Pada dua saksi ini kami dalami terkait dengan perizinan baik dari sisi dugaan kepentingan korporasi dalam hal ini Lippo Group untuk proyek Meikarta dan orang-orang yang ada di perusahaan tersebut yang mengurus perizinan."
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkonfirmasi terhadap dua saksi soal pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

KPK pada Senin memeriksa dua saksi, yaitu Support Service Project Management PT Lippo Cikarang A Eddy Triyanto dan PNS pada Dinas PUPR Bekasi Dicky Cahyadi. 

"Pada dua saksi ini kami dalami terkait dengan perizinan baik dari sisi dugaan kepentingan korporasi dalam hal ini Lippo Group untuk proyek Meikarta dan orang-orang yang ada di perusahaan tersebut yang mengurus perizinan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Senin.

Adapun dua saksi itu diperiksa untuk tersangka Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor (SMN).

Selain itu, kata Febri, KPK juga mendalami soal Standar Operasional Prosedur (SOP) terkait perizinan pembangunan Meikarta terhadap saksi Dicky Cahyadi.

"Yang kedua bagaimana SOP perizinan yang diketahui oleh saksi terkait dengan Dinas PUPR," ucap Febri.

KPK total telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus itu antara lain Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro (BS), konsultan Lippo Group masing-masing Taryudi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), pegawai Lippo Group Henry Jasmen (HJ), Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin (J), Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor (SMN).

Selanjutnya, Kepala Dinas Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati (DT), Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin (NHY), dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi (NR).

Diduga, pemberian terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek seluas total 774 hektare yang dibagi ke dalam tiga fase/tahap, yaitu fase pertama 84,6 hektare, fase kedua 252,6 hektare, dan fase ketiga 101,5 hektare. 

Pemberian dalam perkara ini, diduga sebagai bagian dari komitmen "fee" fase proyek pertama dan bukan pemberian yang pertama dari total komitmen Rp13 miliar, melalui sejumlah dinas, yaitu Dinas PUPR, Dinas Lingkungan Hidup, Damkar, dan DPM-PPT.

KPK menduga realisasi pemberiaan sampai saat ini adalah sekitar Rp7 miliar melalui beberapa kepala dinas, yaitu pemberian pada  April, Mei, dan Juni 2018.

Adapun keterkaitan sejumlah dinas dalam proses perizinan karena proyek tersebut cukup kompleks, yakni memiliki rencana pembangunan apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit hingga tempat pendidikan sehingga dibutuhkan banyak perizinan, di antaranya rekomendasi penanggulangan kebakaran, amdal, banjir, tempat sampah, hingga lahan makam.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018