Jakarta (ANTARA) - Ketua DPD RI LaNyalla Mattalitti mendorong asosiasi penyelenggara umrah dan haji untuk menemui Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, meminta kejelasan terkait penyelenggaraan umrah, yang hingga saat ini masih terkatung-katung.

"Saya minta juga kepada asosiasi penyelenggara umrah dan haji yang ada untuk mendesak Menteri Agama agar ini ditangani. Sekarang jangan tunggu info dari Kemenag, mereka harus digedor supaya tidak diam saja, seperti sekarang ini. Kasihan rakyat, mereka perlu kejelasan," ujar LaNyalla saat menerima audiensi Afiliasi Mandiri Penyelenggara Umrah Haji Indonesia (AMPUH) di Jakarta, Senin.

LaNyalla menjelaskan bahwa dirinya sering berbicara di media agar Kementerian Agama melakukan lobi terkait pelaksanaan umrah. Namun, ia berharap para pengusaha travel umrah dan haji juga bersatu menanyakan hal serupa.

Dia paham dengan situasi yang dialami para asosiasi penyelenggara umrah, termasuk calon jamaah karena sudah terlalu lama menunggu kejelasan.

"Pemerintah seperti tidak berpihak dengan rakyat. Calon jamaah umrah dan haji Indonesia ini sudah lama tertunda. Mereka sudah sangat rindu Tanah Suci. Sementara nasibnya seperti terombang-ambing, tidak ada kejelasan," kata dia.

Sementara itu, Ketua Umum AMPUH Abdul Aziz mengatakan kedatangannya beraudiensi dengan DPD untuk meminta bantuan agar menyampaikan keluhannya ke pemerintah.

AMPUH juga berharap agar Arab Saudi mengakui vaksin Sinovac. Sebab dari 150 penyelenggara umrah dan haji di bawah AMPUH, sekitar 90 persen calon jamaahnya divaksin Sinovac.

"Banyak negara sudah diperbolehkan umrah, sedangkan jamaah Indonesia belum bisa berangkat juga. Makanya AMPUH minta bantuan ke DPD agar sampaikan ke pemerintah untuk melakukan lobi government to government sehingga calon jamaah umrah Indonesia bisa berangkat ke sana," kata Aziz.

Sebelumnya, pemerintah Arab Saudi sudah membuka pelaksanaan umrah untuk jamaah internasional. Kendati demikian, Arab Saudi masih memperketat pintu masuk bagi sejumlah negara yang angka COVID-19-nya tinggi.

Calon jamaah asal India, Indonesia, Pakistan, Turki, Mesir, Argentina, Brasil, Afrika Selatan, dan Lebanon, harus menjalani karantina 14 hari di negara ketiga sebelum masuk ke Tanah Suci.

Selain itu, Saudi juga meminta calon jamaah yang telah mendapatkan vaksin Sinovac untuk mendapat suntikan tambahan (Booster) dari vaksin yang direkomendasikan: AstraZeneca, Pfizer, Moderna, Johnson & Johnson.

Konsul Haji Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah Endang Jumali menyatakan bahwa Arab Saudi saat ini masih melakukan kajian terkait penggunaan vaksin Sinovac dan Sinopharm.

"Untuk vaksin Sinovac dan Sinopharm yang digunakan sejumlah negara, Kementerian Kesehatan Arab Saudi masih melakukan kajian. Dalam waktu dekat, akan dirilis hasilnya secara resmi," kata Endang.

Di satu sisi, soal persyaratan seperti harus karantina 14 hari di negara ketiga bagi sembilan negara termasuk Indonesia bakal membuat biaya umrah membengkak dan tak rasional.

Saat harus transit di negara tiga, calon jamaah harus mengeluarkan dana untuk membayar asuransi kesehatan, tes PCR tambahan, tiket transit, dan hal tak terduga lainnya. Belum lagi saat kepulangan ke Tanah Air, Pemerintah bisa saja memberlakukan karantina bagi mereka yang telah melakukan perjalanan ke luar negeri.

Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemenlu Judha Nugraha menyatakan bahwa transit di negara ketiga juga tidak membuat perlindungan calon jemaah menjadi lebih baik.

"Sebab, bisa jadi negara ketiga yang dituju juga sedang fokus dalam penanganan pandemi di wilayahnya. Bisa jadi, mereka juga tidak setuju menjadi tempat transit," kata dia.

Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021