Jauh-jauh
hari, Bill Kovach dalam Sembilan Elemen Jurnalisme telah mendendangkan
ke khalayak luas akan peran media masa yang harus menjadi sarana pencari
kebenaran dan forum bagi publik untuk saling-kritik dan menemukan
kompromi.
Yang jadi pertanyaan sekarang, apakah media masa
sekarang ini sudah melaksanakannya ? atau malah sebaliknya, mengalami
kedodoran dalam implementasinya ?
Memang menarik bila berbicara
soal media masa, atau dunia pers. Jaman globalisasi seperti sekarang
ini, media masa itu sudah bagian dari kehidupan masyarakat terkini,
berfungsi untuk menyebar informasi dan menggali berbagai kabar beragam
dari seluruh penjuru dunia.
Bagi orang kebanyakan, media masa
itu ibarat ‘senjata utama’ dalam era keterbukaan di dalam sebuah sistem
demokrasi, termasuk di provinsi Gorontalo sendiri, yang sejak tahun 2001
telah menjadi bagian dari provinsi tersendiri dalam negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Gorontalo yang dikenal surganya jagung dan
tebu, memiliki sistem kemasyarakatan yang terbuka serta menjunjung
tinggi nilai-nilai demokrasi meski baru sebatas demokrasi prosedural.
Maka
tak heran, Gorontalo pun sudah muncul ‘pucuk-pucuk’ media masa, yang
penyebarannya dari tingkat Kotamadya hingga ke Kabupaten-kabupaten.
Catatan
hingga akhir tahun 2012, keberadaan media masa di Gorontalo masih dapat
dihitung dengan jari, jika dibandingkan dengan daerah tetangganya
seperti Manado Sulawesi Utara dan Makassar Sulawesi Selatan.
Meski
demikian, dalam bidang pemberitaannya, media masa Gorontalo tak kalah
semarak, sebab sudah banyak ragam sajian media masa seperti, ada media
cetak, televisi lokal, radio, dan yang terbaru adalah portal news
online.
Sebagai refleksi di tahun baru 2013, kondisi media masa
di Gorontalo sebagian besar mengalami ironi. Bukan bermaksud untuk
menggeneralisir semua media salah, tapi fakta yang ada, satu dua media
tertentu, bahkan lebih dari ini, masih ada yang terselimuti oleh
impotensi independensi pers.
Fungsi dan posisi perannya seperti
yang dimaksud oleh Bill Kovach dalam Sembilan Elemen Jurnalisme masih
sangat jauh dari harapan. Keberadaanya, lebih mencolok kepada muatan
industri yang berbasis bisnis kapitalisme ‘menghalalkan segala cara’.
Masih liberalisme, bebas sebebas-bebasnya.
Asalkan bisa mengeruk
keuntungan materi tinggi, itu bisa diatur. Urusan bisa selesai, lewat
mata uang rupiah. Tentu saja, ini bak menampakan wajah kebodohan insan
pers Gorontalo di mata masyarakat nasional dan internasional.
Maka
dari itu, satu gerakan yang harus diambil adalah mengubahnya.
Tinggalkan konsep itu, sebab sistem tersebut tidak jauh berbeda dengan
gaya ekonomi kapitalis jaman kolonial dahulu, yang menghisap nilai
materialistik secara membabi buta dengan melupakan kearifan.
Tentu
saja, cara demikan itu juga akan menjerumuskan pada nafsu sesaat.
Jangka usianya dipastikan tidak akan lama dan sulit membawa keberkahan.
Karena itu sekali lagi, beranilah berubah, of Change !.
Meminjam
istilah dari Tan Malaka dalam bukunya Menuju Republik Indonesia,
mengatakan, “jika kapitalisme kolonial di Indonesia besok atau lusa
jatuh, kita harus mampu menciptakan tata tertib baru yang lebih kuat dan
sempurna di Indonesia.â€
Satu testimoni di akhir tahun terlontar
dari Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Gorontalo, Budi Waseso menilai,
sebagai pembaca yang tiap hari mengkonsumsi pemberitaan dari insan
pers, bahwa media masa Gorontalo masih dilema, digelayuti oleh persoalan
mengenai kualitas isi media masa yang kesannya masih belum mendidik
mencerahkan.
“Saya kalau lihat berita-berita di media masa
disini tidak ada manfaat yang saya dapat. Berita-berita yang disajikan
tidak ada muatan pendidikan bagi masyarakat,†ungkapnya kepada sejumlah
wartawan di ruang rapat gedung Polda Gorontalo di Jalan Limboto Raya,
Senin (31/12/12).
