Depok (ANTARA News) - Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Mulyono mengatakan, kegiatan bela negara tidak melulu dimaknai sebagai perang atau angkat senjata, namun juga sebagai bentuk kecintaan terhadap tanah air.

"Bela negara jangan dimaknai angkat senjata atau perang. Bukan itu maksudnya," kata Mulyono dalam seminar bertema Mewujudkan Sishanta yang Tangguh Melalui Penguatan Peran Binter TNI AD dalam Membantu Menyiapkan Kekuatan Pertahanan Negara di kampus UI Depok, Jawa Barat, Kamis.

Menurut dia, kegiatan bela negara untuk membentuk semangat anak bangsa agar mencintai negaranya dan mengubah mental anak bangsa yang apatis bahkan tak peduli dengan negaranya.

Saat ini, TNI sedang menjalani hubungan dengan semua kalangan, baik akademisi maupun elemen lain, termasuk perusahaan swasta, untuk mewujudkan bela negara.

"Kami jalin semua hubungan dengan siapa saja karena pertahanan negara ini bukan hanya milik TNI, tetapi kewajiban semua anak bangsa," tegas mantan Pangkostrad ini.

Mulyono mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk ikut mewujudkan Sistem Pertahanan Semesta (Sishanta). Salah satunya peran TNI di wilayah yakni Kodim, Korem, hingga Koramil dinilai berperan penting.

Mulyono menjelaskan, sesuai UUD 1945 seluruh komponen negara wajib ikut dalam mempertahankan pertahanan dan keamanan negara, sehingga generasi saat ini jelas dengan cetak biru konsep sinergi dengan TNI mendukung sistem pertahanan negara.

Ia menambahkan, Sishanta yang dianut bersifat semesta melibatkan seluruh warga negara dipersiapkan secara dini oleh pemerintah, berlanjut melindungi keselamatan bangsa. Dengan mengembangkan seluruh sumber daya nasional memelihara pertahanan negara.

"Dilakukan untuk mempertahankan melindungi dan memelihara kedaulatan. Menempatkan TNI jadi komponen utama. Ancaman non-militer pertahanan unsur utama dengan ancaman yang dihadapi. Pertahanan bukan berarti bicara perang tetapi memberdayakan seluruh komponen bangsa mempertahankan kedaulatan," tuturnya.

Ia juga mengingatkan generasi muda terkait ancaman proxy war. Pada tataran nasional, saat ini Indonesia sudah berada pada front perang asimetris, perang hibrida dan proxy war.

"Oleh karena itu, menghadapi situasi itu diperlukan peran serta seluruh komponen bangsa," kata dia.



Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015