Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyebutkan banjir besar yang terjadi di Kalimantan Selatan menunjukkan ketahanan lingkungan di wilayah tersebut masih lemah.

Dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis, Menko PMK mengatakan banjir tersebut juga sebagai dampak dari fenomena alam La Nina, namun sebenarnya Kalimantan Selatan diprediksi tidak terdampak dari kejadian tersebut.

"Seingat saya Kalimantan Selatan adalah termasuk wilayah yang tidak dikira akan menghadapi dampak badai La Nina ini, tetapi namanya kita boleh meramal, boleh berikhtiar, tapi pada akhirnya Tuhan lah yang maha penentu," ujar Muhadjir.

Banjir besar yang menggenangi 11 kabupaten dan kota di Kalsel itu merendam kurang lebih 87.765 rumah warga. Ketinggian rendaman air mencapai 2 meter dan menyebabkan 74.863 orang mengungsi, terdapat pula korban meninggal sebanyak 21 orang.

Sarana prasarana juga banyak yang rusak diakibatkan banjir, seperti jembatan putus, tanggul jebol, jalan trans-Kalimantan putus, dan banyak pula sekolah dan rumah ibadah yang rusak.

Muhadjir mengatakan, adanya bencana banjir ini merupakan pertanda yang menunjukkan bahwa ketahanan lingkungan di Kalimantan Selatan masih lemah. Menurut dia, apabila ketahanan lingkungan telah kuat, fenomena La Nina tidak akan menyebabkan bencana yang parah.

Karena itu, lanjut Muhadjir, khususnya warga Kalsel, kemudian para penentu kebijakan harus betul-betul melakukan semacam koreksi yang mendasar terhadap masalah penataan lingkungan, termasuk tata guna tanah.

Bumi Kalimantan, kata dia, memiliki sumber daya alam berupa keanekaragaman hayati dan kandungan mineral di dalam perut buminya. Menko PMK tak memungkiri bahwa eksploitasi alam menjadi salah satu penyebab banjir besar di Kalsel. Pengelolaan alam yang salah dan sembrono, kata dia, menyebabkan timbulnya malapetaka bencana alam.

Karena itu, dia meminta kepada seluruh pihak, baik masyarakat umum, pengusaha, dan pemerintah daerah untuk lebih mencintai alam dan memanfaatkan alam dengan bijaksana.

Baca juga: Penyempitan hutan meningkatkan risiko banjir di Kalimantan Selatan

"Marilah kita memanfaatkan alam ini dengan cara-cara yang bijak, yang arif, dengan penuh perhitungan manfaat dan risikonya. Jangan sampai ternyata manfaat itu lebih kecil dibanding risikonya," katanya.

Baca juga: Presiden cek kerusakan infrastruktur, evakuasi dan logistik di Banjar

Menurut Muhadjir, risiko jangan hanya dihitung jangka pendek, akan tapi jangka panjangnya. Begitu juga dengan keuntungan dari pemanfaatan alam juga jangan hanya dihitung jangka pendek tapi jangka panjangnya.

Baca juga: Banjir Kalsel, 112.709 warga mengungsi

"Jangan sampai ada yang mengambil keuntungan terlalu besar (dari lingkungan), sementara sebagian yang lain menanggung risiko terlalu besar," kata Muhadjir mengingatkan.

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021