Katanya, media masa itu harus punya nilai-nilai
yang mendidik bagi masyarakat, bukan sebagai penjerumus ke jurang
kesesatan yang merugikan dan pembodohan.
“Berita-beritanya banyak yang memperuncing persoalan, sepertinya sudah jadi alat kepentingan kelompok tertentu,†ujar Budi.
Apalagi,
tambahnya, soal berita dunia politik. Selama ini kesan yang berada di
masyarakat Gorontalo itu suka dengan hal-hal politik. Bila membahas
tajuk politik praktis, orang Gorontalo sangat bergairah.
“Media masa yang membuat warga disini jadi suka politik. Sajian-sajiannya terus mengenai politik,†katanya.
Ada
benarnya, apa yang dirisaukan oleh Kapolda Gorontalo, apakah dalam
membangun kemajuan daerah Gorontalo itu mesti melulu dicekoki oleh
berita-berita bermuatan politik.
Terlebih politik yang
dijalankan Gorontalo terkini, sepanjang tahun 2012, lebih di dominasi
pertarungan politik kelompok, demi mengejar ‘fatamorgana’ kekuasaan.
Media
masa itu harus berpihak pada kepentingan publik, berupaya mencerdasakan
masyarakat, dan membawa perubahan bagi kemajuan bersama.
Media
masa seharusnya bukan jadi alat kepentingan segelintir orang, yang
ujung-ujungnya rakyat ‘akar rumput’ menjadi korban ‘perbudakan’ politik.
Apakah
bisa menjamin ? sajian porsi politik tak berkualitas di media masa itu
bisa berikan pencerahan, demi menuju jayanya Gorontalo. Sebaliknya,
apakah yakin, suguhan politik Gorontalo yang lebih cenderung prosedural
dan pragmatis di media masa itu, tak akan mampu membawa kesejahteraan
dan keadilan bagi warga masyarakatnya ?
Mari mengingat kembali,
pemikiran dari Muhammad Hatta, mantan Wakil Presiden Republik Indonesia,
bahwa untuk mencapai tujuan hakiki berbangsa dan bernegara itu ada pada
bidang politik perekonomian.
Ingat, bukan politik pragmatis non
idealis, tapi politik perekonomian. Inilah konsep Hatta, yang katanya
politik perekonomian itu satu bagian penting untuk terciptanya
pembangunan bangsa yang adil dan makmur.
Bagi Hatta, dalam Kita
Membangun di pidato Musyarawah Nasional Pembangunan 25 November 1957
Jakarta, menegaskan bahwa, wujud politik ekonomi yang bisa mendatangkan
kemakmuran kepada rakyat dan memberi rakyat perhiasan hidup.
Untuk
mencapai hal itu, Hatta memberikan solusi dengan ketegasan kelangkah
kesana yang menjelaskan tentang tindakan apa yang harus dijalankan dalam
jangka pendek dan jangka panjang untuk memperbesar kemakmuran rakyat.
Melihat
ide suci Hatta, ada baiknya masuk di tahun 2013, media masa Gorontalo
harus mengambil pelajaran dengan langkah besar resolusi mengubah
paradigma penyajian pemberitaan yang mencondongkan politik pembangunan.
Bukan
sebatas politik pencitraan yang berbayar dan berisikan pragmatisme
sempit dan ‘gontok-gontokan’ rebutan kekuasaan. Maka dari itu, mari
Membaca, Menulis dan Kritis, happy new year 2013, jayalah negeri ini !.
Berita Terkait
PWI harap anggaran pelatihan wartawan masuk APBN
Selasa, 20 Februari 2024 18:26 Wib
Hadir di puncak HPN, Presiden Jokowi berpesan insan pers jaga pilar demokrasi
Selasa, 20 Februari 2024 18:25 Wib
Presiden Jokowi minta Kementerian Kominfo prioritaskan belanja iklan untuk pers
Selasa, 20 Februari 2024 18:23 Wib
Kunjungi LKBN ANTARA, Erick Thohir: Sejarah negara tidak lepas dari peran pers
Minggu, 18 Februari 2024 18:57 Wib
Peringati Hari Pers Nasional, KLHK dan PWI tanam mangrove
Minggu, 18 Februari 2024 7:08 Wib
Rayakan Hari Pers Nasional 2024, ANTARA gelar pameran foto
Sabtu, 17 Februari 2024 5:59 Wib
Dewan Pers dan capres-cawapres gelar komitmen "Deklarasi Kemerdekaan Pers"
Minggu, 11 Februari 2024 2:32 Wib
Peringati HPN, Dirut ANTARA ingatkan inovasi pers di era disrupsi digital
Jumat, 9 Februari 2024 22:53 Wib