Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung mengajukan penghentian penuntutan (SKP2) terhadap berkas kakak dan adik Artalytha Suryani alias Ayin, terkait tindak pidana pemalsuan tanda tangan dan penggelapan uang senilai Rp32 miliar.

"Pengajuan penghentian penuntutan tersebut sedang dalam proses kajian," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Didiek Darmanto, di Jakarta, Selasa.

Sebelumnya dilaporkan, Kejati Lampung sejak 4 April 2007 sudah menyatakan berkas kakak dan adik kandung Ayin dinyatakan lengkap (P21), namun sampai sekarang belum dilimpahkan ke pengadilan.

Bahkan, Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Karang sudah menolak permohonan praperadilan dari kedua tersangka yang terjerat kasus penipuan dan pemalsuan surat itu.

Kemudian, Satgas Pemberantasan Mafia Hukum pada 16 Februari 2010 memerintahkan Jaksa Agung Hendarman Supanji segera melakukan pemeriksaan internal dan meminta penjelasan dari Jaksa Agung.

Kasus itu sendiri dilaporkan oleh Direktur PT Bumiredjo, Budhi Yuwono yang menjadi korban dari aksi kakak dan adik terpidana kasus suap Jaksa Urip Tri Gunawan dalam Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Kapuspenkum juga membantah jika Kejagung ada kesengajaan melindungi kakak dan adik Ayin tersebut.

"Tidak benar Kejaksaan melindungi Aman dan Simon Susilo. P 21 untuk kedua berkas tersebut tidak ada," katanya.

Hal itu untuk menanggapi pernyataan LSM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) yang menduga Kejagung sengaja melindungi kedua kakak beradik Ayin tersebut.

Kapuspenkum menjelaskan sejak SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) diterima pada tanggal 3 Maret 2006, pihak Kejaksaan telah beberapa kali menerbitkan P 19 yang menyatakan berkas perkara belum lengkap, yaitu pada tanggal 22 Maret 2006, 14 April 2006, 6 Juli 2006, 15 Agustus 2006 dan 16 Oktober 2006.

Polda Lampung, menurut Kapuspenkum, akhirnya menerbitkan surat yang menyatakan penyidikan dinyatakan optimal karena berkas perkara yang diserahkan sudah berulang kali dinyatakan tidak lengkap.

Pada 22 Desember 2006, Kejaksaan RI menerbitkan P 22 untuk menyerahkan berkas perkara dari penyidik ke Kejaksaan untuk dilakukan pemeriksaan tambahan.

"Dari pemeriksaan tambahan tersebut belum dipenuhi alat bukti yang cukup untuk diajukan ke pengadilan sehingga perkara itu masih dalam kajian untuk dilakukan pemeriksaan ulang," katanya.

Kasus tersebut bermula dari laporan Budhi Yuwono pada tahun 2005 ke Polda Lampung yang menuduh Simon dan Aman, terlibat dalam pemalsuan surat kuasa dimana dengan surat kuasa palsu tersebut keduanya berhasil membobol uang PT Bumiredjo sebesar Rp32 miliar di Bank Danamon dan 1,4 juta dolar AS atau Rp45 miliar di Bank Mandiri.
(T.R021/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010