Jakarta (ANTARA) - Pandangan bersama ASEAN tentang konsep Indo-Pasifik (ASEAN Outlook on the Indo-Pacific) berhasil disepakati oleh para pemimpin negara Asia Tenggara dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-34 pada Juni lalu.

Kesepakatan tersebut menjadi "kado istimewa" bagi perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara yang genap berusia 52 tahun pada 8 Agustus 2019.

Wawasan Indo-Pasifik usulan Indonesia itu menjadi petunjuk ASEAN untuk menghadapi perebutan pengaruh di antara sesama negara adidaya di wilayah Asia Tenggara.

Persamaan pandangan tersebut tidak bisa dilepaskan dari peran Indonesia yang gigih melobi wawasan Indo-Pasifiknya kepada sembilan pemimpin negara-negara anggota ASEAN lainnya.

Pandangan resmi pertama ASEAN tersebut diharapkan mampu menjaga stabilitas kawasan dan memastikan perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dapat menentukan masa depan sendiri dan tidak tunduk terhadap kekuatan besar tertentu.

Wawasan bersama itu menegaskan kembali posisi ASEAN untuk tidak memihak kepada salah satu kekuatan negara adidaya manapun dalam perebutan pengaruh di kawasan.

Perebutan pengaruh dilatarbelakangi karena kawasan Asia Tenggara memiliki nilai sangat strategis karena menjadi jalur lalu lintas perdagangan dunia antara negara-negara di asia timur dari negara-negara di Eropa, Afrika, Timur Tengah, dan India.

Dengan populasi sekitar 660 juta orang serta stabilitas kawasan yang mampu terjaga dengan baik, ASEAN membuat negara-negara adikuasa semakin jatuh hati terhadap kawasan yang terletak di antara Samudera Hindia dan Pasifik itu.

Baca juga: Indonesia apresiasi dukungan Australia terhadap ASEAN Outlook

Baca juga: Prayut: Wawasan ASEAN tentang Indo-Pasifik perkuat peran ASEAN


Dengan adanya wawasan tentang Indo-Pasifik, saat ini ASEAN memiliki pedoman sendiri dalam melindungi kepentingan bersama di Indo-Pasifik di tengah menguatnya rivalitas antara Amerika Serikat dan China.

Adopsi dokumen pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik menjadi poin penting dalam menjaga peran sentral ASEAN dalam menjaga perdamaian, stabilitas dan kesejahteraan di kawasan Asia Tenggara.

Konsep Indo-Pasifik tersebut juga menjadi alat bagi ASEAN untuk ikut serta dalam penyelesaian masalah di kawasan, karena itu negara-negara mitra wicara, yakni Australia, China, India, Jepang, Selandia Baru, Korea Selatan, serta Amerika Serikat, dapat memberikan tanggapan terhadap cara pandang ASEAN tersebut.

Kesediaan negara-negara mitra menyelaraskan ide-ide Indo-Pasifik versi mereka dengan konsepsi Indo-Pasifik yang dibangun ASEAN membuktikan kredibilitas kerja sama regional itu secara geo-ekonomi, geo-politik, dan geo-strategi semakin meningkat, ujar Dosen ilmu Hubungan Internasional Universitas PadjajaraDr. Teuku Rezasyah.

Sebagai konsekuensinya, ASEAN perlu melakukan berbagai skenario penyelarasan, yang berbasis kedaulatan wilayah, hak hidup bertetangga dengan baik, dan kesetaraan dalam hukum internasional, tanpa perlu menciptakan rivalitas baru di kalangan negara-negara Indo-Pasifik, yang memang sangat beragam dan memiliki skenario kawasan yang berbeda.

Membangun kesepahaman atas 5 tema yang dikemukakan Menteri Retno Marsudi, lanjut Teuku Rezasyah, masih membutuhkan kerja keras pemerintah Indonesia dan berbagai kalangan profesional di dalam negeri RI yang memiliki kompetensi dan jaringan internasional. Dalam hal ini, kalangan perguruan tinggi, lembaga riset, dunia usaha, dan media massa.

Sebagai upaya untuk menciptakan kesepahaman atas infrastruktur organisasi yang fleksibel, konsepsi strategis yang tidak mengarah pada pembentukan koalisi-koalisi baru, tata hubungan yang adil dan berkelanjutan, serta mekanisme pencapaian yang tidak terburu-buru.

