karena berdekatan dengan purnama meteor-meteor menjadi tampak lebih kecil
Jakarta (ANTARA) - Peneliti astronomi dan astrofisika Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Tiar Dani mengatakan hujan meteor Perseid masih dapat disaksikan dari seluruh wilayah Indonesia.

"Seluruh wilayah Indonesia dapat mengamati hujan meteor ini dengan mata telanjang tetapi dengan syarat langit bebas dari awan dan polusi cahaya," tuturnya saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu.

Sayangnya, saat puncak hujan meteor tersebut, bulan sedang menuju purnama sehingga cahaya terang dari bulan mengganggu ketampakan hujan meteor.

"Hujan meteor Perseid bisa dilihat pada 17 Juli - 24 Agustus saat Bumi melewati lintasan komet Swift-Tuttle" kata Tiar.

Tiar menuturkan lintasan terpadat yang menjadi puncak hujan meteor Perseid terjadi pada  tanggal 12-13 Agustus 2019 yang ditandai semakin banyaknya jumlah meteor yang terlihat melintasi langit.

Baca juga: Hujan meteor Perseid hiasi langit malam 11-12 Agustus

Dia menyarankan untuk melihat hujan meteor Perseid menjelang dini hari saat bulan sudah akan tenggelam di ufuk.

"Namun puncak hujan meteornya sudah terlewat. Hujan meteor Perseids masih berlangsung tetapi jumlah meteor per jam yang kemungkinan bisa terlihat tidak sebanyak saat puncaknya," tuturnya.

Peneliti astronomi dan astrofisika Lapan Rhorom Priyatikanto mengatakan pada puncak hujan meteor Perseid, bisa jadi terdapat 100 meteor memancar dari rasi Perseus.

"Hujan meteor ini terjadi ketika Bumi melewati aliran meteoroid yang bersumber dari komet Swift-Tuttle yang pernah lewat dekat orbit Bumi. Debu-debu komet inilah yang menjadi sumber hujan meteor Perseid," tuturnya.

Dia mengatakan waktu terbaik untuk melihat hujan meteor adalah lewat tengah malam. Namun, untuk tahun ini puncak Perseid berdekatan dengan purnama sehingga akan melihat meteor-meteor menjadi lebih kecil.

"Hujan meteor ini bisa dilihat di seluruh wilayah Indonesia atau bahkan sebagian besar bumi. Tidak perlu alat khusus untuk melihatnya. Cukup berbekal kesabaran. Namun, kamera digital bisa membantu," tuturnya.

 
Baca juga: Warga Natuna berebut cari batu "meteor"
 

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019