Jakarta 29/8 (ANTARA NEWS) - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Ahmad Basarah mengatakan tantangan yang dihadapi generasi milenial saat ini semakin kompleks selain narkoba juga pengaruh radikalisme.

Dalam siaran pers yang diterima Antara Jakarta, Rabu (29/8) , Basarah meminta generasi milenial harus memiliki benteng diri yang kokoh sehingga mampu menangkal bekerjanya paham ideologi liberalisme yang salah satu modusnya dengan narkoba dan paham radikalisme agama melalui aksi penggalangan dan cuci otak generasi muda untuk ikut kelompok radikal dan bahkan terorisme.

Demikian disampaikan Ahmad Basarah ketika memberikan kuliah umum di hadapan ribuan mahasiswa dan mahasisiwi serta civitas akademik Universitas Pancasakti dengan tema "Penguatan Ideologi Pancasila di Kalangan Mahasiswa dan Civitas Akademik Universitas Pancasakti  di Tegal, Jawa Tengah, Selasa (28/8). 

Ketua Panitia 1 Ad-Hoc Haluan Negara MPR RI itu melanjutkan bahwa benteng yang dapat menjaga generasi milenial dari ancaman tersebut adalah dengan sosialisasi dan pembudayaan nilai-nilai ideologi Pancasila. Sebagai ideologi yang menjadi harmoni antara hubungan duniawi dan ukhrowi, Pancasila dapat mencegah generasi mileneal terjebak ke dalam kutub ekstrem liberalisme dan radikalisme.

"Di samping itu, generasi milenial harus waspada dan bijak dalam menggunakan media sosial. Sebab penyebaran paham-paham radikalisme dan gaya hidup bebas saat ini menyebar luas melalui jejaring media sosial. Dan dalam hal ini, generasi milenial mudah sekali terpapar, paham tersebut," beber Basarah yang ternyata putra asli dari Tegal tersebut.


Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu melanjutkan bahwa paham radikal mudah sekali menyebar di kalangan generasi milenial. Terlebih bagi mereka yang memiliki basis pemahaman agama dangkal, maka dengan mudah akan terpikat dengan strategi cuci otak dan indoktrinasi paham tersebut. 

Masuknya paham radikal di kalangan generasi muda bukanlah isapan jempol semata. Berdasarkan data yang dilansir Badan Nasional Penanggulangan Terorisme bahwa ada 7 (tujuh) Perguruan Tinggi terkemuka di Indonesia yang sudah terpapar radikalisme. Karena itulah harus ada upaya sistematis untuk menangkal berkembangnya paham tersebut. 

"Upaya konkret yang bisa dilakukan adalah dengan membangun kontra narasi dan memberikan pemahaman keagamaan yang tepat dan moderat melalui berbagai media sosialisasi dan pengajaran di setiap kampus 

Hal lain yang juga penting untuk dilakukan adalah dengan menambah wawasan pengetahuan dan pemahaman terhadap nilai-nilai Pancasila yang bersifat membumi" urai mantan Sekjen Presidium GMNI tersebut. 

Masih kata Basarah, masalah lain yang juga harus diperhatikan dengan seksama adalah penyebaran narkoba. Merujuk pada temuan hasil survei nasional penyalahgunaan narkoba di Indonesia yang dilakukan Badan Nasional Narkotika (BNN) dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (PUSLITIKES UI) pada tahun 2017, penyalahgunaan narkoba pada kelompok pelajar sebesar 24 persen. 

Tidak hanya itu, Indonesia juga menjadi market (pasar) dari penyebaran narkoba. Sebagai contoh pada pertengahan tahun 2017, Polda Metro Jaya berhasil mengungkap penyelundupan sabu sebesar 1 ton di Anyer, Kabupatan Serang, Banten. Kemudian pada Februari tahun 2018, TNI Angkatan Laut berhasil menangkap sabu seberat 1 ton dari Kapal MV Sunrise Glori di perairan Batam, Kepulauan Riau. Presiden Jokowi sendiri menyebut Indonesia darurat Narkoba, dan perang terhadap narkoba dicanangkan. 

"Jadi yang diserang adalah generasi milenial nya. Narkoba adalah salah satu cara ampuh untuk menghancurkan bangsa melalui pengrusakan mental dan karakter generasi milenialnya. Karena itulah, peredaran narkoba di Indonesia harus diberantas dan generasi milenial harus diselamatkan masa depannya," demikian paparan Basarah

Pewarta: Jaka Sugiyanta
Editor: Jaka Sugiyanta
Copyright © ANTARA 2018