Kediri (ANTARA) - Usaha kerajinan hantaran pengantin di Kediri, Jawa Timur, semakin diminati, mengingat kerajinan ini tidak membutuhkan modal yang besar dan mengutamakan kreativitas.

"Kerajinan ini seperti model yang terus mengikuti tren. Ada yang maunya ori (bahan alam) ada yang maunya simpel. Jadi, terserah selera," kata Sri Astuti, salah seorang perajin kerajinan hantaran pengantin di Kediri, Sabtu.

Ia mengaku memulai usahanya ini sejak 2016. Awalnya, dimulai dari hobi. Saat dirinya masih bekerja di Surabaya kerajinan sudah digelutinya dan setelah memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya di Surabaya, akhirnya tinggal di Kediri dan menekuni usaha ini.

Dirinya mengaku tidak terlalu kesulitan untuk mengembangkan usaha kerajinan ini. Saat bekerja, ia sudah memulai dengan membuat kerajinan, sehingga ketika sudah keluar dari pekerjaan tinggal konsentrasi dan lebih mengenalkannya.

Berbagai bentuk hantaran pernikahan telah dibuatnya. Bahkan, bahan yang digunakan juga berbagai macam, ada yang dari bunga, kain, maupun dari bahan alam.

Menurut dia, membuat hantaran pernikahan mempunyai tantangan tersendiri. Salah satunya, ketika bahan yang diinginkan ternyata tidak ada di Kediri, sehingga ia harus berburu hingga ke luar kota. Untuk itu, dirinya juga sering jalan-jalan sambil mencari sesuatu yang unik, yang bisa semakin melengkapi usaha kerajinan yang telah dirintisnya.

Dalam membuat kerajinan, Sri mengatakan semuanya tergantung dari pemesan, termasuk isi dari hantaran, model, hingga hiasannya. Namun, untuk mahar uang dirinya juga harus lebih hati-hati, sebab aturan penggunaan uang mahar dibentuk menjadi hiasan beragam tidak diperbolehkan oleh Bank Indonesia.

Ia menyebut, teman-temannya awalnya sempat menggunakan uang mainan guna menyiasati tidak diperbolehkannya merusak uang rupiah baik dengan cara dilipat maupun dilem. Namun, dari sosialisasi yang telah dilakukan oleh Bank Indonesia, ternyata melipat, menggunakan lem, serta staples termasuk merusak uang yang bisa kena pidana.

"Saya juga sempat ke BI untuk tukar uang, karena saya butuh yang recehan, termasuk uang kertas. Saat itu ditanya untuk apa dan saya jawab untuk mahar uang. Saya diberi pengertian tidak boleh memakai uang asli dan kami turuti dengan menggantinya menggunakan uang mainan. Ternyata, hingga di 2019 ini kami dapat informasi lagi bahwa ada oknum yang melecehkan uang yang mungkin digunting, dirusak, sehingga uang mainan juga tidak boleh," kata dia.

Dirinya sempat resah dengan hal itu, sebab kerajinan hantaran pengantin salah satunya membuat hiasan untuk mahar uang. Dari informasi yang sempat diterimanya, menggunakan uang mainan boleh tapi harus ada tulisan uang mainan. Namun, nyatanya BI juga menegaskan tetap tidak boleh menggunakan kertas yang menyerupai uang asli (uang mainan), karena dikhawatirkan digunakan transaksi kendati tidak teliti.

Untuk saat ini, dirinya berusaha untuk memberikan pengertian kepada konsumennya tentang aturan penggunaan uang sebagai mahar, seperti tidak boleh dilipat, dilem, maupun distaples. Sebab, jika itu dilanggar sanksinya cukup berat.

Di Kediri, terdapat sekitar 34 perajin kerajinan hantaran pengantin. Mereka juga rutin mengadakan pertemuan. Dalam pertemuan itu, selain sosialisasi tentang berbagai hal terkait dengan aturan, juga sarana berbagi ilmu kerajinan. Bahkan, banyak warga terutama perempuan yang sengaja ikut kursus tentang membuat kerajinan hantaran.

Usaha kerajinan hantaran, kata dia, cukup menarik. Terlebih lagi, ketika di bulan-bulan tertentu banyak orang yang menyelenggarakan hajat pernikahan. Harga yang ditawarkan juga beragam, mulai dari puluhan ribu hingga ratusan ribu per unitnya.

"Kalau itu mengikuti buget dari calon pengantin. Mulai puluhan ribu hingga ratusan ribu. Bahannya juga tergantung pemesan, yang penting harus inovasi, kreatif," kata dia. (*)

Pewarta: Asmaul Chusna
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2019