Jakarta (ANTARA News) - Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengutuk keras penghakiman massa berupa pelecehan seksual seperti yang terjadi terhadap sepasang muda-mudi di Tangerang yang dituduh berbuat asusila.

"Tanpa pembuktian melalui proses hukum, masyarakat sama sekali tidak memiliki hak untuk melakukan penghukuman, penganiayaan dan pelanggaran hak orang lain yang dijamin dalam konstitusi," kata Komisioner Komnas Perempuan Adriana Venny melalui pesan tertulis di Jakarta, Kamis.

Adriana mengatakan tindakan main hakim sendiri bertentangan dengan hak-hak yang dijamin Undang-Undang Dasar 1945 dan sejumlah Undang-Undang.

Pasal 28G Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menjamin hak atas perlindungan diri pribadi, kehormatan, martabat dan atas rasa aman. Menurut Adriana, perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu merupakan hak asasi.

Begitu pula dengan Pasal 28G Ayat (2) yang menyatakan setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia.

Penghakiman di luar proses hukum juga melanggar Undang-Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik. Pasal 17 Ayat (1) menyatakan tidak seorang pun dapat sewenang-wenang atau secara tidak sah dicampuri masalah pribadinya, keluarganya atau diserang kehormatan dan nama baiknya.

Sedangkan Ayat (2) Pasal yang sama menyatakan setiap orang berhak atas perlindungan hukum terhadap campur tangan atau serangan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1).

Pasal 30 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga menyebutkan bahwa tempat kediaman siapa pun tidak boleh diganggu.

Ayat (2) Pasal yang sama menyebutkan menginjak atau memasuki pekarangan kediaman atau rumah yang bertentangan dengan kehendak orang yang mendiami hanya diperbolehkan dalam hal yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang.

"Karena itu, tindakan penghakiman tanpa prosedur hukum merupakan perbuatan yang melawan hukum," kata Adriana.


Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2017