Jakarta (ANTARA News) - Akademisi politik dari Universitas Bengkulu, Drs Azhar Marwan MSi, memperkirakan, sulit menghindari gesekan kelompok massa pendukung pada Pemilu 2019 karena hanya ada dua pasang kandidat calon presiden-wakil presiden.

"Pilpres 2019 ini bisa dikatakan sebagai pengulangan dari pilpres lima tahun yang lalu, hal tersebut seharusnya bisa dimanfaatkan masyarakat untuk lebih cerdas dalam menentukan pilihan dengan melihat program dan visi misi dari kedua pasang capres-cawapres saat kampanye," ujar Marwan, saat dihubungi dari Jakarta, Senin.

Pada sisi lain, dia mengatakan, Pemilu 2019 ini dijadikan sebagai proses pendidikan dan pendewasaan politik, bukan ajang pertarungan politik sehingga elit politik harus lebih mengedapankan kepentingan bangsa dan negara.

"Sekarang politik dijadikan sebagai alat komunikasi, proses demokrasi ini harus berjalan dengan baik, jadikan pilpres sebagai proses pendewasaan politik, bukan ajang pertarungan politik, elit politik harus mengedepankan kepentingan bangsa dan negara daripada adu kekuatan untuk mencapai kepentingan kekuasaan," ujar dia.

Sementara itu mahasiswa Universitas Bengkulu, Santrian Wibyanto, berpendapat, mahasiswa harus berada di tengah, artinya mahasiswa itu harus netral, sehingga siapa pun presiden yang terpilih harus didukung. Mahasiswa menginginkan tidak adanya gesekan agar masyarakat tidak terpecah belah.

"Kami sebagai mahasiswa harus berada pada posisi yang netral, meskipun hanya ada dua calon capres-cawapres siapa pun yang terpilih nanti tetap harus kita dukung, hindari gesekan yang membuat masyarakat terpecah belah," kata dia.

Pewarta: Arnaz F Firman
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018