Wasior, Teluk Wondama (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat menganugerahkan pangkat anumerta dengan kenaikan pangkat satu tingkat lebih tinggi kepada mendiang Mantri Patra Kevin Marinnha Jauhari.

Tenaga kesehatan yang wafat saat menjalankan tugas tersebut juga mendapat piagam penghargaan atas jasa dan pengorbanannya sebagai petugas kesehatan di pedalaman Wondama.

Penghargaan tersebut disampaikan oleh Bupati Bernadus Imburi pada acara pelepasan Patra dari Pemda kepada pihak keluarga untuk selanjutnya di makamkan, Senin (24/6) di gedung Sasar Wondama di Manggurai, Wasior.

Upacara pelepasan jenazah yang penuh haru dihadiri oleh tiga orang kerabat dekat mendiang yang secara khusus didatangkan oleh Pemkab Wondama langsung dari kampung halamannya di Palopo, Sulawesi Selatan.

Ikut memberi penghormatan terakhir ratusan rekan-rekan sejawatnya sesama petugas medis, para pejabat Pemda juga para ASN dan masyarakat umum.

“Saya melepaskan jenazah Patra Kevin Marinnha Jauhari yang boleh kita sebut pahlawan kemanusiaan di daerah ini,“ ucap Bupati dengan suara gemetar.

Mantri Patra, demikian dia biasa disapa, meninggal dunia saat menjalankan tugas memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di pedalaman Wondama, tepatnya di Kampung Oya, Distrik Naikere.

Pemuda 31 tahun itu menghembuskan nafas terakhir pada 18 Juni lalu karena sakit. Jenazahnya baru bisa dievakuasi pada 22 Juni atau 4 hari setelah meninggal. Letak Oya yang hanya bisa dijangkau dengan helikopter atau berjalan kaki selama berhari-hari membuat evakuasi menjadi terhambat.

Bupati Imburi atas nama Pemda dan masyarakat menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya atas jasa dan perjuangan mendiang yang dengan setia dan tulus memberikan pelayanan medis bagi warga di pedalaman Wondama hingga ajal menjemput.

“Mendiang adalah ASN yang bekerja sungguh-sungguh dan setia terhadap tugas. Atas nama Pemda dan masyarakat kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Karya dan pengabdianmu kami tidak bisa membalas, Tuhan yang akan menghitung dan membalas,“ ucap Imburi.

Bupati juga memohon maaf kepada keluarga besar mendiang atas keterlambatan dalam memberikan pertolongan saat yang bersangkutan sedang sakit. Termasuk evakuasi jenazah yang harus tertunda sampai 4 hari.

“Kalau ada helikoter di Wondama saya pasti akan minta tolong. Tempat ini susah sehingga semua jadi lambat. Karena itu saya selaku pemimpin Wondama saya mohon maaf. Secara pribadi saya rasa bersalah. Semua kelalaian, semua kelambatan, semua kesalahan biarlah ada di saya, “ kata orang nomor satu Wondama ini.

Sebelumnya Hermin Sesa Rinding mewakili keluarga besar mendiang menyatakan pihaknya telah mengikhlaskan kepergian Patra. Keluarga tidak menyalahkan siapapun atas kematiannya, termasuk terhadap Pemkab Wondama.

“Kami sekeluarga merasa Pemda tidak lepas tanggung jawab. Kalau pesawat (helikopoter) itu milik Pemda Wondama pasti sudah dikirim ke sana tapi pesawat itu milik orang dan mereka pakai bisnis jadi tidak gampang. Kalau pesawat itu ada di Wondama pasti Bapak Bupati sudah perintahkan untuk ke sana, “ kata Hermin.

Dia mengajak semua pihak agar mendoakan agar mendiang diberi kelapangan jalan menuju Rumah Bapa di Surga.

“Kami percaya itu sudah rencana Tuhan," ujar Hermin yang juga adalah Asisten Sekda Bidang Kesra.

Patra adalah anak bungsu dari 4 bersaudara yang lahir pada 18 Januari 1988. Hingga akhir hayatnya, lajang 31 tahun itu telah mengabdi sebagai ASN pada Dinas Kesehatan Kabupaten Teluk Wondama sejak 7 tahun silam.

Jasadnya dikebumikan di pemakaman umum di Wasior Kampung.*


Baca juga: Mantri Patra wafat saat jalankan tugas di pedalaman Wondama

Pewarta: Toyiban
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019