Ketakutan terjadinya kondisi fatal akibat badai sitokin ternyata tidak terjadi pada pasien HIV yang statusnya imunokompromis malah gejala lebih ringan
Jakarta (ANTARA) -
Menjaga imunitas bagi orang dengan HIV/AIDS (ODHA) bukanlah hal yang mudah di tengah situasi pandemi COVID-19.
 
Di tengah pandemi, ODHA cukup rentan terjangkit dua virus sekaligus, yaitu HIV dan COVID-19. Bagi mereka, penting melakukan usaha lebih dalam menjaga imun.
 
Saat ini, sudah ditemukan antiretroviral (ARV) yang mampu membantu penderita HIV bertahan hidup lebih lama dengan virus mematikan ini. Namun perlu diketahui, antiretroviral tidak benar-benar dapat menyembuhkan seseorang dari HIV.

Artinya, jangan berpikir bahwa meminum obat ARV tidak akan terkena COVID-19 karena pada dasarnya COVID-19 menyerang siapa saja.
 
Obat ARV adalah jenis obat yang dapat digunakan untuk memperlambat perkembangan virus HIV yang bekerja dengan cara menghilangkan unsur yang diperlukan oleh virus HIV untuk menggandakan diri dan juga mencegah virus HIV menghancurkan sel CD4 atau sel darah putih yang bertugas menjaga kekebalan tubuh.
 
Dokter spesialis penyakit dalam konsultan penyakit tropik dan infeksi dari Universitas Andalas, dr. Hadianti Adlani, Sp.PD-KPTI mengungkapkan risiko ODHA terkena COVID-19 sama besarnya dengan orang pada umumnya.
 
"Risiko ODHA terkena COVID-19 sama dengan yang tidak menderita HIV," ujarnya.
 
Bahkan, ODHA yang terpapar COVID-19 dapat mengalami peningkatan risiko lebih tinggi atau lebih mudah terinfeksi jika ODHA belum mencapai tahap supresi virus melalui pengobatan antiretroviral, karena sistem imunnya belum pulih dengan baik.
 
Mengenai risiko fatalitas penyakit pada orang dengan HIV akibat infeksi SARS-CoV-2, penelitian tidak menunjukkan demikian.

Baca juga: Faktor risiko seseorang terinfeksi HIV dan pengobatan masa pandemi

Menurut laporan penelitian, hal ini mungkin disebabkan antiretroviral yang dikonsumsi dapat berdampak sedikit banyak efektif pada infeksi COVID-19.
 
"Ketakutan terjadinya kondisi fatal akibat badai sitokin ternyata tidak terjadi pada pasien HIV yang statusnya imunokompromis malah gejala lebih ringan," tutur Hadianti yang juga tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) itu.
 
Menghadapi HIV/AIDS di tengah merebaknya pandemi COVID-19 memang tidak hanya menjadi beban ganda bagi pasien, namun juga bagi tenaga medis.
 
Para dokter tetap perlu berada dalam kewaspadaan tinggi terhadap pasien, apalagi pasien yang belum mendapatkan ARV.
 
Hal ini karena kondisi imun yang memang sudah menurun pada penderita HIV mempermudah timbulnya berbagai infeksi oportunistik sehingga akan semakin memperberat kondisinya.
 
Eliminasi
 
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmidzi menyampaikan pemerintah berkomitmen untuk melakukan eliminasi AIDS pada 2030.
 
Komitmen tersebut tercermin dalam target 95-95-95, yakni 95 persen ODHIV mengetahui status HIV, 95 persen ODHIV mendapatkan terapi obat ARV, dan 95 persen semua ODHIV yang udah dapat obat ARV mengalami penurunan "viral load".
 
Sejumlah langkah strategis telah disusun Kemenkes bersama pemangku kepentingan terkait, di antaranya menerbitkan Rencana Aksi Nasional Eliminasi HIV AIDS, perluasan akses pencegahan, layanan diagnosis HIV, pengobatan ART, dan infeksi oportunistik.
 
