Jakarta (ANTARA) - Kuasa hukum pemohon perkara 3/PUU-XX/2022 Denny Ardiansyah mengatakan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa tidak membedakan antara desa adat dengan desa biasa.

"Rekonstruksi Undang-Undang Desa tidak membedakan antara desa dan desa adat," kata kuasa hukum pemohon Denny Ardiansyah pada sidang uji materi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang dikutip melalui laman resmi Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Senin.

Padahal, sambung Denny, desa berlaku umum sedangkan desa adat memiliki pengaruh adat terhadap sistem pemerintah lokal, pengelolaan sumber daya dan kehidupan sosial budaya masyarakat desa tersebut.

Para pemohon menilai UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa keliru memahami dan memaknai kedudukan desa sehingga menggiring semua desa menjadi desa administratif.

Baca juga: PABPDSI Sulawesi Barat tolak draf RUU tentang Desa
Baca juga: Senator: Revisi UU Desa akan bentuk Majelis Perdamaian


Pemohon yang merupakan para kepala desa dari berbagai daerah mengajukan pokok permohonan di antaranya tentang pemerintah desa, kepala desa, pemilihan kepala desa yang diatur secara limitatif sehingga desa kehilangan ciri khas dalam model demokrasi untuk pemilihan pemimpin desa.

Hal itu termasuk pula terkait pemberhentian kepala desa dan permasalahan perangkat desa yang diatur secara normatif sehingga menimbulkan kebingungan masyarakat, terutama desa yang tidak mengenal sekretaris desa dan perangkat lainnya.

Dalam petitumnya, pemohon melalui kuasa hukum meminta majelis hakim mengabulkan seluruh permohonan. Serta menyatakan 25 pasal yang diujikan bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 18B ayat (2), Pasal 28C ayat (2), dan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945.

Sementara itu, Hakim MK Wahiduddin Adams meminta para pemohon mempertegas kedudukan hukum yang terdiri atas kepala desa, perangkat desa, dan perseorangan warga negara.

Selain itu, menurut Wahiduddin, penting untuk para pemohon memperkuat norma pasal yang diujikan dengan dasar pengujian yang benar-benar bertentangan serta merugikan hak konstitusional para pemohon.

"Dari banyak pasal ini, di mana letak pertentangannya bukan kerugian secara global," ujar dia.

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2022