New York (ANTARA) - Patokan global minyak mentah Brent memangkas kerugiannya, sementara harga minyak mentah AS naik di tengah harapan bahwa kesepakatan stimulus ekonomi AS akan mendukung pasar, bahkan ketika kekhawatiran tentang pandemi virus corona terus membayangi perkiraan permintaan.
Kemajuan pembahasan stimulus membawa minyak mentah Brent untuk pengiriman November naik dari terendah sesi 40,30 dolar AS, mengakhiri sesi dengan penurunan delapan sen menjadi 40,95 dolar AS per barel.
Sementara itu, minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November naik 93 sen atau 2,4 persen, menjadi menetap di 40,22 dolar AS per barel.
Kontrak Brent untuk penyerahan November berakhir pada Rabu (30/9), akan digantikan oleh kontrak Desember, yang ditutup naik 74 sen menjadi 42,30 dolar AS per barel.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat AS Nancy Pelosi dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin keduanya menyatakan harapan untuk terobosan dalam bantuan virus corona, ketika DPR siap untuk memberikan suara tentang RUU baru virus corona sebesar 2,2 triliun dolar AS.
Dengan tekanan yang meningkat menjelang pemilu 3 November, Mnuchin mengatakan ia berharap dia dan Pelosi bisa "mencapai kompromi yang masuk akal" dan akan tahu di satu hari atau dua berikutnya apakah mereka memiliki "pemahaman menyeluruh."
“Pertarungan sedang berlangsung menuju RUU stimulus,” kata Bob Yawger, direktur energi berjangka di Mizuho di New York.
“Ini bagus untuk semua industri, dan terutama minyak, karena ini adalah indikator permintaan untuk permintaan minyak mentah,” kata Yawger.
Sementara Yawger tetap pesimistis tentang kesepakatan yang akan membuahkan hasil, dia mengatakan hal itu memberikan kekuatan sementara ke pasar.
Harga minyak juga didukung data persediaan minyak mentah mingguan AS menunjukkan penurunan dua juta barel dalam sepekan yang berakhir 25 September, penurunan yang lebih dalam dari perkiraan analis.
Ekspor naik sementara impor turun, membantu memfasilitasi penarikan persediaan. Impor minyak mentah AS bersih turun minggu lalu sebesar 536.000 barel per hari, kata EIA, menjadi 1,6 juta barel per hari.
Harga minyak jatuh lebih dari tiga persen pada Selasa (29/9) ketika kasus COVID-19 global melampaui satu juta, menjadi dua kali lipat dalam tiga bulan. Jajak pendapat bulanan minyak Reuters menunjukkan harga akan sedikit naik tahun ini.
“Meningkatnya jumlah kasus COVID-19 terus meningkatkan kekhawatiran permintaan energi,” kata Avtar Sandu, manajer komoditas senior di Phillip Futures.
CEO perusahaan perdagangan terbesar dunia itu memperkirakan pemulihan yang lemah untuk permintaan minyak dan sedikit pergerakan harga, berpotensi berlangsung selama bertahun-tahun.
Marathon Petroleum Corp MPC.N, penyulingan minyak terbesar di Amerika Serikat, mulai memberlakukan PHK pada Selasa (29/9), menurut orang-orang yang mengetahui masalah tersebut.
Royal Dutch Shell RDSa.L juga mengatakan akan memangkas hingga 9.000 pekerjanya.
Untuk mengatasi penurunan permintaan, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) tidak mungkin meningkatkan produksi minyak seperti yang direncanakan mulai Januari tahun depan, kata para pedagang minyak terkemuka pada Selasa (29/9).
Berita Terkait
Meski ada konflik Iran-Israel, harga BBM tak akan naik
Selasa, 16 April 2024 16:45 Wib
Dampak konflik Iran dan Israel, Mari Elka Pangestu ingatkan gejolak harga minyak
Senin, 15 April 2024 15:08 Wib
Warga Gorontalo rayakan Tumbilotohe dengan penuh makna
Minggu, 7 April 2024 8:29 Wib
Luhut komitmen tuntaskan pembayaran utang selisih harga minyak goreng
Senin, 25 Maret 2024 13:57 Wib
Wamendag Jerry Sambuaga optimis minyak goreng tak akan jadi langka
Sabtu, 19 Agustus 2023 12:17 Wib
Kejagung dalami peran Airlangga Hartarto di dugaan korupsi ekspor minyak sawit mentah
Selasa, 25 Juli 2023 6:13 Wib
Airlangga tidak hadir panggilan Kejaksaan terkait saksi korupsi ekspor minyak sawit
Selasa, 18 Juli 2023 20:02 Wib
Presiden Jokowi: MinyaKita untuk kebutuhan masyarakat bawah
Kamis, 13 April 2023 15:51 Wib