Seluruh warga negara Indonesia wajib memberikan penghormatan kepada sekitar 31 pekerja BUMN PT Istaka Karya yang diduga keras telah dibantai oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB) atau juga kelompok kriminal sipil bersenjata (KKSB) di Kabupaten Nduga, Provinsi Papua pada Minggu malam (2/12).

Sampai Jumat pagi (7/12), memang belum diketahui secara pasti jumlah korban yang dibantai kelompok bersenjata ini. Selain warga sipil maka ada juga anggota TNI dan Polri yang menjadi korban kekerasan. Akan tetapi sudah ditemukan sedikitnya delapan orang yang selamat.

Akan tetapi sedikitnya sudah ditemukan 16 jenazah yang menjadi korban kebrutalan kelompok kriminal yang disebut-sebut dipimpin sosok bernama Egianus Kogoya.

Para pekerja itu sedang membangun jembatan di Kali Yugi dan Kali Aurak, Distrik atau Kecamatan Yigi, Kabupaten Nduga, Papua. Pembangunan tersebut merupakan bagian dari gawe pemerintah yang sedang membangun jalan yang diberi nama Trans - Papua yang panjangnya tidak kurang dari 4000 kilometer.

Menilik begitu panjangnya jalan tersebut, maka Pemerintah memberi tugas kepada jajaran Tentara Nasional Indonesia atau TNI untuk ikut membangun proyek besar dan amat berharga ini, karena biasanya para pengusaha swasta "enggan" untuk menggarap proyek ini, tidak hanya karena medannya yang yang sangat sulit tapi juga masih sering terjadi gangguan keamanan disana.

Tragedi tersebut sangat menghentak, sampai Presiden Joko Widodo pun memerintahkan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto bersama Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Polisi Ari Dono untuk langsung mengomandoi operasi penyelamatan yang pasti sulit dan berat ini.

Joko Widodo sudah mengeluarkan pernyataan yang amat tegas yaitu "sama sekali tidak ada tempat bagi kelompok- kelompok kriminal bersenjata yang mana pun juga di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) termasuk di Provinsi Papua".

Sementara itu, Wakil Presiden Mohammad Jusuf Kalla menegaskan bahwa TNI dan Polri harus melancarkan operasi besar-besaran karena aktivitas KKB atau KKSB itu melanggar hak azasi manusia.

Selama ini, pemerintah Indonesia lah yang dituduh melanggar HAM, padahal berbagai data dan fakta memperlihatkan kelompok- kelompok kriminal itulah yang justru melakukan pelanggaran HAM. Karena itulah Wapres mengharapkan para korban tindak kekerasan di Kabupaten Nduga ini amat pantas diberi gelar kehormatan pahlawan.


 
Keluarga korban penembakan kelompok kriminal bersenjata (KKB) memegang foto Muhammad Agus saat jenazah tiba di Landasan Udara Hasanuddin, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Jumat (7/12/2018). Sebanyak 16 jenazah korban penembakan KKB di Nduga dipulangkan dan diserahterimakan kepada pihak keluarga. ANTARA FOTO/Abriawan abhe/ama. (ANTARA FOTO/ABRIAWAN ABHE)




Bagaimana harus bersikap?

Harus diakui bahwa warga Provinsi Papua dan juga Papua Barat pernah "dianaktirikan" oleh pemerintah Pusat di Jakarta. Tidak banyak proyek-proyek fisik yang dibangun oleh Jakarta di disana. Sementara itu, pembangunan sosial juga kurang sekali ditangani oleh pusat. Akibatnya, rakyat Papua merasa ditinggalkan jika dibandingkan dengan saudara-saudara mereka yang hidupnya relatif lebih baik di provinsi- provinsi lainnya.

Kesadaran akan ketimpangan inilah, membuat pemerintah pusat kemudian melancarkan atau memberikan status Otonomi Khusus alias Otsus bag Papua dan Papua Barat. Dana yang mencapai puluhan atau bahkan ratusan miliar rupiah telah dikucurkan selama beberapa tahun terakhir ini. Harapannya adalah dapat mengurangi kesenjangan antara Papua dengan daerah- daerah lainnya.

Akan tetapi sebaliknya, di Papua dan Papua Barat juga terjadi adanya "oknum- oknum" pejabat yang melakukan korupsi miliaran rupiah. Bahkan ada juga pejabat setingkat bupati yang dengan semaunya sendiri meninggalkan daerah mereka dan "pindah" ke Jakarta tanpa ada kejelasan mengapa mereka harus "hijrah" ke Jakarta.

Jadi bisa disimpulkan bahwa bagaimana rakyat Papua dan Papua Barat bisa bahagia atau senang jika ada pejabat- pejabat yang bekerja semaunya sendiri karena "tuan- tuan" itu lebih mengutamakan kepentingan dirinya sendiri daripada rakyatnya.


