Jakarta (ANTARA) - Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi mengajukan diri sebagai pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum atau "justice collaborator" (JC).

"Demi Allah demi Rasulullah, saya akan membantu majelis hakim yang mulia, jaksa penuntut umum dan KPK untuk mengungkap perkara duit Rp11 miliar itu, kabulkanlah saya sebagai JC," kata Imam saat membacakan nota pembelaan (pledoi) di gedung KPK Jakarta, Jumat.

Sidang dilakukan melalui sarana "video conference", Imam Nahrawi berada di gedung KPK sedangkan jaksa penuntut umum (JPU) KPK, majelis hakim dan sebagian penasihat hukum berada di pengadilan Tipikor Jakarta.

JPU KPK menuntut Imam agar divonis selama 10 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan karena dinilai terbukti menerima suap senilai Rp11,5 miliar dan gratifikasi sebesar Rp8,648 miliar dari sejumlah pejabat Kemenpora dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).

"Sesusungguhnya siapa yang bersengkokol untuk mensangkakan dan mendakwakan saya menjadi pesakitan. Apakah untuk menutup hal lain, hal yang lebih besar dengan mengorbankan saya sebagai terdakwa. Sangat jelas di fakta sidang menyebut ada instiusi kejaksaan yang dialiri dana dari KONI dan bukti rekaman menyebut oknum-oknum BPK, Kementerian Keuangan yang sama sekali tidak ditanya dan diungkap," tambah Imam.

Baca juga: Imam Nahrawi dituntut 10 tahun penjara

Selain vonis penjara dan denda, JPU KPK juga mewajibkan Imam Nahrawi membayar uang pengganti sebesar Rp19.154.203.882 yaitu sejumlah suap dan gratifikasi yang dinikmati Imam yang bila tidak dibayar diganti pidana penjara selama 3 tahun.

Selanjutnya JPU KPK meminta pencabutan hak politik Imam selama 5 tahun setelah selesai menjalani pidana pokoknya.

Imam dalam nota pembelaannya mengaku tidak pernah melakukan persengkongkolan jahat untuk mendapat uang suap dan gratifikasi.

"Saya sudah bersumpah di atas Al Quran bahwa saya tidak tahu menahu, tidak meminta, tidak memerintahkan, tidak menerima bahkan demi Allah saya tidak terlibat dalam persekongkolan jahat ke mana duit Rp11 miliar itu," ungkap Imam.

Menurut Imam, mantan asisten pribadinya Miftahul Ulum sudah membuka ke mana arah uang Rp11 miliar itu mengalir tapi tidak dijadikan dasar mengungkap fakta yang jujur dan sebenarnya.

"Apakah ini tidak lanjut dari istilah persekongkolan jahat yang harus dan wajib disematkan pada pundak Imam Nahrawi? Sebagai terdakwa saya mohon berulang kali dikonfritir dengan saksi Hamidy, Johnny, Lina Nurhasanah, Miftahul Ulum untuk mengungkap aliran dana Rp11,5 miliar agar suap KONI terang benderang tapi JPU tidak mengabulkan dengan alasan waktu," tambah Imam.

Baca juga: Jaksa KPK: Imam Nahrawi tidak pernah menolak uang yang sudah diterima

Imam pun minta dibebaskan dari semua tuntutan JPU KPK.

"Saya mohon dibebaskan dari semua tuntutan jaksa penuntut umum KPK dan tuntutan jaksa penuntut umum KPK dan saya memohon dengan sangat agar dipulihkan nama baik dan harga diri saya untuk saya bisa bebaws kembali ke tengah-tengah hangatnya keluarga, melanjutkan pengabdian di medan juang dan terus mengupayakan prestasi tanah air semakin menjulang tinggi dan mengharumkan nama Indonesia menjadi macan Asia," kata Imam.

Sedangkan untuk nama-nama yang terungkap di persidangan yang menerima dana suap yang bersumber dari dana hibah KONI Pusat, Imam meminta untuk segera ditindaklanjuti.

"Saya memohon kepada penyidik KPK dan JPU untuk segera menindaklanjuti persekongkolan jahat yang ada did KONI Pusat agar tidak ada lagi muncul korban seperti saya," tambah Imam.

Kepada Persiden Joko Widodo, Imam mengucapkan terima kasih karena telah mengangkat saya sebagai Menpora pada Kabinet Kerja periode 2014-2019.

"Saya bangga pernah membantu bapak selama Bapak menjabat sebagai Presiden serta sampai saat mengajukan surat pengunduran diri sebagai Menpora. Selama saya menjabat saya tidak pernah mendapat teguran secara lisan maupun tulisan dari Bapak Jokowi. Saya juga bersemangat hingga Indonesia berhasil mendapat perhatian dunia dengan status bergengsi dan disegani tidak hanya di Asia tapi juga di level internasional," ungkap Imam.

Namun ia pun meminta maaf karena tidak cermat untuk mengontrol anak buah.

"Tetapi saya mohon maaf atas ketidakcermatan mengontrol anak buah di Kemenpora RI sehingga menimbulkan masalah hukum karena itu terjadi karena terlalu fokusnya saya selama 4 tahun terhadap amanah dan tugas-tugas utama yang telah Presiden percayakan kepada saya," ungkap Imam.

Tidak ketinggalan Imam mengucapkan terima kasih kepada istrinya Shobibah Rohmah dan ketujuh anaknya.

"Kepada istriku tercinta Shobibah Rohmah atas salah, khilaf dosa abah selama ini, sayang salahmu sudah kumaafkan sejak hati ini bersatu dalam cintamu. Terima kasih atas sabarmu, ikhlasmu, relamu dan sediamu atas senyum ketika badai datang menerpa kau bisikkan Ada Allah yang memiliki jagat alam raya ini," kata Imam.

Dalam dakwaan pertama, Imam Nahrawi bersama bekas asisten pribadinya Miftahul Ulum dinilai terbukti menerima uang seluruhnya berjumlah Rp11,5 miliar dari Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum KONI Johnny E Awuy.

Tujuan pemberian suap itu adalah untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan Bantuan Dana Hibah yang diajukan oleh KONI Pusat kepada Kemenpora tahun kegiatan 2018.

Selanjutnya dalam dakwaan kedua, Imam Nahrawi bersama-sama Ulum didakwa menerima gratifikasi senilai total Rp8,648 miliar yang berasal dari sejumlah pihak.

Terkait perkara ini, Miftahul Ulum selaku eks asisten pribadi mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan pada 15 Juni 2020 lalu.

Baca juga: Jaksa KPK: Taufik Hidayat perantara gratifikasi untuk Imam Nahrawi

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020