Kemudian, menjalin kerja sama dengan pemangku kepentingan terkait serta melakukan inovasi pencegahan dan pengendalian HIV AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS).

Baca juga: Risiko ODHA terkena COVID-19 sama seperti yang orang umumnya
 
Kendati upaya eliminasi HIV AIDS terus diperkuat, capaian eliminasi HIV AIDS di Indonesia dinilai masih jauh dari target.
 
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menilai ada sejumlah penyebab yang menghambat upaya eliminasi HIV AIDS di Indonesia, di antaranya jumlah fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) yang mampu melakukan penapisan HIV belum merata serta rendahnya kesadaran ODHIV melakukan pengobatan ARV.
 
"Saat ini kita belum mencapai tiga target eliminasi tersebut khususnya target pengobatan dan target surpresi 'viral load'-nya. Ini karena belum tersedianya fasyankes yang merata untuk melakukan tes dan pengobatan HIV AIDS, tingginya 'lost to follow up' pada pasien HIV AIDS sehingga pengobatan belum optimal," paparnya.
 
Dari target tripel 95 persen, dilaporkan baru ada 75 persen ODHA yang mengetahui status HIV, dan baru 39,6 persen ODHIV yang mendapatkan obat ARV, dan baru 32,4 persen ODHIV yang mendapatkan ARV sudah mengalami penurunan turun "viral load".
 
Masih rendahnya target eliminasi ini, menurut dia, juga dipengaruhi stigma dari keluarga, petugas kesehatan, maupun masyarakat luas terhadap ODHIV.
 
Minimnya dukungan dari orang sekitar turut berdampak pada rendahnya tingkat kepatuhan ODHIV melakukan pengobatan ARV.
 
Padahal orang dengan HIV tentu memerlukan dukungan untuk tidak menghentikan pengobatan tanpa indikasi medis dan tetap semangat karena dengan ARV, tetap dapat berkarya dengan baik.

Baca juga: Survei: Mayoritas ODHA bersedia divaksin COVID-19
 
Mengatasi HIV AIDS tidak dapat diabaikan di tengah merebaknya pandemi COVID-19 karena keduanya merupakan ancaman serius terhadap kesehatan masyarakat.
 
Penting untuk disadari bahwa pasien HIV lebih rentan tertular COVID-19 daripada mereka yang tidak menderita HIV.
 
Maka dari itu, Kemenkes pun menegaskan, penanganan HIV tetap diperkuat meski di tengah pandemi COVID-19.
 
Sebaran
 
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, sebaran estimasi jumlah infeksi baru HIV di Indonesia pada 2020 sebanyak 27.580 orang.
 
Hal itu menunjukkan secara nasional, sebaran estimasi infeksi lebih rendah sekitar 47 persen dibandingkan dengan pada 2010.

"Sebenarnya angkanya sudah cukup turun jauh dibandingkan pada tahun 2010. Pada waktu itu, sempat Indonesia angka penambahan infeksi baru setiap tahunnya mencapai 48.000," papar Nadia.
 
Pada 2020, Kemenkes juga mencatat terdapat 543.100 orang di Indonesia hidup dengan HIV. Sebanyak 30.100 orang dengan HIV di antaranya diperkirakan meninggal, di mana 10.103 kasus kematiannya dilaporkan.
 
Sementara itu, 149.883 orang yang tersebar di 502 kabupaten/kota telah mengakses pengobatan antiretroviral untuk HIV.
 
Akibat pandemi COVID-19, banyak kondisi medis yang tidak tertangani, termasuk HIV AIDS, karena keterbatasan mengakses fasilitas kesehatan
 
Maka daro itu seluruh lapisan masyarakat, termasuk ODHA, perlu lebih memperhatikan upaya pencegahan COVID-19 dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat, seperti melaksanakan 3M (Memakai masker, Mencuci tangan, Menjaga jarak), menghindari berkerumun, dan melakukan vaksinasi.

Baca juga: ODHA menerima jatah obat hingga tiga bulan selama pandemi
Baca juga: Kemenkes: HIV/AIDS tidak boleh luput dari perhatian semasa pandemi

Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2021