Jakarta (ANTARA) - Pengamat hukum tata negara dari Universitas Udayana Jimmy Usfunan menilai pelaksanaan sistem noken dalam pemilihan umum pada sejumlah wilayah di Papua perlu didampingi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Perlu ada pendampingan dari KPU, sehingga pelaksanaannya tetap dalam koridor demokrasi," ujar Jimmy ketika dihubungi di Jakarta, Selasa.

KPU dikatakan Jimmy dapat mendampingi pelaksanaan sistem noken, dimulai dari sosialisasi hingga ketika pengambilan keputusan.

Lebih lanjut Jimmy menjelaskan bahwa dalam sistem noken, kewenangan untuk memutuskan partai dan atau calon yang akan dipilih memang berada di tangan kepala suku atau ketua adat.

Kendati demikian, dalam proses pelaksanaan sistem noken, Jimmy menyebutkan masyarakat adat harus berkumpul atau berembuk untuk menentukan calon atau partai yang akan dipilih, sehingga keputusan yang dihasilkan berdasarkan musyawarah mufakat atau secara aklamasi.
Baca juga: Pengamat sebut sistem noken tak sesuai dengan konsep Pemilu

Pendampingan oleh KPU ini, kata Jimmy lagi, untuk memastikan pelaksanaan noken tidak dipengaruhi oleh pihak mana pun dan keputusan yang dihasilkan berdasarkan musyawarah mufakat atau secara aklamasi.

"Pendampingan KPU memang sangat diperlukan, mengingat sistem noken ini sangat rentan diintervensi oleh pihak yang berkontestasi, kemudian menjadi alat kecurangan," ujar Jimmy.

Dalam Pemilu Serentak 2019, Komisi Pemilihan Umum mencatat sebanyak 12 kabupaten di kawasan Pegunungan Tengah, Papua masih menggunakan sistem noken.
Baca juga: Sidang Pileg, pelaksanaan sistem noken di Dogiyai dipertanyakan

Wilayah yang masih menggunakan sistem noken tersebut adalah Kabupaten Jayawijaya, Lanny Jaya, Tolikara, Nduga, Mamberamo Tengah, Puncak, Puncak Jaya, Paniai, Deiyai, Dogiai, Yahukimo, dan Kabupaten Intan Jaya.

Mahkamah Konstitusi juga mencatat, hampir seluruh partai mengajukan gugatan sengketa hasil Pileg 2019 untuk 12 daerah pemilihan yang masih menggunakan sistem noken.

Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019