Jayapura (ANTARA) - Sejumlah organisasi kepemudaan di Provinsi Papua seperti GP Ansor, GAMKI Papua, Pemuda Khatolik Komda Papua, dan BKPRMI Provinsi Papua meminta dan mendesak aparat kepolisian untuk segera menyikapi dan menyelesaikan secara tuntas aksi rasis atau ujaran kebencian di Surabaya, Jawa Timur hingga menimbulkan protes di Papua dan Papua Barat.

"Tentunya kita harapkan kepada aparat berwajib agar melakukan pendekatan hukum untuk selesaikan persoalan di Surabaya dan Malang, terutama penegakan hukum yang utama untuk berikan rasa keadilan," kata Ketua GP Ansor Provinsi Papua Amir Mahmud Madubun, di Kota Jayapura, Selasa.

Ia mengutuk persekusi dan ujaran rasis di Surabaya dan Malang yang menyebabkan gelombang protes di berbagai tempat di Papua dan Papua Barat.

"Yang pastinya kami mengutuk sikap tidak terpuji itu. Papua bagian dari NKRI dan seharusnya bisa menggunakan cara-cara yang elegan," katanya, didampingi Sekretaris GP Ansor Kumar, Ketua Pemuda Khatolik Komda Papua Alfonza Jumkon Wayap, Sekretaris GAMKI Papua Yopie Rumhadi, dan Ketua BKPRMI Papua Irjii Matdoan.

Ia menilai langkah protes ribuan warga di Kota Jayapura, Provinsi Papua pada Senin (19/8) karena ujaran rasis atau kebencian merupakan bentuk kekecewaan yang diluapkan, namun aksi tersebut tidak berakhir anarkis seperi di Sorong dan Manokwari, Papua Barat.

"Kami bersyukur aksi turun jalan kemarin tidak sampai anarkis seperti di Papua Barat. Apalagi Pemprov Papua yakni Pak Gubernur Lukas Enembe langsung menemui warga dan memberikan imbauan yang sejuk, sehingga warga merasa diperhatikan," katanya.

Untuk itu, Amir menegaskan perlunya penyelesaian komprehensif agar tidak terulang di lain waktu dan menimbulkan permasalahan baru lagi.

"Kami ajak semua pihak menahan diri dan serahkan kepada pihak berwajib untuk menyelesaikan masalah ini," kata Amir.
Baca juga: Pengamat: Kerusuhan di Papua bukan akibat rasisme

Alfonso berharap aksi tersebut tidak dibelokkan oleh masalah lain, tetapi harus diselesaikan dengan baik dan bijak.

"Indonesia sudah meratifikasi UU tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis, yaitu UU Nomor 40 Tahun 2008. Pada poin b menjelaskan tentang penyampaian di muka umum, dan saya perlu tegaskan bahwa ini harus ditegakkan," kata Alfonso.
Baca juga: PGI minta masyarakat tidak mudah terpancing isu

Yopie dari DPD GAMKI Provinsi Papua melihat bahwa ada oknum-oknum yang mencoba membenturkan persoalan sesama anak bangsa, padahal kerukunan dan sikap kekerabatan dengan rasa persatuan dan kesatuan yang dibangun selama ini sudah terjalin dan terjaga dengan baik.

"Saya kira aksi kemarin adalah akumulasi dari persoalan yang dialami oleh mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang, harapannya tidak melebar, sehingga mari kita jaga keberagaman karena Indonesia mini ada di Papua dan mari kita belajar kebhinekaan di Papua, karena Indonesia mini ada di sini," kata Yopie.

Sedangkan, Irjii Matdoan menilai seharusnya persekusi atau ujaran kebencian setelah perayaan HUT Ke-74 Kemerdekaan RI di Surabaya tidak patut terjadi, jika mengedepankan sikap kerukunan dan keberagaman dan saling menghormati satu sama lainnya.

"Kami imbau kepada semua warga di Papua untuk menjaga kebersamaan dan keberagaman. Harapannya polisi segara usut kasus rasis yang sangat meresahkan itu," katanya pula.

Pewarta: Alfian Rumagit
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019