Ansharuddin menyatakan tidak pernah menandatangani kuitansi tersebut dan memastikan tidak ada proses peminjaman uang oleh dirinya kepada pelapor.
Banjarmasin (ANTARA) - Bupati Balangan, Kalimantan Selatan, Drs H Ansharuddin mengaku telah menyurati Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Jaksa Agung HM Prasetyo untuk meminta agar dilakukan audit investigasi internal terhadap penyidik dan jaksa yang menangani perkara hukum kini menjeratnya.

"Kalau dilakukan audit investigasi, ada kewenangan dari Jamwas, Propam atau Itwasum agar muncul keadilan dalam perkara ini, sehingga masih ada celah untuk SP3 (Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan)," ujar Ansharuddin, di Banjarmasin, Senin.

Menurut dia, sangat banyak kejanggalan dan nonprosedural dalam proses hukum yang menjeratnya sebagai tersangka.

Selain proses penyelidikan hingga penyidikan yang begitu cepat oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Kalsel, ungkap dia, penyidik juga tidak berimbang serta tidak berhati-hati dalam melakukan penyidikan karena kuat dugaan ada unsur politis dan dugaan ada pengawalan atau beking dari pihak pelapor.

"Saya merasa dizalimi. Saya pada prinsipnya minta keadilan saja dari orang-orang yang menentukan kebijakan. Lebih-lebih pada saat ini suasana pilkada menyangkut popularitas saya sebagai petahana," katanya pula.

Didampingi kuasa hukum Muhammad Pazri, Ansharuddin pun memaparkan semua bukti untuk menyanggah perkara hukum yang dituduhkan terlapor Dwi Putra Husnie Dipling.

Di hadapan awak media, dia memperlihatkan dokumen untuk membantah segala tuduhan dari terlapor hingga membuatnya menjadi tersangka.

"Tidak ada namanya utang piutang yang dituduhkan. Justru saya coba ditipu dan diperas oleh terlapor. Dan saya pun sudah lapor balik," ujarnya.

Bupati Balangan ditetapkan oleh penyidik Ditreskrimum Polda Kalsel sebagai tersangka atas dugaan penipuan atau perbuatan curang karena cek kosong.

Dalam laporannya, Dwi Putra Husnie Dipling juga menuduh terlapor meminjam uang Rp1 miliar dengan bukti Ansharuddin menandatangani kuitansi pinjaman tanggal 2 April 2018.

Namun Ansharuddin menyatakan tidak pernah menandatangani kuitansi tersebut dan memastikan tidak ada proses peminjaman uang oleh dirinya kepada pelapor.

"Jadi semua itu hanya rekayasa pelapor. Padahal faktanya saya yang ingin ditipu dan diperas senilai Rp1 miliar. Namun karena saya sadar dan akhirnya tidak berhasil ditipu," ujarnya.

Adapun untuk tuduhan pelapor bahwa penyerahan uang pinjaman ke bupati tanggal 2 April 2018 di Hotel Rattan Inn Banjarmasin juga dibantah Ansharuddin sembari menunjukkan bukti bahwa dirinya berada di Balangan pada saat bersamaan.

"Saya hari itu melaksanakan pelantikan 65 orang Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) Kabupaten Balangan hingga malam harinya ada Shalat Hajat. Semua dokumen foto, berita dan undangan acara lengkap, sehingga tidak benar adanya transaksi pinjaman uang tersebut di Banjarmasin," katanya, sembari menunjukkan seluruh dokumen bukti kepada wartawan.

Ansharuddin telah melayangkan gugatan perbuatan melawan hukum di Pengadilan Negeri Paringin tanggal 7 Agustus 2019 untuk membatalkan kuitansi tersebut. Tanda tangan dia pada kuitansi sangatlah jauh berbeda dari aslinya.

Bahkan jauh sebelumnya, juga melaporkan balik Dwi Putra Husnie Dipling ke Polres Balangan pada 17 Desember 2018 atas dugaan penipuan dan pemerasan. Namun, kata dia, polisi sepertinya berat sebelah dan tidak maksimal memproses laporannya seperti yang dia harapkan hingga kasusnya diambil alih Polda Kalsel. Hal itu terlihat dari Dwi Putra Husnie Dipling sebagai terlapor tidak pernah datang memenuhi panggilan penyidik.

Ansharuddin pun memaparkan kronologis perkara dari awal hubungannya dengan Dwi Putra Husnie Dipling. Pada Februari 2018, dia dikenalkan oleh kerabat bernama Mukhlisin dengan Dwi Putra Husnie Dipling mengaku sebagai anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang punya teman di Mabes Polri dan berjanji membantu menyelesaikan permasalahan dan membuat perlindungan hukum dalam kasus yang dilaporkan Sufian Sauri di Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel.

Pada akhir Maret 2018, oleh Dwi Putra disampaikan bahwa Ansharuddin akan ditangkap Polda Kalsel. Kemudian dia menjanjikan bisa membantu mengurus ke polda dengan meminta jasa pengurusan Rp1 miliar yang dibayarkan setelah Polda Kalsel mengeluarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) dan SP3.

Ansharuddin bersama kuasa hukumnya Muhammad Pazri mencurigai bahwa Dwi Putra bukanlah anggota KPK. Petunjuknya dengan adanya tato di lengan Dwi serta banyak berbicara kasus di telepon sehingga seperti makelar kasus

Hasil penelusuran juga tidak ditemukan atas nama Dwi Putra sebagai penyidik atau karyawan KPK. Bahkan, informasi terakhir, dia adalah mantan sekuriti di perusahaan Arutmin.

Dengan alasan itulah, Ansharuddin tidak mengisi saldo pada cek giro yang rencananya ditransfer untuk Dwi sebagai uang jasa yang disepakati sebelumnya.

"Faktanya pada 16 April 2018, saya menyelesaikan pembayaran utang piutang ke Sufian Sauri tidak ada peranan yang bersangkutan. Termasuk temannya mengaku bernama AKP Agung dari Divisi Hukum Mabes Polri dan satu lagi mengaku kabag di Mabes Polri juga diduga hanya abal-abal untuk menipu saya," katanya lagi.

Atas kejadian itulah, belakangan Dwi Putra melaporkan Bupati Balangan ke Bareskrim Polri pada 1 Oktober 2018 dan dilimpahkan ke Polres Metro Jakarta Pusat, lalu kemudian ke Polres Balangan hingga kini dilimpahkan ke Polda Kalsel atas laporan penipuan atau perbuatan curang karena cek kosong serta tuduhan meminjam uang Rp1 miliar yang menurut Ansharuddin hanyalah rekayasa.

Pewarta: Firman
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019