Pegawai negeri juga tidak memberikan contoh kepada masyarakat, sehingga terjadi penelantaran di mana-mana dan perselingkuhan juga semakin tinggi. Dampak buruk media sosial juga bisa merusak keutuhan rumah tangga."
Sampit, Kalteng (ANTARA News) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Susana Yambise mengaku prihatin terhadap tingginya angka perceraian di negara ini, khususnya di kalangan aparatur sipil negara (ASN).

"Pegawai negeri juga tidak memberikan contoh kepada masyarakat, sehingga terjadi penelantaran di mana-mana dan perselingkuhan juga semakin tinggi. Dampak buruk media sosial juga bisa merusak keutuhan rumah tangga," kata Yohana saat di Sampit, Selasa.

Pihaknya secara rutin menerima laporan dari seluruh daerah terkait kasus-kasus yang menimpa perempuan dan anak. Kasus perceraian cukup tinggi dan harus menjadi perhatian semua pihak.

Berdasarkan data, kata Yohana, yang paling banyak mengajukan gugatan cerai adalah kaum perempuan. Tidak hanya masyarakat umum, tetapi juga aparatur sipil negara, termasuk para guru dengan jumlah yang signifikan.

Tingginya angka perceraian di kalangan aparatur sipil negara menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Aparatur sipil negara merupakan abdi negara yang seharusnya menjadi teladan yang baik bagi masyarakat.

"Kami juga memohon kepedulian kaum laki-laki untuk melihat anak-anak dan kaum perempuan. Saya akan berbicara dengan Menteri RB (Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi) untuk melihat kembali Peraturan Pemerintah Nomor 10, supaya ini menjadi perhatian kita semua untuk membatasi laki-laki yang berstatus pegawai negeri, yang sudah banyak lari dari aturan," kata Yohana.

Yohana meminta pemerintah daerah memperhatikan perempuan karena banyak masalah yang muncul seperti kekerasan dalam rumah tangga yang masih sangat tinggi di Indonesia. Kasus kekerasan yang terjadi yaitu dalam bentuk fisik, psikis, seksual, penelantaran terhadap perempuan dan anak-anak.

Meningkatnya kekerasan terhadap perempuan, bahkan mulai menimbulkan gerakan, seperti munculnya organisasi dengan nama perempuan kepala rumah tangga tangguh yang sudah beranggotakan hingga lima juta orang di seluruh Indonesia.

Kemajuan teknologi juga menimbulkan dampak lain, termasuk dampak negatif penyalahgunaan media sosial. Ini menjadi lampu merah bagi semua pihak untuk bisa menyelamatkan perempuan.

Sementara itu terkait kesetaraan gender, Yohana menjelaskan bahwa Indonesia dipilih menjadi percontohan dari 10 negara besar di dunia. Perserikatan Bangsa Bangsa memilih Indonesia dengan pertimbangan bahwa perempuan di negara ini cukup maju dan mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim dan toleransinya yang dianggap bagus.

Dulunya Indonesia menargetkan perbandingan peran perempuan dan laki-laki yaitu 30 berbanding 70 persen. Namun sejak 2015, Indonesia menaikkan target kesetaraan gender dengan perbandingan menjadi 50 berbanding 50 persen.

Kaum laki-laki diminta memberi kesempatan kepada perempuan untuk menduduki jabatan-jabatan strategis. Ini tantangan berat, namun Yohana optimistis untuk membawa perempuan-perempuan Indonesia lebih maju.

Tantangan yang dihadapi adalah mengubah pola pikir kaum laki-laki untuk sepenuhnya bisa menerima perempuan untuk berjalan setara dengan laki-laki. Perempuan Indonesia juga menjadi contoh bagi negara-negara di dunia, khususnya negara muslim yang negaranya sedang terjadi konflik.

Pewarta: Norjani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017