Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan uang jaminan pelaksanaan bagi pengguna Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Singapura. Tujuan penerapan kebijakan ini agar pengguna mematuhi kontrak kerja yang disepakati sehingga meningkatkan perlindungan bagi PMI di Singapura.

Menteri Ketenagakejaan Hanif Dhakiri di Jakarta, Jumat menjelaskan, berdasarkan laporan Dubes RI untuk Singapura, kebijakan uang jaminan ini mewajibkan pengguna PMI membayar uang jaminan kepada pihak ketiga (perusahaan asuransi) senilai 70-75 dolar Singapura.

Uang jaminan tersebut akan dicairkan pihak asuransi kepada PMI, jika pengguna melanggar kontrak kerja yang sudah ditandatangani bersama PMI.

"Selama ini sering terjadi disharmoni antara kesepakatan di kontrak kerja dengan pelaksanaan. Jadi pengguna diminta membayar jumlah tertentu dan itu yang akan melindungi PMI kalau pengguna melanggar kontrak. Misal, gajinya tidak dibayar maka performance bond yang akan membayar. Jadi jika pengguna melanggar kontrak maka akan diberikan oleh asuransi sampai enam ribu dolar. Jadi intinya PMI terlindungi," kata Hanif.

Uang jaminan ini diharapkan akan membuat pengguna mematuhi kontrak kerja yang di dalamnya ada ketentuan terkait upah minimum (550 Dolar Singapura), jam kerja, ketentuan hari libur dan lain-lain.

"Intinya pelaksanaan kebijakan Yang pinjaman ini untuk melindungi PMI dan membuat pengguna di Singapura menghormati dan melaksanakan item-item yang disepakati bersama dalam kontrak kerja," kata Hanif.

Dia berharap kebijakan ini dapat terus dilaksanakan untuk meningkatkan perlindungan PMI dengan baik sehingga ke depannya akan dapat diterapkan di negara-negara penempatan lainnya.

Sementara itu, Dubes Indonesia untuk Singapura Swajaya, mengungkapkan, selain kebijakan performance bond, KBRI di Singapura juga telah menerapkan beberapa kebijakan lain untuk meningkatkan pelayanan dan perlindungan bagi PMI di Singapura khususnya untuk sektor Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT).

"Dalam rangka meningkatkan pelayanan di KBRI, pertama kita sudah menerima sertifikasi ISO 9001 tahun 2015 untuk manajemen pelayanan berstandar internasional. Kedua, kita menerima sertifikat wilayah bebas korupsi. Ketiga, mengembangkan sistem aplikasi yg mempermudah bagi kita memberikan pelayanan dan menjamin transparansi serta komunikasi yang lebih mudah antara PMI dengan KBRI Singapura," ujar Swajaya.

Sedangkan untuk meningkatkan perlindungan PMI, Dubes Swajaya, mengatakan KBRI sudah memiliki website www.indonesianlabour.sg.

Setiap PMI yang bekerja di Singapura harus melapor ke KBRI dan datanya akan diinput ke website tersebut sehingga tercatat dengan baik.

Selain itu, KBRI Singapura juga telah mengeluarkan Kartu Pekerja Indonesia Singapura (KPIS) bagi PMI sektor PLRT.

Di kartu KPIS ada Kode bar yang bisa diacab melalui gawai dan akan muncul beberapa menu, salah satunya menu lapor untuk mengadukan persoalan yang PMI hadapi kepada KBRI.

"PMI di Singapura jumlahnya cukup besar. Meskipun di Singapura permasalahannya lebih kecil dibanding di negara lain, tapi kita masih ada permasalahan yang perlu kita atasi melalui suatu strategi yang sedang kita bahas dan perlu didukung oleh Menaker," ucap Swajaya.

Hingga 11 April 2018 tercatat ada 106.825 PMI di sektor PLRT, 29.515 PMI sektor anak buah kapal, dan 19.547 PMI sektor formal. Provinsi Jawa Tengah menjadi penyumbang PMI PLRT terbanyak disusul Jawa Barat, dan Jawa Timur.

Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018