNI atau ISO bebas merkuri pada produk konsumen atau kesehatan sehingga konsumen bisa memilih produk barang yang bebas merkuri.

Selanjutnya, perlu review penegakan hukum pada pengadaan merkuri secara daring dan perlu intervensi terhadap guna ulang merkuri (recirculation/ reused/ recovered mercury)

Direktur Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Yun Insiani mengatakan mengatasi merkuri itu luar biasa susahnya, oleh karena itu dilegitimasikan Perpres No 21 tahun 2019.

"Di dalam regulasi ini kita tahu ada PP 74 tahun 2001 yang saat ini sedang proses revisi, sudah beberapa kali dimasukkan dalam Kemenkumham, tapi selalu tidak ada kesepakatan dengan Kementerian Perindustrian mengenai daftar B3," ujar Yun di Jakarta, Senin.

Kemenperin juga sedang menyusun UU Bahan Kimia yang itu juga sama dengan PP 74.

"Jadi ini masalah ego sektoral, mudah-mudahan cepat ada solusi karena kita ingin ini jadi pijakan penegakan hukum," ujar Yun.

Yun menambahkan kalau melihat konvensi minamata tidak mengatur untuk yang migas. Yang diatur adalah manufaktur, emisi yang diminta untuk dikontrol, sedangkan penggunaan batubara di PLTU itu karena unintentional (tanpa disengaja) menghasilkan merkuri.

"Perintahnya di konvensi hanya untuk dikendalikan dengan alat pengendali udara," tandas Yun.
 

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Eliswan Azly
Copyright © ANTARA 2019