Bandarlampung, (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Lampung terus menyoroti tindak kejahatan lingkungan hidup yang ditengarai masih berlangsung di Provinsi Lampung, namun dinilai belum memiliki mekanisme untuk menanganinya secara jelas dan tuntas. Divisi LEFT WALHI Lampung, Tri Mulyaningsih, di Bandarlampung, Senin, mengingatkan isu pemanasan global (global warming) yang menjadi perhatian dunia internasional, kondisinya tidak jauh berbeda dengan adanya ancaman pelestarian lingkungan hidup di daerah Lampung. Ancaman terhadap lingkungan hidup di Lampung itu, mulai dari kerusakan hutan akibat praktik pembalakan liar (illegal logging) dan perambahan hutan, pengrusakan kawasan pesisir dan hutan mangrove (bakau), pencemaran sungai dan berbagai bentuk kejahatan lingkungan hidup lainnya. WALHI Lampung menyebutkan, terdapat 32 bukit dan gunung di Kota Bandarlampung yang mengalami kerusakan akibat penggerusan. Sebanyak 23 bukit di antaranya rusak parah, sembilan lainnya terancam hancur, dengan peruntukan yang tidak jelas serta disalahgunakan. Kerusakan hutan bakau di Lampung mencapai lebih 50 persen dari sekitar 17.557,78 ha kawasan mangrove di kawasan pesisir seluruh Lampung. Penyebab kerusakan mangrove itu, terutama dipicu perluasan budidaya tambak skala besar, khususnya untuk memproduksi udang asal Lampung. Ekspor udang Lampung menghasilkan devisa mencapai sekitar Rp1,5 triliun per tahun, namun pada saat bersamaan membutuhkan sedikitnya Rp2 triliun per tahun untuk mengatasi dampak buruk industrialisasi udang yang merusak mangrove itu. Begitu pula kawasan hutan di Lampung yang sekitar 70 persen telah mengalami kerusakan serius, baik akibat "illegal logging" maupun konversi lahan untuk perkebunan maupun permukiman serta perambahan. Kasus pencemaran lingkungan berupa pencemaran sungai di Lampung juga telah berkali-kali terjadi, baik akibat buangan industri maupun limbah dan sampah rumah tangga (domestik) masyarakat di berbagai tempat di Lampung. Kecenderungan jumlah kendaraan bermotor dan aktivitas industri yang menimbulkan buangan gas ke udara juga mengancam kawasan udara di Lampung yang dapat menjadi tercemari. "Lampung diambang krisis lingkungan kalau tidak segera diupayakan antisipasi berbagai kerusakan dan ancaman kejahatan lingkungan itu," kata Direktur Eksekutif WALHI Lampung, Mukri Friatna pula. Dia mengingatkan, pengrusakan lingkungan hidup yang dilakukan secara sengaja merupakan tindak kejahatan serta tergolong pula pelanggaran hak asasi manusia (HAM), mengingat adanya hak masyarakat mendapatkan lingkungan yang bersih dan bebas pencemaran. Karena itu semua, WALHI Lampung menggelar Seminar tentang "Kejahatan Lingkungan dan Sosialisasi Pos Pengaduan Lingkungan Hidup" di Wisma Dahlia, Universitas Lampung (Unila), di Bandarlampung, Senin (30/6) ini. Menurut Mukri, WALHI setempat akan mendorong adanya formula yang tepat untuk mengatasi berbagai bentuk pengrusakan dan kejahatan lingkungan hidup, termasuk melalui mekanisme pengaduan secara formal maupun informal. Seminar itu menghadirkan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Lampung dan WALHI Lampung, dengan mengundang pihak eksekutif terkait, legislatif, unsur kepolisian, LSM/NGO, ormas, akademisi, mahasiswa, perwakilan nelayan serta para wartawan.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008