Yogyakarta (ANTARA News) - Langkah Nicole Penman menuju podium di ruang Sidang Umum International Council of Women (ICW) ke 35, di hotel Grand Inna Malioboro Yogyakarta, nampak begitu pasti. Sembari diiringi tepuk tangan meriah dari seluruh delegasi sidang, perempuan berambut hitam dengan panjang sebahu itu tak dapat menghapus senyum yang terukir di wajahnya.
     
"Saya merasakan energi yang luar biasa, saya merasa terinspirasi dan bangga karena dikelilingi oleh para perempuan tangguh dari seluruh dunia," kata dia sesampainya di podium.
     
Hari itu, Nicole dianugerahkan dengan penghargaan Mechta van den Boogert dari Dewan Perempuan Internasional atau ICW, sebuah penghargaan yang diberikan tiga tahun sekali dalam setiap sidang umum ICW. 
     
Program penghargaan dan pendanaan tersebut diinisiasikan dalam rangka menghargai usaha perempuan dari berbagai negara yang menjalankan aksi nyata untuk mempromosikan kesejahteraan perempuan lain. Salah satu figur yang menginspirasi dimulainya program ini adalah June Gordon (Marchioness of Aberdeen and Temair), atau lebih dikenal dengan sebutan Lady Aberdeen yang merupakan salah satu tokoh kenamaan dalam pergerakan pemberdayaan perempuan serta Presiden ICW pertama. 
     
"Saya merasa sangat emosional berada disini dan menerima penghargaan ini, karena saya melangkah di jejak yang sama dengan para pendahulu saya. Mereka adalah perempuan-perempuan hebat dan saya berharap saya bisa membawa perubahan seperti yang sudah mereka lakukan sebelumnya," katanya lagi.
     
Nicole memenangkan penghargaan Mechta van den Boogert dari ICW atas proyek 'SOUQ Women' yang ia canangkan, dan tak hanya itu, perempuan asal Australia itu juga mendapatkan pendanaan sebesar 3.000 euro atau sekitar 52 juta rupiah untuk program yang sedang digarapnya.
     
"Kami bekerja dengan sebuah komunitas perempuan 'Nofotane' di Samoa, dimana mereka adalah perempuan yang menikah dengan pasangan yang berasal dari desa berbeda," kata Nicole kepada Antara disela-sela rangkaian acara Sidang Umum ICW ke-35 pada Senin (16/9).
     
Ia dan beberapa rekannya menciptakan sebuah laman belanja daring yang memudahkan para perempuan Nofotane di Samoa untuk menjual berbagai produk yang mereka buat di Australia, negara asal Nicole.
     
Perempuan Nofotane seringkali tidak diberikan kebebasan untuk berbicara dan tidak dianggap sederajat dengan masyarakat yang ada di desa tersebut.
     
Ditengah kurangnya hak untuk bersuara dan menyampaikan aspirasi, mereka tak hentinya mencari cara untuk memberdayakan diri sendiri, karena mereka menyadari pentingnya hal tersebut. Salah satu caranya adalah dengan membuat produk buatan mereka sendiri, seperti tas dan berbagai asesoris yang terbuat dari bahan-bahan alami seperti daun pisang, berbagai macam anyaman dan rotan dan material organik lainnya. 
     
"Mereka adalah perempuan yang rentan, baik terhadap kekerasan dalam ruman tangga, maupun intimidasi di daerah mereka sendiri, namun mereka juga merupakan pengrajin yang bertalenta," kata Nicole.
     
Ia pun menceritakan awal mula ide pembuatan SOUQ Women muncul dibenaknya. "Pada saat itu, seorang teman saya, yang berdarah campuran Samoa, kembali ke Australia dan membawakan saya oleh-oleh berupa tas dan asesoris yang terbuat dari bahan-bahan alamiah. Saya pikir ini merupakan produk yang sangat bagus untuk diperkenalkan ke masyarakat Australia, terlebih sekarang di negara asal saya itu banyak sekali produk 'fashion' yang bersifat sekali pakai (fast fashion) dan sangat tidak berkelanjutan," jelas Nicole.
     