Hal ini sangatlah penting, guna mencegah membanjirnya ide para anggota Indo-Pasifik secara sporadis yang dapat merusak nuansa stabilitas kawasan yang dibangun.

Peran Indonesia

Pemerintah RI telah melakukan banyak lobi kepada masing-masing negara yang menyangkut berbagai isu strategis sekaligus. Hal ini patut dihargai, karena membuktikan kesanggupan RI membangun koalisi moral secara berkelanjutan. Hasilnya, format akhir dari Indo-Pasifik kelak akan menjadi milik bersama, dengan RI sebagai penyelarasnya.

"Lima isu utama yang dibangun RI itu sendiri, dapat dikategorikan ke dalam tiga isu keras dan dua isu lunak. Yang tergolong dalam isu lunak adalah Ekonomi Kreatif dan Penanggulangan Resiko Bencana. Dua isu ini dapat dijadikan fokus bersama karena dekat dengan prinsip-prinsip Sustainable Development Goals (SDGs), tidak mengusik egosentrisme pemerintah manapun, serta membuka ruang perundingan yang demokratis," kata Teuku Rezasyah.

Kemudian, penanggulangan terorisme, Kemitraan Ekonomi Komprehensif Kawasan (RCEP) dan Indo-Pasifik merupakan 3 isu keras yang perlu ditangani secara berhati-hati, tanpa menyinggung egosentrisme negara-negara yang selama ini memposisikan diri mereka sebagai negara unggulan.

Rezasyah mengatakan tiga isu keras tersebut di atas akan sangat menyita energi RI yang merupakan konseptor Indo-Pasifik, guna membangun kesepakatan awal yang dapat diterima seluruh anggota.

"Ada baiknya RI mengambil hikmah dari KTT APEC di Bogor tahun 1993 silam, yang mengedepankan konsensus, kesetaraan dan dialog terus menerus di berbagai tingkatan kepemimpinan," ujar dia.

Sementara itu, pengajar dan pengamat hubungan internasional dari Universitas Bina Nusantara, Dinna Wisnu, mengatakan konsep Indo-Pasifik belum tunggal dan sejumlah negara belum mengubah cara pandangnya tentang konsep Indo-Pasifik yang bertumpu pada model aliansi dan respon militer ketika merasa terancam.

Baca juga: Kepala negara ASEAN apresiasi Indonesia terkait Outlook Indo-Pasifik

Baca juga: Korsel sambut baik tinjauan ASEAN tentang Indo-Pasifik


"Ini tugas utama ASEAN, menjadikan negara-negara lain berubah langkah mengutamakan dialog, sharing resources, dan menaruh opsi agresi militer jauh-jauh," kata dia.

Menurut Dinna, ASEAN dapat menempuh jalur formal seperti yang disepakati dalam pandangan bersama ASEAN tentang konsep Indo-Pasifik, yaitu melalui KTT Asia Timur (EAS), ASEAN plus 1, Forum Regional ASEAN, Pertemuan Menteri Pertahanan ASEAN (ADMM), dan Forum Kemaritiman ASEAN (EAMF).

"Di samping itu, jalur komunikasi antarkepala negara dan menteri luar negeri harus lebih intensif untuk bisa mengubah cara pandang sejumlah negara," ujarnya.

Dinna menambahkan hal yang disepakati dalam konsep Indo-Pasifik itu adalah ada pengakuan keinginan ASEAN melihat dengan cara berbeda dan negara-negara lain mengakui itu.

Tetapi, isi pandangan bersama ASEAN tentang konsep Indo-Pasifik itu sendiri lebih sebagai kumpulan menu akan harapan dan bukannya kesatuan pandang tentang cara mengatasi ancaman yang dirasakan sejumlah negara

Kesatuan pandang tentang cara mengatasi ancaman yang dirasakan sejumlah negara itu yang belum disepakati oleh negara anggota ASEAN dan itu menjadi pekerjaan rumah bagi para pemimpin ASEAN.

Baca juga: Presiden: "ASEAN Outlook on Pacific" jawab dinamika kawasan

Baca juga: Gedung baru ASEAN berkonsep dialog dan harmoni



 

Editor: Azizah Fitriyanti
Copyright © ANTARA 2019