Jakarta (ANTARA) - Kasus terkonfirmasi positif COVID-19 mengalami peningkatan signifikan dalam sepekan terakhir, bahkan  setiap harinya bisa mencapai 20.000 pasien baru.

Meningkatnya penambahan kasus terkonfirmasi COVID-19, membuat sejumlah orang tua berpikir ulang untuk membolehkan anaknya untuk ikut pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas pada tahun ajaran baru 2021/2022 yang akan dimulai pada Juli.

“Dengan kondisi saat ini, sekarang jadi ragu untuk memperbolehkan anak belajar di sekolah,” ujar seorang wali murid, Zahra (35).

Zahra yang berdomisi di Kabupaten Tangerang itu mengatakan pada semester lalu, anaknya sempat mengikuti PTM terbatas di sekolah. PTM terbatas dilakukan menjelang akhir semester genap. Pembelajaran yang dilakukan berbeda dengan sekolah sebelum pandemi COVID-19.

“Hanya berlangsung tiga jam dan itu juga tidak setiap hari. Gantian dengan siswa dari kelas lainnya,” kata dia.

PTM terbatas tersebut membawa kebahagiaan tersendiri bagi anaknya, Rara, yang saat ini duduk di kelas tiga SD. Kembali ke sekolah, bertemu dengan guru dan teman-temannya, setelah satu tahun belajar di rumah, membuat anaknya menjadi lebih semangat belajar.

Kondisi itu berbanding terbalik saat pembelajaran yang dilakukan dari rumah sepenuhnya. Anaknya ogah-ogahan saat pembelajaran daring dimulai. Ia pun mengaku tidak bisa menemani anaknya belajar sepenuhnya, karena harus bekerja.

Pembelajaran daring dilakukan dengan didampingi sang nenek. Akibatnya kurang maksimal, karena sang nenek tidak bisa membantu cucunya belajar. Zahra pun baru bisa menemani anaknya saat pulang bekerja. Belajar Rara pun menjadi tidak maksimal.

“Sebenarnya PTM terbatas pada tahun ajaran baru ini, sudah ditunggu-tunggu oleh para orang tua. Tapi dengan penyebaran COVID-19 saat ini, membuat para orang tua menjadi galau,” ucap dia.

Apalagi Kabupaten Tangerang saat ini berada pada zona merah. Satu sisi, ia memahami bahwa anaknya membutuhkan para guru dan teman-temannya, tapi pada sisi lain ia tak mungkin melepaskan anaknya ke sekolah pada saat penyebaran COVID-19 yang semakin tinggi. Sebelumnya, Kemendikbudristek meminta agar sekolah yang guru dan tenaga kependidikannya sudah divaksinasi lengkap untuk menyediakan opsi PTM terbatas dan pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) meminta agar pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk segera menghentikan uji coba PTM terbatas di sejumlah daerah yang tingkat positifnya di atas lima persen.

Sekjen FSGI Heru Purnomo mengatakan jika kasus COVID-19 terus melonjak, maka pemda wajib menunda pembukaan sekolah pada tahun ajaran baru 2021/2022 yang dimulai pada 12 Juli 2021. Penghentian PTM terbatas harus segera dilakukan agar jumlah anak yang berpotensi terinfeksi COVID-19 dapat ditekan, termasuk pendidik (guru) wajib juga dilindungi dari penularan COVID-19.

FSGI mendorong pemerintah menuntaskan program vaksinasi bagi seluruh guru dan dosen, karena sebagai kelompok prioritas vaksinasi, ternyata banyak pendidik yang belum mendapatkan kesempatan divaksinasi. Ada yang karena belum ada kesempatan, namun ada juga kelompok guru yang tidak bisa divaksinasi karena alasan medis, namun ada juga yang menolak divaksinasi karena khawatir efek dari vaksinasi.

FSGI mendorong dinas kesehatan daerah dengan dinas pendidikan bekerja sama menyosialisasikan manfaat vaksin di kalangan pendidik dan tenaga kependidikan, terutama untuk kelompok yang tidak mau divaksinasi.

“Kalau anaknya masih sehat dan hidup, maka ketertinggalan materi pelajaran masih bisa diberikan nantinya ketika pandemi terkendali. Selain peserta didik, pemerintah juga wajib melindungi pendidik dan tenaga kependidikan pada masa pandemi,” ujar Heru.


Tidak bisa disamaratakan

Dirjen PAUD Dikdasmen Kemendikbudristek Jumeri mengatakan PTM terbatas tidak bisa disamaratakan antara satu daerah dan daerah lainnya. Hal itu dikarenakan kondisi wilayah Indonesia yang berbeda satu sama lain.

“Saya punya keyakinan bahwa daerah yang zona merah merupakan daerah perkotaan, sementara daerah yang terisolir atau 3T cenderung aman dari COVID-19 dan bisa menyelenggarakan PTM terbatas maupun pendidikan jarak jauh,” katanya.

Daerah yang berada pada zona merah, diminta untuk menyelenggarakan PJJ, sementara daerah yang berada selain zona merah bisa menyelenggarakan PTM terbatas dan PJJ dengan catatan gurunya sudah mendapatkan vaksinasi lengkap. Jumeri menambahkan pelaksanaan PTM terbatas mengacu pada SKB empat menteri dan juga Instruksi Mendagri 14/2021 tentang PPKM mikro.

“PTM terbatas mengacu pada SKB empat menteri dan juga kami minta daerah untuk mentaati Instruksi Mendagri 14/2021 tersebut,” kata dia.

Pelaksanaan PTM terbatas pada masa pandemi COVID-19, lanjut Jumeri, disesuaikan dengan kondisi daerah tersebut. Dalam satu kabupaten, misalnya ada kecamatan yang angka penularan COVID-19 tinggi, akan tetapi ada juga kecamatan terisolir yang angka penularan COVID-19 rendah.

Pelaksanaan PTM terbatas juga diselenggarakan berdasarkan persetujuan dari orang tua. Orang tua yang memutuskan apakah anaknya diperbolehkan mengikuti PTM terbatas atau hanya mengikuti PJJ. Guru juga diminta untuk tidak mendiskriminasikan anak yang orang tuanya memilih untuk melakukan PJJ.

PTM terbatas juga diselenggarakan tidak sama dengan sekolah tatap muka biasa. PTM terbatas hanya berlangsung dua hingga tiga jam setiap kali pertemuan dan berlangsung hanya dua hingga tiga kali dalam sepekan. Pelaksanaan PTM terbatas dilakukan dengan protokol kesehatan yang ketat.

Jumeri meminta orang tua untuk tidak khawatir mengenai pelaksanaan PTM terbatas. Kemendikbudristek menghargai kekhawatiran orang tua, yang mana jika orang tua tidak setuju dengan PTM terbatas maka diperkenankan agar anaknya mengikuti PJJ. Jumeri memastikan tidak ada diskriminasi atau hukuman pada anak yang belajar di rumah.

Begitu juga jika daerah tersebut mengalami lonjakan kasus COVID-19, maka PTM terbatas dihentikan sementara dan kembali melakukan PJJ. Namun jika penambahan kasus sudah berkurang, maka PTM terbatas kembali bisa diselenggarakan.​​​​​​​

Jumeri mengakui bahwa pembelajaran tatap muka merupakan opsi pembelajaran terbaik pada saat ini. Hal itu dikarenakan pelaksanaan PJJ belum optimal karena banyak kendala, seperti ketersediaan gawai, jaringan maupun kuota internet. Hingga saat ini sebanyak 35 persen sekolah telah menyelenggarakan PTM terbatas. 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021