Jakarta (ANTARA) - Pemerintah dan para pelaku usaha sawit Indonesia memperkenalkan tata kelola perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan kepada berbagai pihak di Norwegia dalam rangkaian acara Festival Indonesia dan seminar bertajuk "Lahan Gambut dan Kontribusi Industri Sawit dalam Mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (UN SDGs)".

Kegiatan yang diselenggarakan oleh Kedutaan Besar RI di Oslo bekerja sama dengan Gapki (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia), Badan Restorasi Gambut, dan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) itu berlangsung 28-29 Juni di Oslo.

Dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat, Wakil Ketua Umum Gapki Togar Sitanggang yang menjadi pembicara dalam seminar tersebut akan menyampaikan beberapa poin strategis antara lain mengenai industri sawit yang menjadi tumpuan ekonomi nasional selain sebagai penyumbang devisa terbesar juga sebagai sektor yang menyerap tenaga kerja hingga 20 juta orang.

"Dengan produksi yang mencapai 47 juta ton tahun lalu, di mana 32 juta ton diekspor, sawit menyumbang devisa devisa ekspor hingga 21 miliar dolar AS atau lebih dari Rp300 triliun, ini sangat besar," katanya.

Sawit disebutnya juga memiliki potensi strategis lain yakni ketika diolah menjadi bahan baku energi baru dan terbarukan.

"Karena berpotensi menjadi sumber energi alternatif ini, resistensi negara maju terhadap sawit sangat keras. Karena siapa yang bisa menguasai energi dia akan menguasai dunia," ujarnya.

Togar mengatakan seminar sawit di Oslo dilakukan untuk memperkenalkan fakta objektif mengenai industri sawit Indonesia yang berkelanjutan. Kegiatan itu baru pertama kali dilakukan di negara yang dikenal sangat kritis menyerang sektor minyak sawit dengan berbagai isu lingkungan dan sosial itu.

Hadir dalam kegiatan seminar sawit ini yaitu Duta Besar RI di Oslo Todung Mulya Lubis, Ketua Umum GAPKI Joko Supriyono, Dirut BPDP-KS Dono Boestami, dan Ketua BRG Nazir Fuad.

Sementara itu dari kalangan akademisi yang akan menjadi pembicara antara lain Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB Prof Dr Yanto Santosa dan Prof Pietro Paganini dari John Cabot University Roma.


Baca juga: Uni Eropa apresiasi standar sawit berkelanjutan Indonesia
Baca juga: Industri nasional komitmen bangun perkebunan sawit berkelanjutan
Baca juga: Pengusaha India bersiap mempromosikan sawit berkelanjutan Indonesia

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019