Jakarta (ANTARA) - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyoroti fenomena deforestasi mangrove dan persoalan sampah plastik yang saat ini kerap mencemari laut dan kawasan perairan Indonesia.

"Penyebab utama deforestasi mangrove adalah ekspansi proyek reklamasi di seluruh pesisir Indonesia, pertambangan di pesisir dan pulau-pulau kecil, serta ekspansi perkebunan kelapa sawit yang saat ini telah memasuki kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Pemerintah harus mengevaluasi seluruh proyek ini," kata Sekjen Kiara Susan Herawati di Jakarta, Senin.

Susan menyampaikan hal tersebut terkait dengan perayaan Hari Bumi Sedunia yang jatuh setiap pada tanggal 22 April, di mana Kiara meminta negara untuk segera melakukan langkah konkrit untuk menjaga bumi dari kehancuran ekologi.

Menurut dia, di kawasan pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil, praktik pembangunan ekstraktif dan eksploitatif dapat dilihat dari masifnya pembangunan proyek properti seperti reklamasi, pertambangan, dan ekspansi perkebunan sawit yang menghancurkan kawasan pesisir, laut dan pulau-pulau kecil.

Dampaknya, ujar Susan Herawati, keberlanjutan ekologis sekaligus keberlanjutan kehidupan sosio-ekonomi masyarakat pesisir berada dalam keterancaman serius.

"Salah satu yang sangat terancam oleh pembangunan ekstraktif dan eksploitatif, seperti reklamasi dan pertambangan, adalah hutan mangrove di sepanjang 95.000 km pesisir Indonesia. Padahal, sebagai kawasan ekosistem esensial, hutan mangrove memiliki fungsi yang sangat penting bagi keberlanjutan wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil," ungkap Susan.

Susan menguraikan, mangrove memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi fisik dan kimiawi. "Fungsi fisik mangrove adalah untuk melindungi pantai dari abrasi, penyangga proses rembesan air laut ke tanah, penjaga intrusi air laut, dan sebagai penahan sedimen secara terus-menerus," tuturnya.

Sedangkan terkait sampah plastik, Susan mengingatkan bahwa Indonesia merupakan produsen sampah terbesar kedua di dunia setelah China.

"Sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton per tahun, lebih dari 3,5 juta ton sampah platik di buang ke laut Indonesia. Meski sampah plastik di lautan Indonesia telah begitu mencemari, Pemerintah Indonesia sampai saat ini belum memiliki strategi dan kebijakan khusus untuk menyelesaikan persoalan ini,” tutur Susan.

Tak hanya itu, ujar dia, pemerintah Indonesia terlihat tidak memiliki ketegasan terhadap perusahaan pembuat plastik yang telah banyak mengambil keuntungan dari bisnis plastik.

Kiara mengajak masyarakat pesisir di seluruh Indonesia untuk berhenti menggunakan plastik secara perlahan-lahan. Tak hanya itu, Kiara juga mengajak masyarakat untuk tidak menjadikan laut sebagai tong sampah plastik raksasa.

"Pada hari bumi ini, Kiara mengajak masyarakat pesisir untuk menjaga laut dari sampah plastik dengan cara berhenti menggunakan plastik secara gradual. Mari berhenti menjadikan laut sebagai tong sampah raksasa," pungkasnya.

Baca juga: Peringati Hari Bumi, mahasiswa Jateng tanam 6.500 mangrove
Baca juga: Menko Kemaritiman ajak nelayan Banyuwangi jaga kebersihan laut

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019