 
Petugas TNI dan Polri mengangkat peti jenazah korban KBB di Bandara Moses Kilangin Timika, Mimika, Papua, Jumat (7/12/2018). Sebanyak 16 jenazah dipulangkan ke kampung halaman menggunakan pesawat Hercules milik TNI AU. ANTARA FOTO/Jeremias Rahadat/wpa. (ANTARA FOTO/JEREMIAS RAHADAT)



KKB dan KKSB

Karena itulah tidak heran jika di Papua khususnya muncul tindak kekerasan misalnya yang dilancarkan oleh kelompok kriminal bersenjata atau pun juga disebut sebagai kelompok kriminal sipil bersenjata alias KKSB.

Pertanyaan bagi masyarakat Indonesia terhadap pemerintah adalah kenapa kelompok-kelompok bersenjata ini cuma atau hanya diberi istilah/nama KKB atau KKSB?

Pemerintah Jakarta atau sedikitnya para pejabat di tingkat pusat kemungkinan besar khawatir jika kelompok- kelompok "sempalan" ini disebut sebagai pemberontak ataupun separatis maka bisa menimbulkan kesan bahwa suasana di Tanah Air terkesan tidak aman dan tidak nyaman padahal pemerintah sedang giat- giatnya melakukan pembangunan di segala bidang kehidupan.

Pemerintah Indonesia tentunya tidak ingin memunculkan kesan, baik di dalam negeri sendiri maupun di luar negeri, baik oleh para pengusaha asing maupun negara-negara sahabat, bahwa Indonesia adalah negara yang "tidak aman".

Bisa dipahami bahwa pemerintah pusat tentu berkeinginan agar program dan proyek- proyek pembangunan berlangsung aman dan lancar.

Bisa disimpulkan bahwa Jakarta memakai istilah KKB ataupun KKSB sebagai "penghalusan". Dengan demikian maka diharapkan tidak muncul kesan negatif atau jelek terhadap Provinsi Papua dan juga Papua Barat.

Akan tetapi persoalannya adalah sampai kapan istilah KKB ataupun KKSB dipakai oleh para pejabat?

Kekerasan yang sedang terjadi di Papua secara jelas menunjukkan bahwa kelompok- kelompok bersenjata itu tidak "main-main" dalam mencapai target ini. Ada oknum-oknum yang ingin agar Papua memisahkan diri dan NKRI dan kemudian menjadi negara sendiri ataupun menjadi "negara bagian" dari negara- negara tetangganya.

Akan tetapi Rakyat Indonesia pasti tidak akan bisa melupakan betapa beratnya atau sulitnya saat pada tahun 1963 pemerintah melaksanakan Penentuan Pendapat Rakyat atau Act of Free Choice yang dibawah pengawasan langsung Perserikatan Bangsa -Bangsa PBB) yang mengutus pejabat seniornya Fernando Ortis Sanz. Akhirnya Irian Barat tetap tergabung dengan NKRI sehingga akhirnya diberi nama Papua.

Indonesia sudah pernah kehilangan provinsi ke-27 yaitu Timor Timur yang sekarang bernama negara Timor Leste . Pasti Indonesia tidak ingin kehilangan Papua dan juga Papua Barat, karena itu bisa diduga keras atau hampir bisa dipastikan bahwa pemerintah Jakarta akan mempertahankan mati-matian Papua dan Papua Barat.

Kembali ke KKB atau KKSB, maka calon wakil presiden dengan nomor urut 01, Kiai Ma`ruf Amin telah menyatakan bahwa apakah akan tetap dipakai istilah KKB ataupun KKSB atau diubah menjadi kelompok separatis atau pemberontak maka itu adalah hak penuh pemerintah Indonesia.

Rakyat Indonesia pasti tidak menginginkan suasana di Papua dan juga Papua Barat menjadi "semakin hangat atau panas" karena situasi seperti ini sedikit banyaknya kan menguras pikiran dan tenaga para pejabat keamanan dan politik.

Rakyat rasanya berhak mengimbau pemerintah Jakarta supaya menempuh segala cara agar tidak lagi terjadi tindak kekerasan disana apalagi jika sampai menelan korban-korban tak berdosa.

Jangan biarkan rakyat yang tak berdosa khususnya di Papua menjadi korban sia-sia akibat ulah tak bertanggung jawab segelintir orang.*



Baca juga: Tekad Indonesia bangun Papua kendati nyawa jadi taruhannya

Baca juga: BUMN beri santunan keluarga pahlawan pembangunan Trans Papua

Baca juga: PPAD: KKB di Papua lebih dari teroris




 

 

Pewarta: Arnaz F. Firman
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018