"Produk-produk buatan perempuan Samoa ini begitu indah dan sarat akan nilai budaya. Banyak detail di produk itu yang tak akan bisa dibuat oleh mesin karena membutuhkan keterampilan khusus. Sementara di Australia, saya lihat ada banyak 'fast fashion'  yang tidak memperhatikan keberlanjutan dan menciptakan banyak sampah yang berpengaruh buruk terhadap lingkungan," jelasnya.
     
Ternyata niatnya itu mendapatkan respon yang sangat baik dari para perempuan Nofotane di Samoa, karena merekapun selama ini mencari-cari orang yang dapat membantu mengembangkan pasar produk buatan tangan mereka, serta memberikan mereka pelatihan.
     
Pentingnya keterlibatan generasi muda

Keterlibatan generasi muda dalam gerakan pemberdayaan dan pengarusutamaan gender menjadi salah satu hal yang disoroti dalam Sidang Umum International Council of Woman ke-35 yang digelar di hotel Grand Inna Malioboro Yogyakarta dari tanggal 13-18 September 2018.
     
Sebagaimana disampaikan oleh Presiden Dewan Perempuan Nasional (NCW) Australia Barbara Baikie dalam salah satu sesi sidang, regenerasi merupakan salah satu kunci suatu gerakan dapat bertahan dan mengikuti perkembangan zaman.
     
Pemberdayaan perempuan adalah pergerakan yang akan selalu ada, dan menurut Nicole, sangat penting bagi generasi muda untuk ikut serta dalam perjuangan itu, terutama di level akar rumput atau 'grass root', karena itu memiliki pengaruh langsung terhadap kesejahteraan masyarakat, terlebih perempuan.
   
 "Saya sangat peduli dengan kesejahteraan masyarakat sebagai sesama manusia, dan semakin banyak saya melakukan penelitian, semakin saya menyadari bahwa peran perempuan dalam pemberdayaan komunitas, dan keluarga pada umumnya, sangatlah penting. Itulah mengapa akhirnya saya fokus untuk terlibat dalam proyek-proyek yang melibatkan perempuan," jelasnya.
     
Nicole sendiri sedang menjalankan riset mengenai kewirausahaan perempuan di Papua Nugini untuk program studi doktorat yang sedang dia jalankan di University of Queensland di Australia. Perempuan yang berasal dari negara Kangguru itu juga merupakan salah satu anggota Dewan Perempuan Muda Australia (National Council of Young Women Australia), yang baru-baru ini dibentuk.

Hak menentukan pilihan
     
Ia meyakini bahwa keberadaan perempuan semestinya dibanggakan dan mereka harus memiliki hak untuk memilih jalan hidup yang membuatnya bahagia
     
“Di masa sekarang ini, ada banyak tekanan terhadap perempuan, terutama terhadap generasi muda, untuk memilih antara berkarir atau berdiam di rumah dan merawat anak serta keluarga. Menurut saya perempuan harus didorong untuk dapat melakukan keduanya, apabila ia memang menginginkan itu, ketimbang mengorbankan satu pilihan untuk mendapatkan yang lainnya,” ujarnya.
     
Menurutnya, peran perempuan sebagai seorang ibu sama pentingnya dengan peran dalam dunia profesional. “Kaum laki-laki juga semestinya didorong untuk memiliki peran yang sama dalam membangun keluarga. Ketika hal itu sudah dicapai, maka kita akan meraih kesetaraan gender,” katanya.
     
Ketika perempuan diberikan kebebasan untuk menjalankan kedua peran itu, maka mereka tak akan merasa cemas mengenai kapan ia harus membangun keluarga dan kapan ia harus berkarir. Perempuan dianugerahi dengan kemampuan untuk membawa kehidupan baru ke dunia, namun menurutnya, semua harus kembali kepada pilihan perempuan itu sendiri.
     
“Semua pilihan harus dihargai dan didukung, karena seperti yang saya katakan sebelumnya, peran perempuan di kedua bidang itu sangatlah penting,” ujarnya menutup. 

Baca juga: Proteksi sosial jadi fokus ICW tiga tahun kedepan

 

Editor: Gusti Nur Cahya Aryani
Copyright © ANTARA 2018