Jakarta (ANTARA) - Kementerian Hukum dan HAM mencatat hingga 19 Maret 2019, terdapat 37.080 tahanan berada di rutan dan lapas yang telah habis masa penahanannya, tetapi belum diperpanjang oleh pihak penahan.

"Salah satu penyumbang overkapasitas adalah adanya kedaluwarsa penahanan, dengan proses ini kami harapkan ada kesamaan pemahaman dan implementasinya," ujar Sekretaris Jenderal Kemenkumham Bambang Rantam Sariwanto di sela Forum Mahkumjakpol yang digelar Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham di Jakarta, Rabu.

Dari 37.080 tahanan itu, paling banyak adalah tahanan pengadilan negeri berjumlah 22.224 tahanan kedaluwarsa, kemudian tahanan kejaksaan sebanyak 6.583, tahanan kepolisian sebanyak 4.858, tahanan pengadilan tinggi sebanyak 2.355 dan tahanan Mahkamah Agung sebanyak 1.062.

Sementara itu, kerugian negara akibat kedaluwarsa penahanan diperkirakan lebih dari Rp15 miliar per bulan.

Selama ini, kepala rutan/lapas tidak melepaskan tahanan yang telah habis masa penahanannya karena belum adanya prosedur standar pengembalian tahanan kepada penahan.

Bambang Rantam Sariwanto menuturkan aparat penegak hukum harus saling bersinergi sebagai sub sistem peradilan pidana terpadu serta bersama-sama membangun hukum yang berkeadilan untuk mengatasi persoalan kedaluwarsa penahanan.

"Tentu harus ada rencana aksi nanti yang detail sehingga betul-betul kedaluwarsa penahanan yang terjadi di lapas dan rutan makin hari makin kecil. Ini menjadi bagian untuk mewujudkan kepastian hukum," kata Bambang.

Ada pun perwakilan pengadilan negeri, kejaksaan serta kepolisian sebagai penyumbang terbesar kedaluwarsa tahanan yang hadir dalam forum justru mengaku terkejut dengan tingginya jumlah tahanan yang penahanannya telah habis.

Wakil Ketua PN Jakarta Timur Puji Harian menilai tidak terdapat batas awal dan batas akhir masa penahanan pengadilan negeri dan eksekusi kejaksaan.

"Selama ini bahwa memang komunikasi dengan jaksa perlu dibangun. Jaksa yang melakukan eksekusi harus melaporkan eksekusinya. Kami tidak bisa mengontrol registrasi," kata dia.

Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019