Pemerintah adalah fasilitator
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko mendorong BRIN menjadi pengungkit (enabler) agar riset dan inovasi industri di Tanah Air tumbuh signifikan.

"KPI (Key Performance Indicator) BRIN adalah bagaimana kita menjadi enabler supaya RnD (penelitian dan pengembangan) industri tumbuh, pelaku usaha itu tumbuh yang lebih berbasis riset dan inovasi, yang nilai tambahnya itu tinggi, yang tidak mungkin dicapai tanpa riset dan inovasi," kata Kepala BRIN dalam gelar wicara "Infrastruktur Riset Terbuka, untuk Siapa?" di Jakarta, Kamis.

Handoko mengatakan kontribusi belanja penelitian dan pengembangan nasional harus didominasi oleh belanja riset dan pengembangan dari swasta, bukan lagi didominasi dari pemerintah, jika bangsa Indonesia ingin maju.

Oleh karena itu, BRIN fokus untuk membawa sumber daya riset yang sudah dikonsolidasikan baik sumber daya manusia (SDM), infrastruktur, maupun anggaran untuk bermanfaat maksimal bagi para pemangku kepentingan khususnya para pelaku usaha.

Semua infrastruktur riset dipastikan terbuka bagi seluruh pemangku kepentingan termasuk para peneliti di dalam dan luar lingkungan BRIN dan pihak industri atau pelaku usaha. Diharapkan dengan infrastruktur riset terbuka untuk semua, semakin membuat riset dan inovasi di Indonesia tumbuh lebih baik.

Baca juga: BRIN: Infrastruktur riset terbuka bagi masyarakat ilmiah Indonesia
Baca juga: Riset keilmuan terapan bukti penggerak solusi masalah sosial


Ia menjelaskan, riset dan inovasi yang dilakukan para peneliti juga berorientasi pada kebutuhan terkini industri dan masyarakat.

"Kenapa pelaku usaha? Karena negara itu maju karena pelaku usaha bukan karena pemerintah. Pemerintah adalah fasilitator," ujarnya.

Handoko mengatakan BRIN akan memfasilitasi para pelaku usaha khususnya dalam konteks BRIN menciptakan nilai tambah yang lebih tinggi pada berbagai produk industri baik barang maupun jasa.

"Meningkatkan nilai tambah itu tidak bisa tidak dengan riset," ujarnya.

Dia menginginkan barang yang diekspor tidak lagi berupa barang mentah seperti bubuk kering kencur atau kencur mentah, tapi menjadi produk bernilai tambah tinggi seperti obat herbal terstandar atau suplemen yang mengandung kencur.

"Menjadi negara berpendapatan tinggi maka harus ada proses riset dan inovasi untuk nilai tambah yang signifikan," ujar Handoko.

Baca juga: Nadiem : Riset adalah magang model baru
Baca juga: LIPI kukuhkan empat profesor riset

Baca juga: BPPT dukung peningkatan riset eksplorasi mineral laut dalam Indonesia


 

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021