New York (ANTARA) - Harga minyak rebound sekitar satu persen dari posisi terendah 13-bulan pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), karena jumlah kasus virus corona baru melambat di China, meredakan beberapa kekhawatiran atas potensi kehancuran permintaan minyak yang berkepanjangan.
Korban tewas melampaui 1.000 pada Selasa (11/2), meskipun jumlah kasus baru yang dikonfirmasi turun. Epidemi ini mungkin sudah berakhir pada April, kata penasihat medis utama pemerintah China tentang wabah tersebut.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman April ditutup pada 54,01 dolar AS per barel, naik 0,74 dolar AS atau 1,4 persen, setelah jatuh pada Senin (10/2) ke level terendah sejak Januari tahun lalu di 53,11 dolar AS.
Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Maret naik 0,37 dolar AS atau 0,8 persen, menjadi menetap di 49,94 dolar AS per barel,
"Pasar yang sedang mencoba ke posisi terbawah, menjadi optimis dan terlihat melampaui (kekhawatiran) virus," kata Phil Flynn, seorang analis di Price Futures Group di Chicago.
Investor tetap waspada bahwa permintaan minyak China dapat memberikan pukulan lebih lanjut jika virus corona tidak dapat ditahan dan jika Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) serta sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC , gagal menyepakati langkah-langkah lebih lanjut untuk mendukung harga.
"Kurangnya tindakan terkoordinasi oleh OPEC+ berarti bahwa kekhawatiran kelebihan pasokan kemungkinan akan tetap berada di atas angin," kata analis Commerzbank, Eugen Weinberg.
Virus corona baru telah mengurangi permintaan konsumen minyak terbesar kedua di dunia. Perusahaan penyulingan negara China berencana untuk memotong sebanyak 940.000 barel per hari (bph) -- hampir satu persen dari permintaan dunia -- dari tingkat pemrosesan minyak mentah mereka pada Februari.
Badan Informasi Energi AS memangkas perkiraan pertumbuhan permintaan minyak global untuk tahun ini sebesar 310.000 barel per hari setelah wabah virus corona.
Minyak juga mendapat dorongan dari reli di pasar ekuitas dunia, yang melanjutkan kenaikan mereka ke rekor tertinggi pada Selasa (11/2) dengan harapan virus telah mencapai puncaknya.
OPEC dan sekutu termasuk Rusia menahan produksi sebesar 1,7 juta barel per hari pada2020 untuk mendukung pasar dan telah mempertimbangkan pembatasan lebih lanjut.
Panel penasehat OPEC+ mengusulkan pengurangan tambahan 600.000 barel per hari minggu lalu, tetapi Rusia telah menunda memberikan sikap resminya, membuat frustasi beberapa anggota OPEC.
Harga minyak memangkas keuntungan dalam perdagangan pasca-penyelesaian setelah data dari kelompok industri American Petroleum Institute (API) menunjukkan peningkatan yang lebih besar dari perkiraan dalam stok minyak mentah AS.
Berita Terkait
Meski ada konflik Iran-Israel, harga BBM tak akan naik
Selasa, 16 April 2024 16:45 Wib
Dampak konflik Iran dan Israel, Mari Elka Pangestu ingatkan gejolak harga minyak
Senin, 15 April 2024 15:08 Wib
Warga Gorontalo rayakan Tumbilotohe dengan penuh makna
Minggu, 7 April 2024 8:29 Wib
Luhut komitmen tuntaskan pembayaran utang selisih harga minyak goreng
Senin, 25 Maret 2024 13:57 Wib
Wamendag Jerry Sambuaga optimis minyak goreng tak akan jadi langka
Sabtu, 19 Agustus 2023 12:17 Wib
Kejagung dalami peran Airlangga Hartarto di dugaan korupsi ekspor minyak sawit mentah
Selasa, 25 Juli 2023 6:13 Wib
Airlangga tidak hadir panggilan Kejaksaan terkait saksi korupsi ekspor minyak sawit
Selasa, 18 Juli 2023 20:02 Wib
Presiden Jokowi: MinyaKita untuk kebutuhan masyarakat bawah
Kamis, 13 April 2023 15:51 Wib