Jakarta (ANTARA) - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman menandatangani perjanjian pembiayaan dengan Badan PBB untuk Program Pembangunan (UNDP) untuk mendukung penanganan dampak perubahan iklim.

Perjanjian tersebut ditandatangani oleh Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim Kemenko Maritim Purbaya Yudhi Sadewa dan Resident Representative UNDP untuk Indonesia Christophe Bahuet di Jakarta, Selasa, serta disaksikan oleh Menko Bidang Kemaritiman Luhut B. Pandjaitan dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.

"Pendanaan ini akan memperkuat berbagai proyek menyangkut perubahan iklim, perlindungan laut dan memberi dukungan bagi aksi nyata untuk menciptakan solusi keuangan inovatif untuk negara-negara kepulauan, terutama yang kecil dan rentan," kata Menko Bidang Kemaritiman Luhut B Pandjaitan.

Pendanaan tersebut merupakan bagian dari komitmen Pemerintah RI untuk berkontribusi dalam penanganan dampak perubahan iklim yang diumumkan sejak pertemuan Tingkat Menteri Forum Negara Kepulauan dan Pulau (AIS) di Manado, Sulawesi Utara, November 2018.

Baca juga: Indonesia hibahkan 1 juta dolar AS hadapi ancaman perubahan iklim

Menurut Luhut, perubahan iklim sangat berdampak buruk bagi negara kepulauan dan pulau, bahkan hingga menghilangkan daratan negara tersebut.

"Negara-negara pulau itu banyak yang punya masalah. Misal masalah (kenaikan) suhu bumi, pulau-pulau itu juga bisa hilang," katanya.

Berdasarkan perjanjian tersebut, Indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dan UNDP menyalurkan 1 juta dolar AS untuk Forum AIS yang tujuannya menciptakan mekanisme pembiayaan inovatif untuk aksi iklim dan lautan secara berkelanjutan.

Dana tersebut akan dapat digunakan untuk mendanai berbagai proyek menyangkut perubahan iklim, perlindungan laut dan memberi dukungan bagi aksi nyata untuk menciptakan solusi keuangan inovatif untuk negara-negara kepulauan, terutama yang kecil dan rentan.

"Pendanaan ini juga bertujuan untuk meningkatkan penggunaan sumber daya laut secara berkelanjutan," katanya.

Terpisah, Deputi Purbaya menjelaskan komitmen 1 juta dolar AS dari Indonesia merupakan dana awal dalam Forum AIS yang diharapkan bisa diikuti oleh negara lain.

"Pencairannya baru mulai Juli sekarang, dan bertahap (dicairkan) hingga 2021. APBN 2019 sekitar 300 ribu dolar AS, setelah itu 350 ribu dolar AS dan sisanya 2021," jelasnya.

Baca juga: UNDP: hibah Indonesia untuk cari solusi konkret perubahan iklim

Sejak diinisiasi Kemenko Maritim pada 2017, forum Archipelagic and Island States (AIS) resmi berdiri pada November 2018. Kini telah ada 49 negara yang bergabung didalamnya.

Negara-negara yang tergabung dalam Forum AIS antara lain Kuba, Pulau Comoro, Siprus, Fiji, Guinea-Bissau, Indonesia, Jamaika, Madagaskar, Selandia Baru, Papua Nugini, Saint Kitts dan Nevis, Sri Lanka, Seychelles, Singapura, Kepulauan Solomon, Suriname, dan Timor Leste.

Forum AIS yang dimulai pada 2018 menyediakan wadah bagi anggotanya untuk terlibat dan berkolaborasi dengan semua pemangku kepentingan, seperti sektor swasta, masyarakat sipil, dan akademisi. Pada inisiatif ini difokuskan pada perubahan iklim serta perlindungan laut.

Pada kesempatan yang sama, Resident Representative UNDP untuk Indonesia Christophe Bahuet menyatakan bahwa lautan berkelanjutan adalah faktor penting bagi perjuangan manusia untuk melawan krisis iklim.

"Laut yang sehat dan tidak tercemar akan menjadi sumber kehidupan dan mata pencaharian yang baik bagi banyak komunitas di berbagai belahan dunia," tukasnya.

Bahuet pun menyatakan rasa terima kasihnya karena Pemerintah Indonesia telah bersedia menjadi negara yang pertama kali merealisasikan komitmennya untuk membiayai Forum AIS.
Baca juga: Menteri Luhut: Peran kelapa sawit sangat penting


 

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019