Manokwari (ANTARA) - Dana bagi hasil (DBH)  minyak dan gas bumi yang diterima Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat sebagai daerah penghasil akan segera meningkat menjadi 40 persen.

Pemerintah Provinsi Papua Barat bersama DPR setempat belum lama ini menetapkan rancangan peraturan daerah khusus (Raperdasus) tentang DPH Migas di daerah tersebut.

"Perdasus DBH migas akan membantu kabupaten penghasil migas di Papua Barat untuk merencanakan penggunaan DBH migas dan membangun ketahanan ekonomi jangka panjang,” ucap Kepala Perwakilan SKK Migas Wilayah Papua dan Maluku A. Rinto Pudyantoro pada diskusi hulu migas di Manokwari, Senin.

Berdasarkan Raperdasus tersebut, dari 100 atas 55 persen dana bagi hasil yang diberikan perusahaan, 40 persen akan diberikan kepada daerah penghasil, 30 persen kepada provinsi dan 30 persen sisanya kepada kabupaten/kota nonpenghasil.

Setelah Perdasus DBH Migas benar-benar diimplementasikan pemerintah kabupaten penghasil migas perlu segera memformulasi kebijakan tentang bagaimana membelanjakan penerimaan DBH Migas dengan bijak untuk kesejahteraan masyarakat.

Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah Papua Barat Robert KR Hammar pada kegiatan tersebut mengutarakan, Raperdasus tersebut telah melalui proses panjang. Saat ini sedang dalam tahap penyempurnaan tata naskah dan verifikasi di Kementerian Dalam Negeri.

"Itu untuk penomoran registrasi. Selanjutnya jika semua sudah beres maka bisa diundangkan sebagai lembaran daerah. Mudah-mudahan dalam satu atau dua minggu kedepan semua sudah beres sehingga sudah bisa kita terapkan," kata Hammar.

Tim Teknis Penyusunan dan Pembahasan Raperdasus Migas, Wim Fymbay menyebutkan, masyarakat adat pemilik hak ulayat sudah menunggu selama tujuh tahun hingga Perdasus tersebut terbentuk. Wacana pembentukan Perdasus tersebut sudah digulirkan sejak tahun 2012.

"Kami masyarakat adat bersyukur akhirnya DPR Papua Barat mengesahkan Raperdasus ini menjadi Perdasus. Sebagai daerah otonomi khusus kami layak mendapatkan ini," katanya.

Kehadiran perusahaan Migas di daerah tersebut, kata dia, tak hanya membuat masyarakat kehilangan tanah, melainkan juga identitas. Hal ini dialami masyarakat adat Soway.

"Itulah sebabnya kenapa kami ngotot. Perdasus ini harus ada untuk menjamin hak masyarakat," ujarnya seraya menambahkan pokok-pokok yang cantum dalam Perdasus tersebut berasal dari masyarakat adat.
 

Pewarta: Toyiban
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019