pemutus yang harus confident bisa memberikan sosialisasi ke masyarakat
Jakarta (ANTARA) - Guru besar Fakultas Teknik Elektro Universitas Indonesia Prof. Iwa Garniwa Mulyana mengatakan pembangkit listrik tenaga nuklir bisa saja masuk dalam bauran energi nasional untuk memenuhi kebutuhan energi Indonesia yang akan semakin bertambah di masa depan.

Iwa mengatakan ketika bergerak menjadi negara maju, maka kebutuhan listrik juga makin bertambah terutama untuk memenuhi kebutuhan listrik industri yang makin meningkat.

"Indonesia harus ada 'energy mix' salah satu yang bisa di-mix adalah PLTN karena secara teknologi sudah 'proven' (teruji), jadi sebenarnya seperti mengintegrasikan dari sumber daya, interkoneksi semua sehingga terjadi perubahan kebutuhan 'green energy'," kata Iwa kepada ANTARA di Jakarta, Senin.

Iwa menuturkan pembangunan energi harus dilakukan dengan strategi yang baik dan mengoptimalkan seluruh sumber daya yang ada.

"Harusnya kita membangun merencanakan dengan strategi yang cerdas karena semua kita punya 'resources' (sumber daya), kenapa kita takut terhadap satu teknologi kan kita bukan merevolusi. Kita harus membangun secara sistematik untuk masa depan energi anak cucu kita," tuturnya.

Iwa mengatakan jika mengandalkan energi yang berbasis fosil saat ini maka lambat laun akan habis, padahal kebutuhan energi akan makin meningkat di masa akan datang. Ketersediaan energi bisa menjadi masalah karena tidak memadai di masa depan jika hanya bertindak seperti biasa saja (business as usual).

Untuk itu, bauran energi harus bisa dilakukan dari upaya memaksimalkan seluruh sumber daya dan potensi termasuk energi baru dan terbarukan. PLTN termasuk dalam energi baru yang belum dimanfaatkan di Indonesia.

Baca juga: Akademisi: Studi kelayakan PLTN butuh waktu sampai dua tahun

Baca juga: Akademisi: PLTN yang dibangun di Indonesia mulai dari generasi III+


Iwa juga menuturkan perlu percepatan untuk meningkatkan proporsi energi baru dan terbarukan dalam bauran energi nasional karena saat ini masih sekitar 12 persen. Sementara target bauran energi baru dan terbarukan yakni 23 persen pada 2025.

Dia mengatakan tantangan PLTN di Indonesia adalah isu keamanan PLTN sehingga terbangun rasa waswas di masyarakat. Pihak yang menetapkan kebijakan pun hampir sama rasa khawatirnya dengan masyarakat.  Padahal PLTN generasi saat ini memiliki sistem keamanan yang inheren dan jauh lebih baik dibanding generasi sebelumnya.

"Seharusnya pemutus kebijakan bisa belajar dari negara-negara yang sudah bahwa pemutus itulah yang harus confident (percaya diri) sehingga dia bisa memberikan sosialisasi ke masyarakat bahwa ini (PLTN) adalah salah satu energi masa depan," tuturnya.

Iwa mengatakan regulasi yang menyebutkan PLTN sebagai alternatif terakhir untuk sumber energi juga menjadi satu hambatan untuk terwujudnya PLTN di Indonesia.

"Ini sama saja saya menganggap dengan statement (pernyataan) itu sama saja dengan bahwa nuklir tidak boleh hidup di Indonesia, kan menurut saya cukup aneh mengapa muncul hal seperti itu, kan kita bisa membangun dengan mulai yang kecil-kecil bahkan kalau lihat di Rusia itu sudah dibangun baterai terapung," ujarnya.

Negara yang memiliki banyak minyak bumi seperti Arab Saudi juga mempersiapkan juga membangun PLTN.

Iwa mengatakan kunci dari terwujudnya pembangunan PLTN di Indonesia ada di tangan pemerintah.

"Hampir impossible (tidak mungkin) kalau pemerintah tidak ada keberanian untuk memutuskan (membangun PLTN)," tuturnya.

Baca juga: Batan: Energi nuklir disinergikan dengan energi terbarukan

Baca juga: Gubernur Kalbar harapkan rencana pembangunan PLTN masuk RPJMN

 

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020