Dengan adanya rumpon, nelayan bisa mendapatkan ikan sebanyak 3-4 ton dalam tiga hari melaut, sedangkan kalau menggunakan cara biasa kadang belum tentu mendapatkan ikan dalam sekali menebar jaring."
Cilacap (ANTARA News) - Nelayan Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, mengembangkan rumpon di Samudra Hindia sebagai alat bantu menangkap ikan, kata Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Cilacap Sarjono.

"Kebetulan saya yang pertama kali mengembangkan rumpon sekitar 10 tahun lalu dengan modal awal sekitar Rp50 juta. Lokasi pemasangan di sekitar 9 lintang selatan yang jarak tempuhnya satu hari satu malam dari Cilacap," katanya di Cilacap, Rabu.

Dia mengaku sempat didemo oleh nelayan Cilacap yang menolak kehadiran rumpon karena dianggap mengurangi hasil tangkapan mereka.

Akan tetapi setelah diberi penjelasan dan mengetahui manfaat dari rumpon, banyak nelayan yang tertarik untuk ikut mengembangkan alat bantu penangkapan ikan itu.

"Hingga saat ini, sudah ada sekitar 20 rumpon yang dipasang oleh nelayan Cilacap, baik yang dikembangkan sendiri maupun secara kelompok," katanya.

Bahkan beberapa waktu lalu, kata dia, HNSI mengusulkan bantuan kepada pemerintah berupa pemasangan 10 unit rumpon untuk nelayan Cilacap dengan anggaran sebesar Rp75 juta per unit.

Ia mengharapkan bantuan tersebut dapat terealisasi demi meningkatkan kesejahteraan nelayan.

"Namun kalau bisa, bantuan rumpon tersebut jangan ditenderkan, biarlah nelayan yang memasang sendiri. Berdasarkan pengalaman, rumpon yang ditenderkan sering kali hilang selang beberapa hari dipasang karena pemasangannya kurang diperhitungkan dengan matang," katanya.

Dalam hal ini, kata dia, jika kedalaman laut mencapai 3.000 meter, panjang tali untuk rumpon sebaiknya minimal 6.000 meter agar tidak terombang-ambing hingga akhirnya putus dan hilang ketika terjadi badai.

Menurut dia, rumpon bantuan pemerintah yang ditenderkan itu hilang setelah dipasang karena talinya terlalu pendek.

Lebih lanjut, Sarjono mengatakan penggunaan rumpon sangat menguntungkan nelayan karena hasil tangkapan berupa ikan lebih banyak jika dibandingkan dengan menangkap ikan secara konvensional.

"Dengan adanya rumpon, nelayan bisa mendapatkan ikan sebanyak 3-4 ton dalam tiga hari melaut, sedangkan kalau menggunakan cara biasa kadang belum tentu mendapatkan ikan dalam sekali menebar jaring," katanya.

Selain itu, kata dia, nelayan juga bisa menggunakan alat pancing saat menangkap ikan di rumpon sehingga lebih ramah lingkungan.

Bahkan dengan adanya rumpon, lanjut dia, nelayan juga punya arah yang jelas ketika hendak melaut untuk menangkap ikan.

Disinggung mengenai dampak siklon Cempaka yang sedang terjadi di perairan selatan Pulau Jawa terhadap nelayan Cilacap, dia mengakui sebagian besar nelayan tidak melaut karena khawatir terkena gelombang tinggi.

"Beberapa nelayan memang ada yang nekat melaut dengan jarak dekat karena masih banyak ikan di perairan selatan Cilacap yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka," katanya.

Ia mengatakan berdasarkan pantauan HNSI Cilacap, hingga saat ini cuaca buruk yang terjadi di perairan selatan Pulau Jawa yang berlanjut dengan munculnya siklon tropis Cempaka tidak berdampak signifikan terhadap nelayan Cilacap.

Menurut dia, nelayan Cilacap belum ada yang beralih profesi untuk sementara waktu demi memenuhi kebutuhan keluarga.

"Mereka untuk sementara waktu mengisi kesibukan dengan memperbaiki kapal dan alat tangkap karena dalam beberapa hari ke depan, cuaca diprakirakan kembali bersahabat," katanya.

Dalam kesempatan terpisah, salah seorang nelayan, Basirun mengaku sudah 10 hari tidak melaut akibat cuaca buruk di perairan selatan Jawa.

"Selama tidak melaut, saya memperbaiki kapal agar siap digunakan ketika cuaca kembali bersahabat," katanya.

Ia mengaku jika sebenarnya ingin memiliki rumpon seperti beberapa nelayan lainnya namun terbentur modal.

Dengan adanya rumpon, kata dia, hasil tangkapan berupa ikan sangat melimpah.

"Saya enggak punya modal sehingga tidak bisa patungan untuk membuat rumpon," katanya.

Pewarta: Sumarwoto
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017